Sulit untuk tidak mengambil kesempatan berharga, apalagi jika tidak terlalu membutuhkan usaha ekstra mendapatkannya. Itulah yang ada di benak saya ketika mendengar Kyai Mustofa Bisri atau biasa disapa dengan Gus Mus bersedia menyempatkan waktu untuk mengisi seminar di kampus 7 November 2018.Â
Sedari pagi hari saya sudah menyiapkan diri untuk hadir di lokasi, bahkan saya sudah menyiapkan pesan whatsapp berupa himbauan kepada mahasiswa untuk memindahkan kelas di forum seminar.Â
Sayangnya, terkadang fokus kita ambyar karena antusiasme berlebih. Saat pukul 9, saya kecelik karena ternyata acara dilaksanakan pada malam hari mulai pukul 20.00 WIB. Haha nasib orang kebelet.
Acara yang saya nantikan akhirnya tiba, ruangan telah penuh ketika saya datang bersama istri terkasih. Maklum, sebelum berangkat saya harus berusaha ekstra mengantarkan dua jagoan kecil ke alam mimpi dengan bercerita.Â
Tak menunggu lama, setelah menyapa beberapa teman di bangku belakang, saya merangsek ke barisan depan yang masih lumayan longgar. Bangsa kita kan emang baik, barisan depan biasanya emang lumayan longgar untuk memberikan kesempatan pada telat-an. Lihat aja forum-forum lainnya, seperti kelas, workshop atau apapun (kecuali temu artis mungkin) kan yang penuh bagian belakang dulu.
Gus Mus dan Kritik Santun
Membuka ceramah, dengan sedikit kelakar Gus Mus memberikan kritik kepada masyarakat ilmiah (baca: kampus). Di depan forum, Gus Mus menggeser cara duduk dan menoleh ke belakang untuk melihat tema seminar.Â
"Saya itu tidak pernah sekolah (formal) sampai level tinggi, saya orang pondokan deles (totok/murni). Jadi nanti kalau isi ceramah saya tidak nyambung dengan judul seminar...apa itu, sulit dan panjang sekali, mohon dimaklumi".Â
Sebagai masyarakat kampus saya langsung menyambutnya dengan tertawa lebar. Saya merasa panah kritik Gus Mus langsung menancap di jantung. Itulah memang keadaan masyarakat ilmiah 'formal' kita yang bernama universitas. Menggunakan istilah yang bombastis, sulit dipahami awam dan "jangan-jangan moderatornya juga bingung" tambah Gus Mus menambahi kelakarnya.Â
Kampus yang diidentikkan dengan masyarakat ilmiah selalu memiliki jarak yang begitu lebar dengan masyarakat awam yang notabene adalah pengguna ilmu pengetahuan. Nyatanya jarang sekali ada tema atau judul entah itu seminar, penelitian atau publikasi yang gampang dipamahi awam. Oia, pengen tau judul seminranya? "Estetika Bahasa dan Sastra Mewujudkan Perdamaian Nusantara". Sangar kan?