[caption id="attachment_327405" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi"][/caption]
Di tengah masyarakat yang super modern seperti kita sekarang, rupanya hal-hal mistis dan berbau supranatural masih menjadi bahasan banyak orang. Celakanya, mindset orang pada umumnya akan mengarah pada mistis jika menemui hal-hal yang dianggap sebagai suatu keluarbiasaan. Misalnya ada orang yang dengan menjadi kaya, maka asumsi orang secara umum menduga bahwa orang kaya tadi meraih kekayaannya dengan cara-cara mistis.
Seorang gadis cantik tiba-tiba dipacari/ dinikahi oleh laki-laki yang menurut pandangan orang "tidak level" secara fisik, segera saja digunjingkan bahwa laki-laki tadi menggunakan pelet atau gendam agar bisa memikat sang gadis.
"Kok bisa-bisanya gadis secantik itu nikah sama dia. Pasti ada apa-apanya," gunjing orang-orang.
Sebaliknya, jika ada seorang lelaki ganteng kaya lalu tiba-tiba lengket dengan seorang perempuan yang dipandang kurang baik, asumsi mistik pasti menjadi praduga no.1.
"Pasti si cewek pake pelet Nyi Blorong nih, paling cuman mau morotin duitnya saja,"
Gunjingan kita yang pada umumnya selalu mengarah pada hal mistik tentu menjadi renungan yang layak dipikirkan. Mengapa kita yang melek pendidikan, begitu mudah diseret untuk berasumsi mistis semacam itu? Memang, beberapa kejadian "tidak biasa" kerap diceritakan secara luas, bahwa di dunia ini ada "kekuatan" selain kekuatan Tuhan yakni yang bersumber dari kegelapan. Bahwa manusia dengan bantuan "kekuatan lain" bisa berbuat sesuatu, entah meraih kekayaan, dikasihi orang hingga mencelakakan pihak lain.
Jika kita sudah memandang bahwa "kekuatan mistis" sebagai alternatif usaha selain dari pengharapan pada Tuhan, nampaknya para Agamawan harus mulai memikirkan ulang tentang metode pengajaran agamanya selama ini. Terbukti, kita banyak menjadi kaum yang sudah "tidak percaya penuh" dengan kekuatan Tuhan dan lebih memilih menempuh jalur kegelapan.
Jelang Pemilu, banyak berseliweran informasi seputar "cara sukses jadi Caleg". Hampir semua yang terdengar adalah dengan cara datang ke si A atau si B, mengunjungi petilasan tokoh A atau tokoh B. Mengapa tawaran "cara sukses jadi Caleg" bukannya training komunikasi massa dan personal touch? Mengapa ketika butuh dana kampanye yang dicari adalah "amalan penghantar duit" dan bukannya teknik negosiasi sponsorship?
Aneh tapi nyata..
Barangkali inilah pelajaran dari kisah Iblis tidak mau sujud pada Nabi Adam.