Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tertibkan Para Pengemis

2 Maret 2022   18:36 Diperbarui: 2 Maret 2022   18:42 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belum lagi yang pura-pura cacat. Tangan buntung. Atau kaki yang pincang atau buntung. Saya pernah melihat video pengemis pria yang jalannya tiba-tiba pincang saat tiba di "tempat kerjanya" padahal sebelum tiba di sana ia jalan baik-baik saja.

Atau dalam video seorang pengemis yang duduk di atas papan roda dipaksa berdiri oleh sekumpulan warga. Ternyata ia bisa berdiri, tidak pincang sama sekali.

Di video lain saya pernah melihat seorang pengemis yang diambil videonya diam-diam saat naik ke atas motor jemputan. Ia bisa berdiri dengan kedua kakinya saat naik motor padahal sebelumnya ia duduk di atas papan roda khusus buat pengemis yang berkaki buntung.

Memberi uang kepada pengamen atau kepada pengemis tak ada hentinya diperdebatkan. Banyak yang mendukung, tak sedikit yang melarang.

Mereka yang melarang beralasan bahwa memberi uang kepada pengemis atau pengamen sama saja dengan merawat mereka.

Coba saja di dunia ini semua orang bersepakat tak memberi kepada pengemis sebulan saja, maka jalan raya akan bebas pengemis. Karena pengamen atau pengemis siapa pun tak akan mungkin bertahan dua tiga hari di jalan dengan hasil nihil.

Coba bayangkan, di jalan-jalan kota besar menjamur pengamen dan pengemis. Kehadiran mereka sangat mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Tak jarang bahkan ada oknum pengamis merusak kendaraan jika tak diberi misalnya dengan cara menggores dengan paku.

Sementara yang mendukung beralasan berbuat baik tak perlu tahu kondisi orang lain karena itu adalah berlebihan. Lagian masih lebih baik meminta daripada menjambret, mencopet, atau melakukan tindak kejahatan lainnya.

Jika mereka tak mendapatkan penghasilan lewat mengemis atau mengamen, mereka bisa terpaksa melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi seperti menjambret, mencopet, memalak, atau aksi kriminal lainnya demi sesuap nasi.

Pernah suatu sore melelahkan sepulang belanja di Tanah Abang. Saya naik Kopaja menuju arah Jakarta Selatan. Di tengah jalan yang macet naiklah segerombolan pria yang dari tampilannya mengerikan. Bertato, memakai anting, dan pakaiannya lusuh dan kotor. Satu orang di antara mereka berbicara dengan suara tinggi.
"Mohon maaf, bapak ibu semua. Mungkin bagi Anda semua uang seribu dua ribu tak begitu berarti, namun bagi kami itu artinya makan."

Sementara yang lain menyebar ke penjuru Kopaja, berdiri dekat penumpang. Apa yang mereka lakukan? Mereka menyileti tangan mereka di depan wajah penumpang. Membuat beberapa penumpang wanita berteriak ketakutan sambil menutup mata dengan tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun