Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tak Ada Maaf Bagimu?

25 April 2022   21:56 Diperbarui: 25 April 2022   22:00 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Anak gadisnya minggat bersama pacarnya. Katanya telah kawin lari di kampung orang. Ia marah bukan kepalang. Sampai anak gadisnya itu tak lagi ia anggap anak sendiri.

Waktu demi waktu berlalu. Marahnya telah reda. Berganti menjadi rindu pada sang anak. Apalagi kabarnya sang anak telah memberinya cucu. Hingga suatu waktu, ia sendiri yang menghubungi anak gadisnya untuk pulang kampung. Siap menerima anak beserta suaminya. Mereka akhirnya pulang kampung.

Ada pula seorang ayah yang bertekad untuk memboikot anak laki-lakinya yang menurutnya sudah tak bisa lagi diatur. Ia tak mau lagi peduli padanya. Tak lagi berbicara dengannya. Bertahun-tahun ia melakukannya. Tapi entah sejak kapan, beberapa tahun sebelum si ayah meninggal, keduanya kembali akrab meski sang anak tidak begitu berubah sikapnya.

Lain lagi dengan kisah seorang anak yang disumpahi oleh kedua orang tuanya untuk tak menyentuh jasad sang ayah ketika meninggal nanti. Saya tak tahu apakah sumpah itu masih berlaku, sebab sang ayah kini seringkali berduaan dengan sang anak dalam banyak momen.

Dari tiga kasus di atas, saya mau mengatakan bahwa betapa pun benci seseorang pada orang lain. Akan ada waktunya kebencian itu hilang. Khususnya jika yang yang dibenci adalah orang yang memiliki hubungan emosional seperti hubungan keluarga. Kita akan jauh lebih pemaaf ketika yang bersalah itu adalah ia yang punya hubungan dekat dengan kita meski pun kita pernah marah besar padanya karena kesalahannya.

Wajarkah itu?

Tanyakan pada Nabi Ibrahim A.S. tentang pemaafnya ia pada ayahnya yang kafir! Kesalahan apa yang lebih besar daripada kekafiran?!
Tanyakan pada Nabi Nuh A.S. tentang pemaafnya ia pada anaknya yang menolaknya untuk naik bahtera bersamanya! Kesalahan apa yang lebih besar daripada kedurhakaan anak?!

Jadi, jika ada yang masih marahan sesama keluarga atau kerabat, insya Allah akan berhenti marahnya.
Jika belum sekarang, akan ada masanya nanti, insya Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun