Jika pertemuan lalu membekas. Saat itu ku menuliskannya. Kurang lebih pertemuan sebentar dengan salah satu seorang teman itu begini pertanyaannya.Â
"Bagaimana mas bisa menulis?"Â
Pertanyaan tersebut membuat pendengar sangat geli dan gemetar mau menjawab. Sebab menulis bukan tugas manusia. Manusia hanya ditugaskan untuk "iqro" yang terdapat dalam surat Al-alaq. Dengan terbata-bata menjawab "saya hanya belajar, sisanya saya perlu banyak baca dulu, menulis hanya bonus dari apa yang dibaca!" Begitulah kurang lebih rumus menjawab pertanyaan tersebut. Ya, dari setiap perjalanan persoalan selalu saja bisa kita alihkan ke dalam suasana lain, dengan menulis bagi yang suka, bagi yang tidak ya cara lain, prestone, dengan musik sendirian, pergi ke pasar, dan atau sekedar ngopi duduk sambil lalu bercerita. Namun yang penting dari semua bisa membaca semua hal. Selaras dengan ayat pertama di surat Al-alaq berbunyi "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu." Kurang lebih begitu untuk membuat kita sadar kalau ada hal penting bisa kita reduksi dari menulis dan membaca, untuk mengarah pada hal kebaikan.Â
Dalam konteks di atas, membaca bukan  sekedar membaca teks. Tapi juga dapat membaca banyak hal dari dinamika hidup. Terpenting bisa mengarah kebaikan. Cara tersebut saya mengapresiasi keberadaan Tuhan dengan pesan-pesannya yang estetik dan antik, karena sangat bijaksana.Â
Pertemuan penulis dan pembaca. Pada akhirnya akan kembali pada tujuan serta arah tulisannya akan ke mana melaju. Ke arah lebih baik atau lebih buruk. Sesederhana tulisan akan punya nilai lebih serta perlu diapresiasi. Begitupun pembaca bisa mengambil intisari lalu bisa mengaplikasikan sekecil apapun, dan kesangsian hidup terus berbanding baik agar berbiak. Mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H