Mohon tunggu...
Akhmad Mustaqim
Akhmad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa, penikmat kata, pekerja, dan selalu berusaha menjadi manusia bermanfaat.

Hobi membaca merangkai kata

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sebuah Catatan Singkat Diskusi Budaya

20 Januari 2024   16:38 Diperbarui: 20 Januari 2024   16:38 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa menurut Hebernas bukan hanya sebagai alat komunikasi melainkan tindakan. Pernyataan tersebut sengat luas untuk ditafsirkan secara semantik saja. Namun juga perlu dan butuh dimaknai secara semiotis atau secacara filosis. Makna secara semantik ya manusia berbahasa merupakan tindakan manusia sebagai eksistensi makhluk simbolik. Sedangkan secara semantik sebagai alat komunikasi, ya memang semestinya manusia bisa berbahasa dan bisa berbudaya dengan bahasa. Makan secara filosofis dapat dikatakan bahasa sebagai identitas dan entitas manusia berkehidupan yang baik berbudaya. Manusia yang bisa menciptakan keberagaman bahasa. Dengan budaya keseharian yang dapat dijadikan hidup berbahagia, yang berdampingan dengan apa yang telah dicipta atau dilakukan kepada orang lain. Hidup yang dirasakan oleh manusia lain bahwa hidup berbahagia itu bagian dari budaya. 

Namun bukan yang hedonism melainkan hidup minimalis sesuai kehidupan dan kebutuhan. Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.2 Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok. Lalu budaya yang hasil dari karya manusia yang diakui oleh negara lain bagaimana? Seperti halnya; tempe diakui diresmikan Unisco produk Jepang, Reog, Li Galigo, dan budaya lainnya. Hal tersebut dapat dipandang dari dua sisi. Pertama dari segi masyarakat Indonesia yang kadang kurang peduli dan memberi apresiasi kepada budaya, sehingga ketika budaya diambil akan merasa dirugikan. Padahal sebelumnya tidak diperhitungkan atau diperhatinkan. Kedua memang secara konvensi Unisco mereka mengajukan hak cipta budaya yang diakuinya sangat kuat sehingga wajar meresmikan sebagaimana sesuai ketentuannya. 

Adapun cara merawat budaya yang takbenda dan benda, yaitu dengan cara memulai dari diri kita sendiri, lalu memulai memberikan dampak kepada kelompok lain. Atau dapat memberikan dampak dalam kehidupan kita. Sehingga itulah cara paling efektif untuk tetap bisa merawat secara sekala kecil. Karena negara terkadang belum bisa menjangkaunya. Walaupun terjangkau kadang masih bersifat delebratif. Delebratif suatu kesepakatan yang akan lama dan alot dengan penggunaan logika dan nalar dan alih-alih kekuasaan, dialog, dan kreativitas. Sehingga budaya merupakan sebuah hal yang nunggu disepakati oleh beberapa elemen saja, yang dapat dikatakan terkadang kurang berkopeten di bidangnya. 

Lalu bagaimana budaya dijadikan laku kehidupan sehari-hari. Jika pendapat Habermas (1992) mendeskripsikan demokrasi deliberatif sebagai model demokrasi yang melahirkan aturan hukum yang legitimasinya bersumber dari kualitas prosedur deliberasi, bukan saja dalam lembaga-lembaga formal negara (seperti parlemen), tapi juga yang terpenting dalam masyarakat secara keseluruhan. Semoga kita bisa menjadi makluk berbudaya dan memahami budaya. Selamat berdiskusi. 

*Catatan penulis: Tulisan sebagai bahan diskusi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun