Mohon tunggu...
Akhmad Sujadi
Akhmad Sujadi Mohon Tunggu... Penulis - Menulis Untuk Indonesia Yang Lebih Baik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Bukan Pekerja Kantoran

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Menikmati Hasil Pembangunan Purbalingga

9 Agustus 2020   06:25 Diperbarui: 14 September 2020   08:44 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terima liar. Lebih ramai dari yang resmi (Dokpri)

Sepulang sholat subuh di Mushola biasa berjamaah,  di pertigaan jalan kami berhenti. Saya, istri, mbah Mu'min tetangga baik, berhenti sejenak. Sambil menunggu sepi lalu lalang lalu lintas kendaraan sebelum menyeberang,  kami bertiga melihat baliho Pilkada Purbalingga.

Baliho pertama menampilkan pasangan Bu Tiwi Pak Sudono yang dikemas Tiwi-Dono. Baliho kedua pasangan Mas Oji-Kang Zaini dengan tulisan "Lakone Anyar, Kabeh Gemebyar" .

Mbah Mu'min usianya lebih dari 80 tahun. Beliau sudah banyak makan asam garam kehidupan. Pilkada juga sudah beberapa kali dia ikuti. Mbah Mu'min menjadi panutan kami dilingkungan rukun tetangga (RT).

Terima liar. Lebih ramai dari yang resmi (Dokpri)
Terima liar. Lebih ramai dari yang resmi (Dokpri)
Setelah kami menyeberang jalan, kami melihat bersama baliho-baliho yang dipasang di sekitaran lingkungan kami. Mbah Mu'min yang mengawali buka suara. "Niku sing kidul gambare sinten?" (baliho yang selatan punya siapa?).

Oleh istri, dijawab singkat "Bu Tiwi. Ibu Bupati Purbalingga. Beliau akan maju mencalonkan diri kembali sebagai Bupati Purbalingga. Beliau berpasangan dengan Pak Sudono," kata istriku disambut manggut Mbah Mu'min.

Kemudian dilihat pula baliho kedua, baliho pasangan Mas Oji-Kang Zaini. Baliho itu dipasang agak miring. Penapakan juga kurang pas karena dipasang agak miring, dendek.

Trotoar ditumbuhi Warung (dokpri)
Trotoar ditumbuhi Warung (dokpri)

Meskipun dipasang dendek mbah Mu'min justru tertarik. "Niku calon imam nggih?" itu calon imam kita, pemimpin kita Bupati Purbalingga? "Ya imam ya kudu lanang," celetuk istriku nyelonong bicara.

Perjalanan  dari mushola ke rumah hanya berjarak 200 meter. Namun waktu  tempuh kami pulang lebih dari 20 menit. Sesekali kami berhenti menikmati udara pagi yang sejuk. Lalu mbah Mu'min pamit dan segara masuk rumah, kami berdua masih di pertigaan jalan, namun pertigaan kecil memasuki gang.

Geliat gelaran Pilkada serentak mulai hangat. Purbalingga akan memilih pemimpin baru. Sementara sudah dua pasang calon, Tiwi-Dono diusung PDIP, Golkar dan PAN dan pasangan Mas Oji-Kang Zaini diusung PKB, PPP, Nasdem dan Partai Demokrat. Kabarnya Gerinda akan menyusul bergabung dengan Oji-Zaini. 

Kekuatan 4 partai pengusung plus Gerindra  bisa sangat kompak, kuat di Purbalingga. Meskipun dari jumlah kursi di DPRD 5  partai ini kalah jumlah kursi dibanding PDIP, Golkar dan PAN, kekuatan di akar rumput warga nahdliyin membumi, Oji-Zaini diperbincangkan warga Purbalingga.

Dalam Pilkada dimasa pandemi covid-19 petahana diuntungkan. Pemerintah pusat banyak menggelontorkan dana bantuan sosial ke masyarakat. Penyaluran dana ini rawan  ditumpangi embel-embel, ajakan memilih petahana.

Petahana yang memiliki jalur komando kepada para Kades, dengan bahasa  tak terang-terangan maupun bahasa resmi bisa  merayu  para Kades agar bantuan ini sampai ke masyarakat. Bantuan harus "netes" ada hasil,  masyarakat pilih petahana.

Obrolan bersama istri ini berlanjut. Kami sepakat mengobrol sambil jalan-jalan keliling kota kesayangan, kota Bobotsari. Kami star menuju jalan kantor pos, belok kiri hingga Pos Polisi Gandasuli,  lalu  ke kanan lewat  Kampung baru. Pilihan ke kampung baru, jalan bisa lebih santai, ternyata tidak kesampaian. 

Lalu lintas jalur kampung baru sangat padat. Kendaraan ke terminal dan jalur ke Pemalang menjadikan jalan ini ramai. Kami berjalan di trotoar yang dibangun Pemda Purbalingga 3 tahun silam. Trotoar berfungsi baik. Pasalnya bisa full untuk pejalan kaki, tanpa ada bangunan di atasnya. Beda dengan trotoar di jalur depan kantor kecamatan ke Barat, Selatan dan Timur yang banyak warung, material bangunan hingga garasi mobil di tempat pejalan kaki.

Berjalan di trotoar Kampung Baru tidak mudah. Bila tak hati-hati kaki bakal keseleo. Trotoar yang seharusnya dibangun indah, menarik dan aman bagi pejalan kaki, malah didesain naik turun-turun. Blinjat-blinjut sangat tidak nyaman.

Mas Joko, temanku, yang punya toko di jalur kampung baru bahkan mengusulkan agar Pemda Purbalingga melihat dan mengecek kembali trotoar agar bisa berfungsi, mudah untuk jalan, dibuat rata. "Dibuat trotoar jalan jadi sempit, desain asal-asalan," gerutunya ketika penulis bertamu.

Tak terasa kami sudah memasuki terminal Bobotsari. Terminal yang sudah melegenda  ini masih tetap kumuh. Hanya bus-bus besar terparkir di terminal. Sementara angkot jurusan Purbalingga yang masuk terminal hanya muter saja, itu juga tidak semua angkot masuk. "Jadi pengelolaan memang sangat kurang baik."

Fungsi terminal untuk koneksi antar moda darat dari berbagai jurusan. Sayangnya terminal Bobotsari fungsi itu sudah hilang. Masyarakat yang turun dari bus tidak bisa langsung bisa mendapatkan kendaraan lanjutan. Bagi warga ke arah Rembang,  harus jalan kaki, jauh ke wetan prapatan sebagai terminal liar.

Lalu masyarakat yang akan ke Golaga, Karang Reja harus jalan kaki ke arah Pegadaian. Kemudian yang ke arah Tangkisan, Pengalusan  harus ke Kidul Pasar. Terminal Bobotsari kini merepotkan, bukan memudahkan.

Trotoar yang brinjal-brinjul, terminal yang tidak berfungsi baik merupakan problem yang mestinya dapat diselesaikan pemerintah daerah, Bupati, Camat, Dishub bisa duduk bareng merancang kota lebih baik. Lebih bersahabat dan nyaman. Masih ada waktu 4 bulan  untuk membenahi kota. Mampukah? Masyarakat menanti "kerja nyata lan ana karyane" karya yang bermutu, tidak asal jadi. Yuu biasakan jalan kaki, pilih dulu jalan Kampung Baru Bobotsari.  ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun