Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Kita Menyukai Kontroversi dan Polemik?

2 Agustus 2017   11:17 Diperbarui: 3 Agustus 2017   10:23 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Alsofwa.com

Namun apabila terus menerus perdebatan terjadi dan menjadi sebuah polemik berkepanjangan, seseorang biasanya lebih memilih untuk mundur dan menarik diri. Bukan karena seseorang membenarkan pendapat yang lain, namun lebih pada ketidaknyamanan yang dirasakan.

Mengakhiri polemik dan meredam kontroversi

Melihat hegemoni media --mau ataupun tidak, kita harus melibatkannya dalam menyelesaikan kontroversi dan polemik. Menjamurnya media online harus kita waspadai sebagai hal lanjutannya. Semakin banyak media yang menyorot, maka kemungkinan sesuatu menjadi hal yang kontroversial juga semakin besar. 

Hemat saya kita harus memulainya untuk tidak membuka berita atau kiriman tautan (link) berita yang menghubungkan kita pada masalah (potensi) kontroversi. Ini mudah dan (mungkin) sangat efektif. Rating berita selalu berkorelasi dengan jumlah pembaca. Jika kita tidak membukanya, maka jumlah pembaca juga tidak bertambah. Insyaallah topik yang sedianya digorengmenjadi sebuah kontroversi akan berhenti menjadi berita biasa.

Jika kita tidak mampu menahan minat kita untuk membaca topik (potensi) kontroversi, maka langkah kedua adalah menahan untuk tidak memberikan komentar atau tidak menyebarkan berita tersebut. Dengan menyebarkan konten berita kontroversial, kita bukan saja telah meningkatkan potensi berita tersebut menjadi sebuah polemik, namun secara tidak langsung kita juga sudah melakukan sebuah tidakan agresi pasif.

Ketiga, lihatlah sesuatu dengan perspektif yang lebih kaya. Maksud saya, jika kita berada pada lingkungan yang tengah ber-polemik, alangkah lebih baiknya kita menahan untuk membela salah satu diantaranya secara membabi-buta. Lihatlah potensi lain dari pihak outgrupkita. Ini memang terlihat sulit, namun bukan hal yang mustahil bukan?

Cara terakhir adalah dengan mengingat bahwa kita memiliki pekerjaan dan tanggung-jawab pada posisi/jabatan kita masing-masing. Lihat saja orang yang sedang menggunjing, saya sanksi kalau saat mereka menggunjing mereka mengevaluasi secara objektif dan membandingkannya dengan seberapa banyak pekerjaan yang mereka selesaikan. Sejauh apa mereka berperan dalam organisasi tersebut atau sejauh mana mereka menghargai hak orang lain.

Membicarakan sesuatu akan menjadi menarik jika kita saling membuka diri dalam berbagai perspektif yang mencerahkan, bahkan membuat kita termotivasi untuk lebih baik, tanpa membuat yang lain terlihat buruk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun