Mohon tunggu...
Akieko Putra
Akieko Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fisika

"Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak dihidupi " - Socrates

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bagai Sebuah Persahabatan

5 Juli 2020   15:19 Diperbarui: 5 Juli 2020   15:23 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama berada di rumah, beberapa hal mengingatkan saya kembali tentang masa-masa pendidikan saya di SMA Kolese De Britto. Menyaksikan wisuda teman-teman angkatan 2020 secara daring yang pertama membuka keran memori ini. 

Keran ini terbuka semakin deras ketika saya mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan oleh Paguyuban Alumni. Lantas, saya tergerak kembali untuk menyegarkan kembali ingatan saya tentang masa formasi saya di De Britto. Lebih dari itu, saya tertarik untuk sedikit memperdalam nilai-nilai yang saya dapatkan selama mengasah diri di tempat itu.

Sebagai sekolah yang berada dalam pengasuhan para pater (pastor) Serikat Yesus (atau biasa dipanggil Yesuit), tentu saja tidak ada sumber lain untuk memperdalam nilai-nilai ke-De Britto-an saya selain : Spiritualitas Ignasian. Beruntung, saya teringat akan sebuah buku yang diberikan sekolah : Spiritualitas Yesuit dalam Keseharian yang ditulis oleh Pater James Martin, SJ. 

Saya memutuskan untuk membaca buku tersebut---yang saya pikir tidak akan pernah saya baca ketika saya menerimanya. Ternyata, banyak hal menarik yang saya dapatkan.  Salah satu hal yang menarik adalah "tips" berelasi dengan Allah. Namun, sebelum sampai ke situ, izinkan saya untuk memberikan sedikit "pengenalan".

Spiritualitas Ignasian

          Semua cerita berawal dari seorang pemuda Spanyol yang lahir pada tahun 1491 bernama Iigo de Loyola. Masa muda Iigo dijalani untuk mempersiapkan diri sebagai seorang bangsawan dan tentara. Iigo adalah seorang pemuda yang berorientasi pada kehidupan duniawi. Sebagai tentara dan bangsawan, tentu ia pandai bertarung dan berkelahi. Iigo, meminjam kosakata masa kini, juga adalah fakboi : gemar mencari perhatian para perempuan. Ya, harta-tahta-wanita. Seperti itulah masa muda Iigo, atau yang sekarang dikenal sebagai Santo Ignatius Loyola. Namun, kejadian demi kejadian membuat ia ingin mengubah hidup menjadi lebih "dekat dengan Allah"

          Spiritualitas Ignasian dapat dipahami sebagai "cara bertindak" yang didapatkan Santo Ignatius dalam proses peziarahannya. Cara bertindak Santo Ignatius ini, yang dipelajari dan dihayati oleh para pastor Yesuit, berasal dari berbagai tulisan Santo Ignatius dan tradisi yang hidup dalam Serikat Yesus. Cara bertindak ini, walaupun terkesan melulu tentang hal-hal rohani karena nama "spiritualitas", memiliki banyak kekayaan yang dapat ditimba dalam menjalankan hidup sehari-hari : Spiritualitas Ignatian adalah spiritualitas yang bertindak.

Memiliki hubungan seperti seorang sahabat

Relasi dengan Allah adalah salah satu kunci seseorang yang beragama. Segala macam upaya dilakukan untuk memupuk, memelihara, dan memperdalam hubungan seseorang dengan pencipta-Nya. Pater William Barry, SJ menuliskan salah satu cara memperdalam relasi dengan Allah : dengan konsep persahabatan.

Pertama, sahabat meluangkan waktu. Memang, sebuah persahabatan tidak berarti hadir bersama sepanjang waktu. Ada berbagai kewajiban, tugas, dan tanggung jawab masing-masing yang pasti harus dilaksanakan. Tapi, sahabat ingin meluangkan waktu. Mungkin satu, dua hari atau seminggu sekali menyeruput kopi sambil berkeluh kesah, atau mungkin rutin bersepeda di Minggu pagi mencari keindahan alam. Sepasang sahabat tahu pentingnya (dan asyiknya) meluangkan sedikit waktu untuk menjaga persahabatan.

Kedua,  sahabat ingin mengenal. Makanan apa yang ia sukai ? Apakah dia suka pergi ke gunung, atau ke pantai ? Bagaimana cara berpakaiannya ? Situasi apa yang ia sukai ? Bagi sepasang sahabat, keinginan untuk saling mengenal tidak pernah berhenti. Juga, akan ada kegembiraan ketika kita mengetahui informasi baru tentang sahabat kita.

Ketiga, sahabat bersikap jujur. Seorang sahabat berkata apa adanya : apa yang ia rasakan, apa yang dia pikirkan, apa yang dia inginkan. Atau bahkan hal-hal yang kurang ia sukai dari sahabatnya. Dengan cara ini, ia berusaha untuk terbuka dan apa adanya terhadap sahabatnya. Dengan kata lain, ia membiarkan dirinya dikenali oleh sahabatnya.

Keempat, sahabat mendengarkan. Persahabatan mensyaratkan kemampuan dan kemauan untuk mendengarkan. Sahabat akan setia mendengarkan apapun yang dikatakan sahabatnya. Mungkin itu keluh kesah, atau mungkin opini tentang sesuatu, atau mungkin nasihat. Sahabat mendengarkan dengan sepenuh hati, memastikan dirinya memahami apa yang dikatakan oleh sahabatnya.

Kelima, sahabat rela untuk berubah. Setelah mendengarkan nasihat sahabatnya, ia mau berusaha menyisihkan uang untuk menabung. Ia berusaha untuk semakin jujur dan terbuka. Ia berusaha menyisihkan lebih banyak waktu karena sahabatnya sedang membutuhkannya. Atau mungkin, ia harus menerima kalau pola persahabatan yang mereka jalani di SD, berbeda dengan persahabatan di bangku kuliah.

          Pemahaman kita tentang persahabatan dapat membantu kita dalam relasi dengan Allah : cukup dengan berusaha menjadi "sahabat yang baik" bagi Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun