2017 nampaknya adalah tahun yang berat bagi Airbus Grup. Banyak Permaslahan menjerat pemain bisnis aviasi itu. Beberapa produk hasil ciptaanya mengalami kendala teknologi, tidak sedikit juga kendala itu menimbulkan kecelakaan serius yang mengakibatkan korban jiwa. Keadaan itu telah membuat Airbus kehilangan kepercayaan pasar, dan penjualan produknya menglami penurunan drastis. Laporan keuangan Airbus Grup pada kuartal I 2017 mencatat penurunan laba bersih secara tajam, yaitu sebesar 52 %. Hal tersebut dilancir oleh Kompas, Laba Bersih Kompas Menukik 52%
Permasalahan teknologi sebenarnya telah mengintai Airbus sejak lama. Seperti yang ditemukan oleh Royal Malaysian Air Force (RMAF), mereka menemukan pada masalah  gearbox pada produk EC752 atau yang biasa dikenal sebagai Super Puma (Helikopter yang sama juga digunakan sebagai pesawat kepresidenan). Permaslahan gearbox pada Super Puma telah membuat Malaysia memboikot pembelian Helikopter Super Puma atau Caugar EC752.
Tidak hanya persoalan kendala teknologi pada produk Airbus, skandal suap-menyuap juga menjadi soal yang sedang menyoroti Airbus. Â Airbus ditenggarai melakukan persekongkolan pengadaan mesin pesawat bersama Bos Garuda Indonesia, Emirsyah Satar. Â Kasus tersebut juga menarik pabrikan mesin pesawat Roll-Royce . Keadaan tersebut menyebabkan beberapa negara Eropa melakukan peninjauan ulang kerjasama dengan Airbus, Austria adalah negara yang termasuk melakukan hal itu. Inggris juga sedang melakukan investigasi terhadap kasus suap yang diperkirakan berskala global ini. Keadaan tersebut membawa dampak terjun bebasnya kinerja keuangan Airbus.
Perbincangan aviasi dan industri pertahanan global saat ini sudah mencoret nama Cougar atau Super Puma (EC725) dari daftar pilihan. Dunia saat ini justru merekomendasikan 2 produk sebagai pilihan utama yakni produk Black Hawk dan Agusta Westland sebagai pilihan utama yang memiliki teknologi canggih, jauh di atas heli EC725 buatan Airbus Group. Tulis sebuah referensi ini: Air Force fight: Is Northeast Philadelphia airship 'the right solution'?
"Dari sejak dipindahtangankan ke Kementerian BUMN dan ditentukan sendiri oleh BUMN, terjadilah segala polemik permasalahan itu, akibat tidak adanya lembaga audit teknologi resmi yang dilibatkan. Itulah sebabnya, pengakuan kemajuan teknologi industri pertahanan hari ini, berbeda dengan di jaman Pak Habibie masih menempatkan Kemenristek sebagai penentu dan auditor pembelian Alutsista. Dulu klaim kita diakui dunia, kini klaim kita hanya diakui kita sendiri. Dunia tak lagi akui," tegas Hikam.
"Dengan cara ini, polemik tak perlu dan membuang-buang waktu seperti yang terjadi belakangan ini dapat segera diselesaikan, agar tidak berlarut-larut dan membuang-buang energi," tegas Connie.
Fakta kerjasama Airbus dan PTDI hanya memberikan Transfer of Technology (ToT) ke RI sebesar 7% saja. Sisanya sebanyak 93% dibeli dari Perancis.