Ada banyak pilihan saat kita merasa terganggu dengan pendapat berbeda di laman internet. Meninggalkannya atau memberikan respon dengan membuka perdebatan. Jika pilihan kedua yang anda pilih, anda mungkin sedang masuk vortex dan mendaftarkan diri anda menjadi keyboard warrior.Â
Tidak sedikit dari kita yang berharap kontestasi pemilihan presiden 2019 segera berakhir. Alasannya beragam, yang paling sederhana adalah males melihat baku hantam di beranda media sosial. Bahkan meme terbaru yang viral menyentilnya dengan teman lama bertemu kembali di FB, akrab melalui twitter, berbagi di instagram, intens di WA dan berpisah kembali gegara pilpres. Satire, namun kenyataannya begitu dan ini cukup menyedihkan.
Makhluk apakah yang menyukai debat politik online?
Internet adalah semesta, media sosial adalah belantara dan kolom komentar berita adalah medan pertempuan. Saat memasuki belantara dan medan pertempuran, kita mungkin menemukan ksatria (akun) dengan fisik (komentar/ide) dan jurus (data) yang mumpuni, namun hal tersebut belum tentu menjadi jaminan kemenangan di hadapan prajurit lemah (netijen pada umumnya). Mengapa demikian?
Sebuah penelitian psikologi tahun 2019 menyatakan bahwa mereka yang terjun dalam pertempuran (debat) merupakan jenis orang-orang yang tidak peduli dengan pikiran orang lain.Â
Internet warrior atau keyboard warrior adalah sebutan untuk jenis ini. Pasukan internet yang memburu semua yang berbeda pendapat dengannya. Jangan berbicara tentang pertukaran ide, itu terlalu jauh. Tidak membaca dan memproduksi kata-kata kasar dan umpatan kotor saja sudah untung.
Jauh sebelum berdebat, pertanyaannya adalah mengapa banyak orang yang suka baku hantam di internet? Oliver Burkeman (2017) dalam sebuah opininya di Guardian menyatakan hal tersebut sebagai fenomena vortex. Vortex disebutnya sebagai pusaran air psikologis yang menyedot manusia setiap kali membuka laman di media sosial.
Awalnya tarikan vortex lembut, semacam bisikan dan iming-iming untuk sekadar tidak tertinggal kabar terbaru (news). Satu dua klik membentuk jaring algoritma yang kemudian menarik lebih kuat, bisikannya menjadi 'waktunya bersenang-senang dalam medsos'. Sampai akhirnya bisikan itu semakin kuat saat kita bertemu akun-akun yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Itulah awal mula baku hantam, awal mula lahirnya keyboard warrior. Saat laman medsos memberitahukan beberapa teman memberikan komentar pada berita-berita politik, saat itulah kita melihat pasukan ini.