[caption id="attachment_265892" align="aligncenter" width="522" caption="Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan (foto: KompasCom/Icha)"][/caption] Bukanlah sesuatu yang bersifat imajinasi belaka bila kemudian terdapat ungkapan “surgo nunut neroko katut”. Selain diangkat dari rentetan perjalanan peradaban, ungkapan itu telah pula berjibaku dengan realitas dari masa ke masa. Barangkali tidak saja dimaksudkan sebagai gambaran kondisi sosial, tetapi juga terkandung pesan moral seperti konsistensi, kesetiaan, keterpaduan dan totalitas. Dijaman yang dianggap sudah modern ini, ditambah pula adanya emansipasi wanita, kesadaran gender bahkan adanya kebijakan kuota 30% untuk perempuan, ungkapan “surgo nunut, neroko katut”, tidak lantas menjadi lekang. Wujudnya saja yang berubah dari waktu ke waktu. Dalam kasus tertentu, seorang istri yang suaminya menjadi pejabat, sang istri pun bisa saja secara defakto yang “menjabatinya”. Fasilitas dinas, mobil mewah, misalnya, bisa digunakan dengan leluasa, meski sekedar ajang pamer di forum arisan dan sejenisnya. Pegawai pun kerap disuruh-suruh, seolah-olah sebagai bawahanya. Bahkan terkadang lebih “galak” dari suaminya sendiri. Para pegawai itu pun, anehnya, terkadang lebih takut kepada perintah istri pejabat daripada kepada suaminya yang notabene sebagai pimpinannya. Dalam konteks seperti ini, apakah bisa dibilang sekedar “nunut”, atau malah merenggut? Dalam kasus tertentu pula, penderitaan seorang istri akan begitu heroik bila suaminya jatuh dari jabatan baik karir maupun politik. Sang istri akan menampakan rasa kesedihan yang amat dalam. Ia bisa berhari-hari bermuram durjana dan berurai air mata. Sedangkan sang suami, sudah bisa secepat waktu melepaskan diri dari rasa nista akibat tersungkur dari jabatan itu. “Ah sudahlah, anggap itu, hanya mimpi”, ujarnya enteng. Dalam konteks ini apakah sekedar “katut” ke “neroko”, atau terbenam? Adalah Dahlan Iskan yang memecat direktur BUMN dengan alasan sang direktur tersebut terlalu “disetir” istinya. Kebijakan ini akan terus dilakukan dalam rangka membenahi manajemen BUMN, Dahlan Iskan Akan Pecat Direksi BUMN yang Terlalu "Disetir" Istri. Kebijakan ini sebuah terobosan penting, karena diungkapkan secara lugas. Yang banyak kasus biasanya pemberhentian seperti ini, dialibikan dengan hal lain, sehingga pesan yang dimaksudkan tidak tersampaikan dan tidak menimbulkan dampak pembelajaran bagi yang lain. Pada peristiwa yang lain, yaitu kasus impor daging sapi yang sekarang masih hangat pemberitaanya, seorang aktor yang terlibat di dalamnya yang kerap dikaitkan dengan sebuah partai politik, telah memberikan tempat “nunutan” surgawi kepada para wanita cantik. Dari mobil sampai perhiasan mewah sebelumnya dinikmati dari aktifitas “nunut” surgawinya sang lelaki itu. Lantas ketika nantinya, sang lelaki itu terpuruk dalam “neraka”, menjadi narapidana, relakah mereka ikut serta, “katut” ke neraka? Oh tidak!!!! Atau,... siapa takut!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H