Akupun memulai petualangan mecari jodoh. Aku mulai  mempraktekkan candaan teman-teman di kampus dulu. Kata mereka, nanti kalau sudah mau menikah, sisa ambil daftar teman-teman angkatan, mana yang belum menikah langsung "tembak" saja. Kalau mereka menolak baru ke junior-junior, kemudian ke kenalan ke fakultas lain atau kampus lain. Kalau ditolak juga silahkan angkat bendera putih tanda menyerah. Silahkan minta ke keluarga untuk dijodohkan.
Awal yang Berat
Setelah sholat istikharah, berbekal file biodata ta'aruf, aku mengirimkannya melalui email kepada seorang penghubung yang juga teman dekat wanita seangkatanku yang telah menikah. Biodataku pun sampai kepada wanita tersebut. Aku harus menunggu satu minggu untuk mendapatkan jawaban.
Waktu yang ditunggu telah tiba dan kutemukan balasannya melalui email juga. Dengan penjelasan yang panjang, pada intinya niat saya untuk melamarnya bertepuk sebelah tangan. Petualangan mencari jodoh pun berlanjut ke tahap selanjutnya, namun hal yang sama juga terjadi. Dengan alasan yang berbeda-beda aku ditolak, mulai dari sudah ada calon pendamping, masih mau kuliah hingga perbedaan aliran agama.
Akupun mulai menyerah dan akan mengangkat bendera putih. Aku siap dijodohkan oleh orang tua, siapa pun pilihan mereka akan aku terima. Akupun dijodohkan dengan seorang keluarga. Namun, perjodohan pun tidak berjalan dengan lancar. Setelah aku berdiskusi dengan wanita yang dijodohkan dengan aku, visi misi pernikahan kami ke depan tidak sejalan. Sehingga kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjodohan tersebut.
Aku pasrah dan tidak berharap lagi menikah di tahun tersebut. Aku hanya berdoa menyerahkan kepada Yang Maha Kuasa. Kalau Allah sudah takdirkan pasti akan terjadi. Setelah itu, aku hanya menyibukkan diri ku dengan belajar bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga, belajar menjadi suami yang bertanggung jawab kepada istri, belajar menjadi ayah setelah memiliki anak nantinya. Kusibukkan diri ku menambah hafalan Qur'an. Kata seorang penceramah yang selintas pernah aku dengar, kita harus memantaskan diri, kalau mau menikah pantaskan diri menjadi seorang suami. Kalau mau mendapat istri yang baik, perbaiki dulu diri mu.
Terlihat Secercah Cahaya
Tak kuduga, kalau sebelumnya aku yang memberikan biodata ta'arufku kepada wanita yang menjadi pilihanku, kali ini aku yang "dilamar" oleh seorang wanita. Biodata ta'arufnya kuperoleh dari calon istri kakakku yang rencananya akan menikah bersamaan denganku. Aku juga membalas memberikan biodataku. Aku membaca biodatanya. Masya Allah, seorang kriteria wanita yang saya idam-idamkan selama ini. Namanya Aisyah.
Tanpa berpikir panjang lagi, setelah sholat istikhorah tentunya, aku SMS Aisyah melalui nomor HP yang tercantumkan di biodatanya. Aku menyampaikan kalau aku akan datang ke rumahnya untuk melamarnya.
Namun, tiba-tiba aku harus berangkat ke ibukota untuk menyelesaikan tugas perusahaan. Paman saya yang tinggal tidak jauh dari rumah Aisyah langsung mendatangi orang tuanya. Alhamdulillah orang tuanya pun menyambut baik niat saya dan mempermudah uang "panaik". Uang "panaik" dalam tradisi Bugis-Makassar kadang penghambat proses pernikahan karena permintaan uang panaik dari pihak calon mempelai wanita terlalu banyak.
Akhir yang Bahagia