Sebagai warga Purbalingga, tak terlalu bangga atas kinerja pemerintahan dalam 10 tahun terakhir. Jalan-jalan kampung yang kami kelilingi antara Karangjambu-Jingkang-Tambi, sangat mencolok bedanya dengan wilayah Kabupaten Pemalang yang lebih mulus. Didaerah hutan pinus yang masuk wilayah Purbalingga jalan aspal bebatuanya sangat sulit dilewati.
Lalu ketika akan menerobos jalan Karangjambu-Ponjen yang konon lebih dekat menuju Bobotsari, jalanya masih bebatuan belum diaspal. Sudah sekian lama rencana masih belum terealisasi. Padahal bila jalan itu tersambung untuk menuju Karang Jambu tidak sulit dari Banjarkerta-Ponjen.
Kemudian ketika menelusuri Karanganyar-Pegunungan-Tangkisan jalannya juga dibiarkan tak terawat dan rusak. Jalan amblas sudah lebih dari 2 tahun tak tersentuh kecuali hanya diurug sekenanya. Lalu ketika menerobos dari Karang Malang menuju Tangkisan juga jalanya tidak mulus. Lalu kita menuju Kota Bobotsari. Sejak dulu hingga lebih dari 2 bupati kotanya tak pernah berubah.
Fungsi trotoar sebagai tempat pejalan kaki di beberapa tempat berubah fungsi dipasangi warung. Dipasangi garasi mobil. Lalu adakah aparat Kecamatan yang peduli, menertibkan mengembalikan fungsi trotoar dan hak pejalan kaki? Lalu masuklah ke pasar Bobotsari yang masih baru, di mana-mana kotor.
Lalu, lihatlah mutu bangunannya. Mutu toiletnya, mutu kios-kiosnya. bangunanya baru, namun  tak terlalu baik, cek ke tangga masuk, saksikan sendiri. Lalu cek tangga belakang, semua tidak ada yang bisa dibanggakan. Kios-kios lapak diatas banyak yang kosong, terlebih paling pinggir belakang, lihatlah.
Sejak Pasar Bobotsari direnovasi, tumbuh Pasar Pagi di jalan raya. Pasar pagi konon meruapakan pasar sementara untuk menampung pedagang saat renovasi, namun pada kenyataanya renovasi pasarnya selesai Pasar Paginya masih bertahan di jalanan.
Memang adanya Pasar Pagi memberikan rezeki baru bagi pedang, masyarakat di sekitar Pasar Pagi. Namun akankah terus dipertahankan kondisi ini? Sejak direnovasi kondisi di Pasar Bobotsari tidak makin ramai. Malah makin sepi. Pembeli makin berkurang yang pergi ke pasar. Sepinya pedagang memang bukan satu-satunya penyebab orang enggan datang ke pasar.
Berjalanlah di trotoar antara jalan terminal ke arah selatan menuju Pos Polisi Kalisoso. Trotoarnya benjlak benjluk, sulit buat jalan. Dibuat trotoar malah jalanya makin sempit sementara trotoar yang tidak rata tidak memberikan kenyamanan kepada pejalan kaki. Banggkah dengan hasil pembangunan Purbalingga yang menyusahkan warganya berjalan di trotoar?
Lalu berjalanlah di jalan-jalan Kota Bobotsari, dari perempatan Karanggandul menuju Kecamatan lewat trotaor terus, pasti tidak akan sampai karena ada bangunan usaha di trotoar. Kemudian balikkan badan dari depan masjid Bobotsari menuju Karanggandul, sudah pasti tidak akan sampai karena ada bangunan di trotoar. Ironisnya bangunan itu persis di depan kantor Kecamatan, sebelah kantor pegadaian.
Setiap rakyat lewat, pasti terhambat. Beda dengan pejabat yang tak pernah melihat, hanya lihat dari mobil saja. Â Melihat dan lihat tentu berbeda. Liat Cuma liat tidak peduli dan tergerak hatinya, namun kalau melihat dia ada terinspirasi untuk memikirkan penataan.
Belum kepayahan berjalan keliling Kota Bobotsari. Masuklah ke  terminal bus. Wajah terminal dari sudut barat laut terututup warung tak permanen yang mengganggu pemandangan dan menghambat pejalan kaki berjalan semestinya, berjalan di trotoar sesuai aturan.