Riki tentu senang bukan kepalang atas lolosnya Tim Nasional ke final gelaran Piala AFF 2020, meskipun dengan sengaja dia berhenti menonton sejak Ezra Walian mencetak gol pada menit ke-11.Â
Riki percaya, setiap kali dia menonton Timnas bertanding dalam gelaran resmi, selalu saja Tim Garuda kalah. Bahkan dia percaya kesulitan Timnas pada semifinal putaran kedua tersebut akibat kecerobohannya menonton, meskipun sebentar.Â
Beda dengan Riki, Karyono mengaku menyesal telah mencuci kaos lawas Timnas untuk gelaran final. Dia percaya, kekalahan telak leg pertama lawan Thailand adalah akibat kecerobohannya mencuci kaos tersebut.
Mungkin, di antara anda yang sedang membaca tulisan ini juga memiliki kepercayaan-kepercayaan khusus yang anda yakini memiliki kendali besar atas peristiwa tertentu. Kepercayaan tersebut bisa berupa barang-barang, aktivitas sampai hanya keberadaan kita dalam suatu tempat.Â
Meskipun berkali-kali kita menampiknya, nyatanya sebagian dari kita bersikeras untuk terus melakukannya, karena merasa hal tersebut akan meningkatkan peluang kemenangan tim atau atlet yang tengah kita dukung.Â
Pertanyaannya adalah mengapa manusia seringklai percaya bahwa dia memiliki kendali lebih besar atas dunia daripada yang sebenarnya?
Ilmu pengetahuan telah lama mendiskusikan teori, ritual, dan kebiasaan yang melekat dalam gagasan kita tentang menang dan kalah, atau akhir dari peristiwa yang akan terjadi.Â
Psikologi menyebutnya sebagai ilusi kontrol (illusion of control), salah satu jenis bias kognitif yang menjelaskan bagaimana kita percaya bahwa diri kita memiliki kontrol lebih besar atas suatu peristiwa melebihi dari apa yang benar-benar kita lakukan. Bahkan jika hal tersebut adalah masalah kebetulan, kita sering merasa bahwa kita dapat mempengaruhinya dengan cara tertentu.
Adalah Ellen Langer, ahli psikologi dari Harvard adalah orang yang pertama memperkenalkan istilah ilusi kontrol lewat artikelnya yang diterbitkan di Journal of Personality and Social Psychology.Â