Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Si Kecil juga Bisa Bosan, tapi Kita Bisa Apa?

24 Januari 2020   15:48 Diperbarui: 24 Januari 2020   17:51 3082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah mengapa para ahli sering melihat kebosanan sebagai keadaan internal dan eksternal. Secara internal, seseorang yang bosan seringkali terjebak dalam kondisi kurang imajinasi, motivasi, atau konsentrasi.

Sedangkan dalam kondisi eksternal, merasa seperti tidak adanya rangsangan, koneksi atau peluang dari lingkungan.

Mengapa kebosanan juga terjadi pada anak-anak, bukan hanya pada orang dewasa atau remaja?

Para ahli menyebut hal tersebut sebagai kurangnya kontrol anak atas dirinya sendiri, mereka terpenjara dalam rutinitas yang padat. Anak-anak (terutama kalangan menengah ke atas perkotaan) hidup dalam dunia di mana sebagian besar waktu mereka dikelola dan dijadwalkan. Stimulasi terstruktur dan motivasinya cenderung ekstrinsik. Sekolah (bisa sampai sore hari), jam tambahan seperti ekskul dan les serta kegiatan mengaji. Semuanya tertata begitu, terus-menerus. Mereka hampir tidak punya pilihan untuk dirinya sendiri.

Jangan kaget jika mereka gagap menghadapi waktu luang, mereka kehilangan stimulus eksternal, gagal memacu motivasi interinsik, membangun imajinasi, dan kehilangan konsentrasi. Mereka bosan!

Efeknya?

Para peneliti menemukan banyak hal terkait dampak kebosanan bagi kehidupan, baik negatif ataupun positif. Kebosanan banyak terbukti berdampak pada kapasitas atensi, kesejahteraan emosional, dan telah dikaitkan dengan konsekuensi perilaku bermasalah.

Sebagai contoh, individu dengan kecenderungan bosan tinggi akan lebih terlibat dalam perilaku adiktif seperti pecandu alkohol, penyalahgunaan zat dan perilaku kompulsif seperti judi serta cenderung sangat buruk dalam merencanakan hal-hal baik yang akan dicapai di masa depan.

Pada hal-hal kecil, kebosanan berdampak pada perilaku impulsive seperti terus menerus mengunyah makanan, sampai kehilangan kendali dan konsentrasi saat mengemudi. Itulah mengapa banyak dari kita lebih benci rasa bosan daripada sakit fisik.

Tidak selalu kebosanan berdampak buruk, ini bergantung bagaimana kapasitas kita menghadapinya. Anak-anak perlu mendapatkan kompetensi melewati rasa bosan. Jika mampu menaklukkannya, kebosanan dapat meningkatkan fokus, mendorong kreativitas, pemecahan masalah dan membantu perasaan menjadi lebih nyaman. Dalam beberapa penelitian, orang-orang yang bosan melakukan tugasnya dengan lebih baik dan kreatif.

Bagaimana sikap kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun