Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Anak Gemar Bermain Gawai?

22 November 2018   11:15 Diperbarui: 22 November 2018   19:49 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diadopsi dari www.sciencenews.org

Sejak tahun 1985 teori ini banyak dirujuk dalam psikologi untuk melihat bagaimana manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya dan membentuk kepribadiannya.

Gampangnya gini, anak merasa memiliki dan terus meningkatkan kompetensinya dengan bermain game, medsos atau apapun yang berasal dari gawainya. Setiap game kan memiliki level, menyelesaikan sebuah level dan mencapai level baru merupkan salah satu hal yang dirasa anak mengembangkan kompetensinya.

Atau jika dia main medsos, seberapa banyak teman yang menyukai atau mengomentari apa yang dia lemparkan sama saja pemenuhan kompetensi baru bagi anak. Begitu juga saat mereka bermain youtube dan semacamnya, banyak hal-hal baru yang mereka ketahui. 

Permasalahannya, apakah kita memberikan sesuatu yang dirasa anak sebagai sebuah kompetensi baru setiap harinya? Kalau tidak, jangan salahkan anak-anak jika mereka lebih memilih main gawainya.

Kebutuhan kedua yang membuat anak-anak kita terpaku pada layar gawainya adalah perasaan otonom, independen atau mandiri. Game dan medsos memberikan pemain banyak pilihan dan membebaskannya untuk memilih. Ambil contoh dalam game, anak bisa saja memilih untuk menembak, menghindar, merangkai dan banyak lainnya. 

Begitu juga dalam menggunakan gawainya secara keseluruhan, dia bisa memilih sebuah aplikasi, menginstalnya, menggunakannya dan kemudian mencopotnya (uninstall) sesuai keinginannya. Inilah kebutuhan anak (dan juga manusia pada umumnya), mereka membutuhkan dirinya mendapatkan otonomi dari hari ke hari.

Kebutuhan psikologis pokok ketiga yang membuat anak tidak mau melepaskan gawainya adalah keterikatan. Perasaan terikat dan mengembangkan hubungan dengan sebanyak mungkin manusia lainnya adalah kebutuhan dasar manusia. 

Gawai dengan internetnya memenuhi kebutuhan anak untuk terikat dengan banyak orang. Anak bisa mengintip profil orang-orang sebelum dia membuka komunikasi dan menciptakan hubungan baru. Kelebihan lainnya adalah pengguna bisa kapanpun juga memutuskan hubungan (hampir) tanpa konsekuensi sosial seperti hubungan sosial dalam kenyataan.

Desain dan tujuan yang berbeda

"Your kid is not weak-willed because he can't get off his phone. Your kid's brain is being engineered to get him to stay on his phone." ujar Ramsay Brown, seperti dikutip oleh Haley Sweetland Edward dalam kolomnya di time.com. Jadi jangan salahkan anak-anak kita. Brown adalah salah satu pendiri Boundless Mind, sebuah perusahaan starup teknologi yang berjuang melawan kecanduan manusia terhadap teknologi. 

Kutipan di atas kurang lebih berarti bahwa anak-anak bukanlah manusia yang lemah dan tunduk dengan gawainya, melainkan karena gawai dengan teknologinya telah membuat anak-anak kita tunduk tak berdaya terus berada di depannya. Dengan kata lain, gawai dan segala apa yang ada di dalamnya dan apa yang bisa dijangkaunya adalah hal yang telah didesain sedemikian rupa untuk membuat manusia kerasan dan terlena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun