Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Anak Jenaka Mungkin Juga Anak Cerdas?

25 Februari 2022   11:40 Diperbarui: 25 Februari 2022   15:02 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari www.menshealth.com

Beberapa anak secara alami tampak lucu. Mereka terlihat mampu menemukan humor dalam banyak hal dan kondisi. 

Bahkan saat mereka melakukan 'kesalahan', orangtua atau orang dewasa di sekitarnya tidak mampu mengekspresikan kemarahan. 

Sebagian dari orangtua juga mungkin khawatir dengan selera humor anak-anak mereka, terutama dalam hal-hal formal seperti sekolah. 

Apakah anak mereka yang lucu, mampu serius dan fokus di sekolahan?

Kabar gembiranya, anak yang memiliki selera humor tinggi menurut peneliti di Universitas Anadolu Turki mungkin juga memiliki kecerdasan tinggi. 

Adalah Deniz Arslan dan kedua koleganya yang menemukan bahwa anak-anak dengan selera humor kuat lebih mungkin mendapat nilai bagus pada tes IQ, memiliki kemampuan verbal yang baik dan juga penalaran yang kuat. Penelitian tersebut telah dipublikasikan Agustus 2021 di jurnal Humor.

Terkait tema kelucuannya, tentu itu sangat kontekstual. Beberapa penelitian mencoba untuk memahami karakteristik kelucuan seperti apa yang anak munculkan dalam humor dan bagaimana hal tersebut bisa terhubung dnegan kecerdasan mereka.

Tentang Studi Humor Anak

Penelitian yang dilakukan Arslan dan koleganya tersebut melibatkan lebih dari 200 peserta siswa kelas 6 dan 7. 

Untuk melihat tingkat kecerdasannya, peneliti menggunakan Anadolu Sak Intelligence Scale (ASIS). 

ASIS merupakan tes yang dikembangkan Universitas Anadolu untuk menilai profil kecerdasan anak, bakat intelektual dan tentunya skor IQ.

Ilustrasi diambil dari www.menshealth.com
Ilustrasi diambil dari www.menshealth.com

Untuk melihat level humor peserta penelitian, peneliti menyodorkan 10 kartun jenis komik untuk setiap anak. 

Setengah dari kartun hanya memiliki dialog parsial, dengan satu teks tertulis dan setidaknya satu kotak dialog kosong. 

5 kartun lainnya sengaja hanya menyajikan gambar tanpa dialog. Harapannya, peserta penelitian mengisi semua kotak dialog yang disediakan kosong. 

Untuk menilai hasilnya peneliti menggunakan teknik Consensual Assessment Technique (CAT), sebuah teknik untuk menilai kerja kreatif. 

Setiap kartun diberi dua skor, pertama didasarkan pada relevansi, dan apakah para ahli memahami kartun yang ditulis anak tersebut. 

Skor kedua didasarkan pada penentuan para ahli tentang betapa lucunya kartun itu.

Hasil yang didapat dari serangkaian penelitian tersebut adalah semakin tinggi skor peserta pada tes ASIS, semakin tinggi pula skor pada tes kemampuan humor mereka. 

Dengan kata lain, semakin pintar mereka, semakin lucu mereka. Anak-anak yang mendapatkan skor tinggi pada kedua tes tersebut juga cenderung memiliki kemampuan verbal dan kemampuan visual-spasial yang tinggi.

Hasil penelitin ini jelas kabar gembira, namun jangan lupakan bahwa setiap penelitian punya keterbatasan. 

Kelucuan itu subjektif, sedangkan humor sangat kontekstual, terikat dengan budaya, kesebayaan, kondisi emosional dan juga masih banyak lagi. 

Namun bagaimanapun juga, ada faktor-faktor utama yang digunakan manusia untuk memantik humor. Ini sangat potensial jika kita mengetahuinya sejak dini (usia anak).

Bagaimana Humor Kita Lihat Sebagai Potensi Kecerdasan?

Sebelum penelitin di Turki, banyak penelitian yang berfokus pada kemampuan humor dan potensi kecerdasan secara umum. 

Salah satunya adalah hasil studi Christensen dan keempat koleganya yang terbit tahun 2018 yang memperoleh hasil adanya hubungan antara kemampuan untuk menjadi lucu dan kecerdasan. 

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts tersebut menyebutkan bahwa produksi kejenakaan sangat berkaitan dengan kemampuan kognitif seperti memori, fungsi eksekutif dan juga fungsi bahasa. 

Anak-anak yang lucu mampu melihat konteks dengan cepat, merasionalisasi kemudian memproduksinya dalam bentuk materi humor. 

Selain kemampuan itu, mereka juga mampu memprediksi situasi untuk kemudian kapan humor itu dilepaskan sehingga dapat dinikmati orang-orang di sekitarnya.

Menariknya, pada penelitian lain yang dipublikasi oleh jurnal Personality and Individual Differences tahun 2016, anak-anak humoris mampu menggunakan humor pada situasi-situasi yang mereka butuhkan. 

Claire L. Fox dan kedua koleganya menyebut anak-anak sering menggunakan humor untuk beberapa kepentingan, di antaranya diterima secara sosial dan diikutsertakan oleh teman sebayanya serta untuk mendapatkan perhatian. 

Selain itu, humor juga bisa menjadi mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) bagi mereka, memungkinkan anak-anak mengalihkan perhatian dari sesuatu yang negatif dan mengalihkan fokus ke lelucon itu sendiri. 

Pada situasi-situasi itulah kecerdasan dapat terlihat nyata, anak-anak jenaka mampu belajar bagaimana menggunakan humor untuk keuntungan mereka dalam situasi tertentu.

Kita sering hanya fokus pada aspek kecerdasan yang disepakati umum untuk melihat potensi anak-anak di sekitar kita. 

Anak-anak jenaka sering dianggap sebelah mata, padahal penelitian telah membuktikan bahwa kejenakaan juga merupakan dimensi lain untuk mengukur kecerdasan. 

Anak-anak yang jenaka pada titik ini dapat kita simpulkan memiliki kemampuan untuk mengambil informasi dan memahaminya, memprosesnya, kemudian menyajikannya dalam bentuk materi jenaka. 

Penyajian tersebut juga merupakan tanda bahwa mereka mampu membuka dan menciptakan hubungan dengan orang lain. 

Itulah mengapa kita harus mulai memberikan perhatian pada anak-anak yang sering kita sebut lucu dan konyol, mereka mungkin juga memiliki keterampilan verbal dan penalaran yang kuat.

Bagi orangtua yang anaknya tidak jenaka, jangan juga khawatir. Karena humor hanya satu dari banyak dimensi yang bisa kita singkap menjadi potensi kecerdasan. Karena masih banyak jalan menuju Amerika, eh Roma.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun