Mohon tunggu...
Akhmad Rudi Masrukhin
Akhmad Rudi Masrukhin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Bimbingan dan Konseling - Ketua LPPM Universitas Al-Falah As-Sunniyah Kencong Jember

Menyukai buku, menulis, dan jalan-jalan keluarga. Penulis buku "Strategi Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa; Panduan Praktis Bagi Guru dan Orang tua" (Klik Media, 2022)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Design Thinking dalam Pengabdian Masyarakat Berbasis Riset

23 Juli 2023   19:59 Diperbarui: 23 Juli 2023   20:10 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi PkMBR UAS 2022

PENGERTIAN DAN AKTUALISASI 

Diantara wujud konsekuensi manusia hidup di dunia ialah berdampingan dengan masalah. Sementara, sebagian orang beranggapan bahwa masalah itu perkara yang harus dihindari bahkan sebisa mungkin dijauhi. Namun faktanya, sebagian lain menjadikan masalah sebagai batu pijakan dalam meraup kemanfaatan, buah ilmu pengetahuan, juga teknologi. Sisi unik manusia sebagai makhluk yang selalu tidak puas dengan solusi hidup, justru bakal memantik inovasi keilmuan dalam meningkatkan taraf hidup seiring dengan laju zaman.

Ilmuwan dan para peneliti adalah sekelompok manusia yang dirundung kegelisahan dan hendak menyibak signs kehidupan di alam semesta.  Melalui kekuatan nalar dan fikir, lahirlah metode ilmiah, yaitu cara sistematis yang digunakan oleh peneliti untuk menyelesaikan suatu masalah. Metode ilmiah diketahui memiliki kriteria sebagai berikut: sistematis, yaitu berurutan; konsisten, yaitu kesesuaian diantara unsur-unsurnya; operasional, yaitu dapat menjelaskan proses penelitian.

Berangkat dari sinilah muncul berbagai metodologi, desain, dan pendekatan yang dimanfaatkan sebagai instrumen analisis dalam memecahkan masalah di berbagai bidang dalam sendi kehidupan, terutama dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis dan riset.  

Salah satunya ialah Design thinking,  merupakan perangkat yang luar biasa untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dan salah satu alat inovasi yang lagi ngetrend saat. Design thinking merupakan proses dalam membuat ide baru dan inovatif yang dipakai untuk memecahkan masalah. Perusahaan konsultasi desain internasional IDEO menjabarkan,

“Design thinking memiliki inti yang berpusat pada manusia (Human Centered), yang dapat mendorong organisasi melakukan inovasi melalui penciptaan produk, layanan, dan proses internal lebih baik dengan memfokuskan pada pengguna/manusia”

Metode tersebut dipopulerkan oleh David Kelley-Tim Brown (pendiri IDEO), serta Roger Martin Metode pengembangan kreativitas dan metode desain dikembangkan untuk pertam kalinya sekitar tahun 1950-an. Pada tahun itu, muncul ide pemikiran desain sebagai sebuah pendekatan untuk memecahkan masalah secara kreatif. John E Arnold, penulis pertama yang mengulas tentang design thinking dalam bukunya yang berjudul “Creative Technique”(1959).

John Arnold lahir di Minneapolis, Minnesota. Arnold mendapatkan gelar bidang psikologi tahun 1934 dari University of Minnesota, MS dalam bdang teknik Mesin tahun 1940 dari Massachusetts Institute of Technology. Selanjutnya, ia bekerja sebagai perancang mekanik. Dari perancang dan peneliti mekanik beralih menjadi pengajar di MIT hingga menjadi Profesor Teknik Mesin  Stanford University.

Latar belakangnya sebagai seorang sarjana psikologi dan teknik mesin membuat pemikiran Arnold menjadi revolusioner. Ia kemudian mengembangkan teknik pemecahan kreatif yang kemudian hari berkembang dan dipopulerkan oleh David Kelley dari IDEO.

Design Thinking dalam membuat inovasi berpedoman pada tiga aspek, antara lain:  

  • Desirability: Apakah produk atau layanan yang akan dibuat masuk akal? Bisa diimplementasikan?.
  • Feasibility: Apakah secara fungsional layak untuk digunakan oleh pengguna, termasuk di masa yang akan datang?
  • Viability: Produk atau layanan yang dibuat apakah bisa menjadi bagian dari model bisnis/organisasi yang berkelanjutan?

Sumber: Ideo
Sumber: Ideo

Konsep design thinking awalnya banyak digunakan pada proses mendesain produk yang berbasis pada user atau pengguna. Tujuannya adalah untuk menghasilkan produk yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna. Contoh pemanfaatan design thinking dapat dilihat pada desain website dan aplikasi perusahaan-perusahaan besar yang nyaman untuk dilihat dan dioperasikan karena dirancang berdasarkan user experience atau sering diistilahkan dengan UX designed. Atau perencanaan kemasan produk yang menyesuaikan kebutuhan pengguna, misalnya kemudahan dipegang, warna kemasan, dan sebagainya. Adapun fase dalam merumuskannya sebagaimana berikut:

Empathise

Tahap pertama dari proses design thinking adalah mendapatkan pemahaman empati tentang masalah yang kita coba selesaikan Hal Ini melibatkan konsultasi dengan para ahli untuk mempelajari lebih lanjut tentang bidang yang relevan dengan cara mengamati, berinteraksi dan berempati dengan orang-orang untuk memahami pengalaman dan motivasi mereka, sehingga akan memperoleh pemahaman pribadi yang lebih jelas tentang masalah yang relevan.

Empati sangat penting untuk proses desain yang berpusat pada manusia seperti design thinking dan memungkinkan pemikir desain untuk mengesampingkan asumsi mereka sendiri tentang dunia untuk mendapatkan wawasan terkait pengguna dan kebutuhan mereka.

Define

Tahap kedua dalam melakukan design thinking adalah Define. Dalam tahap ini,  Kita bisa mengumpulkan informasi yang Kita buat dan kumpulkan selama fase Empathize.

Disinilah Kita akan menganalisis dan mensintesis pengamatan untuk mengidentifikasi masalah utama yang diidentifikasi. Kita harus mencoba mendefinisikan masalah sebagai pernyataan masalah yang berpusat pada manusia.

Misalnya, cara yang lebih baik untuk menggambarkan masalah sebagai “Kita perlu meningkatkan pangsa pasar produk makanan di kalangan remaja putri sebesar 5%” daripada mendefinisikan masalah sebagai keinginan atau kebutuhan perusahaan, “Remaja putri perlu makan bergizi pangan untuk berkembang, sehat dan tumbuh”.

Fase define ini akan membantu desainer dalam tim mengumpulkan ide-ide hebat untuk membuat fitur, fungsi, dan item lain yang akan memungkinkan mereka untuk memperbaiki masalah, atau setidaknya memungkinkan pengguna untuk memecahkan masalah mereka sendiri.

Ideate

Tahap ketiga dari proses design thinking adalah ideate. Pada tahap ini kita diharuskan siap muai menyaring sejumlah opsi gagasan yang ada untuk mendapatkan kemungkinan solusi untuk memecahkan masalah. Jadi ideation adalah proses menghasilkan gagasan/ide yang luas tentang topik-topik tertentu, tanpa menilai, mengevaluasi atau membenarkan salah satu yang berpusat pada manusia.

“ Creativity is not the finding of a thing, but the making something out of it after it is found.” — James Russell Lowell.

Ada banyak teknik pembangkitan ide seperti brainstorming, brainwriting, ide terburuk, dan scamper. Sesi Brainstorming dan kemungkinan ide terburuk sering digunakan untuk mendorong pemikiran bebas dan memperluas ruang masalah. Sangat penting untuk mendapatkan ide atau solusi masalah sebanyak mungkin. 

Nah, disinilah kemudian muncul kemungkinan banyak ide sebagai alternatif solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Setelah sesi ideation ini, ide-ide yang ada dikumpulkan, kemudian dikategorikan, disempurnakan, dan dipersempit, sehingga tim dapat memilih solusi yang terbaik

Prototype

Pada tahap ini, tim desain akan menghasilkan serangkaian versi produk yang diperkecil dan berbiaya rendah atau fitur spesifik yang ditemukan dalam produk, sehingga mereka dapat mengeksplorasi solusi untuk masalah yang dibuat pada tahap sebelumnya.

Prototype dapat dibagikan dan diuji di dalam tim, di departemen lain, atau dengan sekelompok kecil orang di luar tim desain. Ini adalah fase percobaan dan tujuannya adalah untuk menentukan solusi terbaik untuk setiap masalah yang diidentifikasi dalam tiga fase pertama.

Solusi diimplementasikan dalam prototype dan diteliti dan diterima secara individual, direvisi dan diperiksa kembali serta ditolak berdasarkan pengalaman pengguna.

Pada akhir fase ini, tim desain akan memiliki gagasan yang lebih baik tentang kendala dan masalah yang melekat pada produk, dan akan memiliki pandangan yang lebih jelas tentang bagaimana pengguna sebenarnya akan bertindak, berpikir, dan merasa saat berinteraksi dengan produk akhir.

Test

Seorang desainer thinking secara ketat menguji seluruh produk menggunakan solusi terbaik yang diidentifikasi selama pembuatan prototype. Ini adalah tahap akhir dari pemikiran desain, tetapi dalam proses berulang, hasil yang dihasilkan dalam tahap pengujian sering digunakan untuk mendefinisikan kembali satu atau lebih masalah dan menginformasikan pemahaman pengguna, kondisi penggunaan, bagaimana orang berpikir, bertindak, dan merasa berempati. Bahkan pada tahap ini, perubahan dan perbaikan dilakukan untuk menghilangkan solusi masalah sebagai upaya untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang produk dan penggunanya.

Berikut contoh skema yang pernah dikembangkan dari hasil perasan design thinking secara sederhana berupa tugas belajar siswa SLTA, giat KKN Mahasiswa atau Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Riset (PkMBR) di Universitas Al Falah Assunniyyah Kencong Jember tahun 2022:

Sumber: Enggar.net
Sumber: Enggar.net

DESIGN THINKING DALAM PENGABDAN MASYARAKAT BERBASIS RISET

Disamping digunakan untuk melahirkan prototipe proyek dan uji kelayakan sebuah produk, design thinking juga banyak dimanfaatkan sebagai instrumen dalam menyusun program yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat. Sistematika dan tahapannya yang begitu detail, menjadikan derajat probabilitas keberterimaan (acceptable) begitu tinggi, dan margin error yang relatif rendah. 

Sehingga di beberapa perguruan tinggi, design thinking dijadikan sebagai instrumen analisis pada tahap eksplorasi potensi dalam program pengabdian masyarakat yang merupakan satu-kesatuan Tridarma perguruan tinggi. Disitu terdapat metode yang umum dipakai dalam giat pengabdian masyarakat, diantaranya: 

PAR (Parcipatory Action Research), PRA (Parcipatory Rural Appraisal) atau PLA (Parcipatory Learning and Action), ABCD (Asset Based Community Development), SL (Service Learning), CBR (Community Based Research), dan sebagainya. Pada intinya, dari metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Tentu, dalam penerapannya disesuaikan dengan tipologi, kultur-budaya, kondisi sosial, demografi, dan asas keterbutuhan masyarakat (need society).

Namun semenjak pandemi Covid, 3 tahun silam, banyak perguruan tinggi yang dalam hal ini LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) memutar otak bagaimana mereformulasi metode pengabdian yang kompatibel dengan kondisi saat itu agar stage education yang bernilai 4 SKS bisa tetap berlangsung. Kendati aktifitas sosial dibatasi oleh pemerintah. Karena satu ciri Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah intens dalam aktifitas bermasyarakat.

Di Universitas Al Falah Assunniyyah (UAS) Kencong, salah perguruan tinggi yang berada daerah Jember Selatan Jember Jawa Timur pun demikian. Tim pengembang di LPPM merenovasi panduan giat KKN dengan dimasukkannya unsur luaran dari riset dan publikasi yang terintegrasi dan bersifat pengabdian individu. Adapun bentuk laporan tidak lagi dipenuhi dengan kegiatan harian dan mingguan selama masa pengabdian hingga bertebal-tebal jilid. Namun, lebih tersistem dengan mengangkat satu tema program unggulan berbasis potensi masyarakat. 

Alasannya lebih menitikberatkan pada luaran yang bernilai literatif dan ilmiah. Maka dari itu, para tim sepakat memberi nama giat pengabdian masyarakat tersebut dengan sebutan PkM-BR atau Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Riset. Adapun metode yang dikembangkan dinamai EBR (Empowerement Based Research) yang bersifat eklektik; perasan dari metode PAR dan ABCDAdapaun tahapan yang dikembangan dalam metode eklektik-adaptatif tersebut antara lain: Exploration, Create and Action, Evaluation, Report and Dissemenation, yang kemudian disingkat tau disingkat dengan ECA-EvaReD.

Pada tiap tahapan terdapat teknik yang begitu menentukan berhasil atau tidaknya proses pengabdian di masyarakat. Tahapan yang dianggap paling vital dalam rangkaian metode ini terletak pada eksplorasi. Dimana para peneliti dituntut untuk mampu menggali dengan cermat, cepat, dan tepat sasaran sesuai dengan potensi dan asas kebutuhan di masyarakat. Lantas, dimana masuknya Design Thinking dalam hal ini ? 

Sebagai alternatif sekaligus formula dalam tahap eksplorasi, maka ia  menjadi instrumen dan alat dalam menganalisis, uji kelayakan, kebermnafaatan (usefull), hingga menjadi prototipe produk atau program yang bernilai bagi masyarakat ataupun perusahaan. 

Nah sebagai contoh yang pernah dilaksanakan dan berkelanjutan (sustainable) dan menjadi binaan hingga saat ini diantaranya, program desa peduli pendidikan anak yatim di desa Mojosari Kecamatan Puger dan produksi olahan jeruk limbah sortir (bangle) berbentuk selai jeruk. Kini dikelola lebih lanjut oleh kelompok ibu-ibu yang mayoritas berstatus PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) desa Umbulrejo Kecamatan Umbulsari. Berikut contoh skema pengembangan dari buah PkMBR UAS:

Sumber: Dokumentasi PkMBR UAS 2022
Sumber: Dokumentasi PkMBR UAS 2022

Atau diskemakan dalam bentuk pilar program:

Sumber: Dokumentasi PkM-BR UAS 2023
Sumber: Dokumentasi PkM-BR UAS 2023

Jadi, apapun bentuk rencana pengembangan program yang menyentuh hajat masyarakat, perlu adanya instrumen analisis tepat berdasarkan potensi dan kebutuhan. Metodologi yang dipakai dalam pengabdian masyarakat penting sebagai kendaraan. Tahapan adalah roda  yang menentukan haluan. Instrumen analisis dan stake holder bak komponen mekanik yang menentukan keberhasilan sebuah proses pengabdian kepada masyarakat. rd*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun