[caption id="attachment_118009" align="aligncenter" width="680" caption="Satpol PP Kota Jambi sedang mendata dua orang PNS yang tertangkap basah Kelayapan di mall pada jam kerja   (Gb: Tribun Jambi/ Kurnia Prastowo Adi)"][/caption] Tidaklah semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu malas, suka membolos, suka keluyuran di pasar, mall ataupun nongkrong di warung. Yang asyik main catur, tenis meja ataupun karambol setiap hari, juga tidak semuanya. Karena belum terdengar pemain catur, tenis meja ataupun karambol handal berasal dari kalangan mereka. Kerapkali memang sorotan ditujukan kepada para PNS, karena kinerjanya kurang memuaskan. Misalnya, apabila seorang PNS sedang asyik main catur, tiba-tiba ada masyarakat yang meminta pelayanan, ia tak acuh, meskipun pada jam kerja. Apalagi bila permainan yang dijalaninya sedang pada posisi mengasyikan. Hal yang sama, terjadi pada permainan sejenis seperti catur, karambol, bahkan bilyar. Tetapi, hal-hal buruk perilaku PNS tersebut tidak semua demikian. Itu kasuistik dan dilakukan oleh oknum kan? Bila benar bahwa PNS malas, ataupun kurang serius dengan pekerjaan, sibuk mencari penghasilan tambahan, bisa jadi pendapatannya kurang. Mereka perlu dilakukan pengelompokan berdasarkan profesionalitas pekerjaan, lalu diberikan tunjangan profesional. Sebelum itu, dilakukan semacam akreditasi profesi, kalau tidak lulus diberi pelatihan. Kalau masih merasa kurang, perlu dilakukan semacam renumerasi yang intinya agar pendapatannya meningkat drastis, kalau perlu dibuat berlipat ganda. Beres kan? Gaji PNS akan selalu disediakan dan seringkali menjadi prioritas anggaran. Pada saat ini saja, ada 16 daerah dengan porsi APBD terbanyak, untuk menggaji PNS. Prioritas Gaji untuk PNS ini penting, karena mereka di beberapa daerah termasuk kategori "priyayi", sehingga harus diperhatikan kepentingannya, termasuk keluarganya. Untuk kepentingan politik pun, dapat dijadikan instrumen penting guna meraih dukungan politik terutama saat-saat pemilu maupun Pilkada. PNS itu, Pegawai Namun Santai, itu plesetan yang ditujukan kepada PNS. Kalau rajin, itu bukan  santai. Meskipun begitu, santai tidak serta merta berarti malas. Kalau pun toh malas, akankah bisa diberhentikan atau dipecat oleh karenanya? Ada pula singkatan yang bernada sindiran, PNS: Pegawai Neng Sekarepe (pegawai tetapi seenaknya, bahasa jawa). Kalau ada PNS yang keluyuran di pasar, di mall, nongkrong di warung dan asyik bermain pada jam-jam kerja, apakah terpengaruh oleh singkatan ini, atau kah singkatan ini muncul dari fenomena yang ada. Tidak jelas asal muasalnya, yang mana sebab dan yang mana akibat. Seperti perdebatan antara telur dan ayam: lebih dulu telur atau ayam? Bupati Sumba Barat, JP Pandango mengatakan bahwa pada masa sekarang ini, seseorang yang masih menjadi calon PNS akan terlihat rajin. Namun setelah diangkat menjadi PNS, muncul perilaku asli. Mulai malas-malasan masuk kantor dan sebagainya. Di Palangkaranya, dalam satu hari saja (14/3/2011)  sebanyak 20 PNS tertangkap tangan sedang kelayapan di berbagai pasar di Kota Palangkaraya pada jam-jam kerja. Di Jakarta sendiri, lebih dari 100 PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta membolos, tidak masuk kerja, Senin (6/6/2011). Padahal pemerintah sudah memberinya cuti bersama selama 4 hari sebelumnya. Berbagai penyimpangan yang ditemukan oleh internal kelembagaan sebagaimana tersebut di atas, bisa jadi jumlahnya akan sangat banyak. Meskipun kalau dibandingkan dengan jumlah keseluruhan, tentu tidak seberapa. Tetapi kalau hal demikian dianggap kasuistik belaka, tidaklah sepenuhnya dapat dipercaya. Dari waktu ke waktu, tak pernah kunjung sirna. Pendekatan yang dijalankan selama ini, tidak bisa menimbulkan efek jera. Berarti, bukan hanya soal etos kerja. Tampaknya ada masalah besar yang sedang menggurita di dalamnya. Tidak cukup diselesaikan dengan cara-cara biasa. Tetapi, apakah pemerintahan sekarang ini bisa (berani)? Gagasan pemerintah: PNS akan dijadikan outsourcing, sebenarnya merupakan gagasan yang cukup berani, tetapi sayang pemerintah tampaknya tidak cukup percaya diri dengan gagasannya itu. Sungguh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H