Rute kami sudah terencana. Jumat pagi berangkat. Pergi :Maros-Gowa, Wadizzuhur-Malakaji-Bantaeng-Bulukumba, berakhir di Sinjai.
Pulang: Sinjai, Malino, Wadizzuhur, dan Maros. Kami akan mengadakan ujian penerimaan santri baru pesantren Wadizzuhur.
Bismillah tawakkalna alallah...
Tapi rencana hanya lah bagian dari usaha manusia yang Tuhan lah penentunya.
Hal sepele merubah rute perjalanan kami. Allah yang menyetir itu semua. Pasti.
Saat semua penumpang tertidur, hanya supir yang terus "on" untuk menjaga perjalanan.
Kami terbangun oleh guncangan jalan yang rusak parah.
Tak biasanya rute yang kami akan lalui ada jalan rusak seperti itu sebab hampir semua ruas jalannya mulus.
Kami yang masih setengah sadar heran. Lalu bertanya pada supir: kita ada di mana sekarang. Kenapa jalannya rusak. Ia menjawab : kalau di depan masih ada permukaan jalan yang lebih bergelombang.
Kami semakin heran. Namun akhirnya tersadar kalau supir membawa kita ke arah salah. Ke arah Utara. Ke Malino lewat Sicini. Padahal harusnya terus ke timur. Ia tahunya hanya lewat situ.
Ia lupa diberitahu rencana rute perjalanan kami. Tak ada yang perlu disesali. Kami terus berjalan ke Utara karena tujuannya tetap sama: Sinjai. Rute diubah. Sicini, Parigi, Takapala, Malino, Kanreapia, menurun ke Manimpahoi, hingga Sinjai.
Lalu semua jadwal ujian juga direset. Setelah menelepon sana-sini untuk pengaturan ulang. Alhamdulillah tak ada masalah.
Sepanjang jalan ini memang lebih menantang. Sebagian jalannya rusak parah. Mirip trek off-road. Untungnya naik mobil yang pas dengan medan. Panther. Jalannya sempit. Berkelok-kelok tajam. Meleset sedikit jurang.
Saya tak tahu kenapa pemerintah daerah kurang memperhatikan akses jalan ini. Padahal di sepanjang jalan banyak spot indah. Air terjun. Anak-anak sungai Jeneberang. Sawah terasering di tengah lembah atau di lereng bukit. Susunannya rapih. Saya teringat Vietnam.