Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Kita Menyukai Kontroversi dan Polemik?

2 Agustus 2017   11:17 Diperbarui: 3 Agustus 2017   10:23 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Alsofwa.com

Pecinta bola tentu ingat, berita Leicester City menjuarai liga inggris. Ini jelas sejarah, berita penting dan bermanfaat untuk melihat sepak bola dalam kubangan industrialisasi. Namun apakah kolom komentarnya mengalahkan komentar kepindahan Gonzalo Higuain dari Napoli ke Juventus? Silahkan lihat sendiri.

Berita BNN menangkap gembong Narkoba jelas penting, begitu juga berita KPK menangkap basah koruptor yang sedang indehoi di kamar hotel juga sangat penting. Namun apakah kolom komentarnya mengalahkan berita saat Kaesang (Vlogger) yang dilaporkan ke polisi atau berita perseteruan antara Ahok dan segelintir kelompok? Jelas kalah jauh. Sekarang, cukup jelas bahwa manfaat konten berita bukanlah hal yang utama.

Mari kembali melihat definisi di atas, jelas ada beberapa kriteria mengapa tulisan/berita bisa memiliki untuk menjadi kontroversi. Pertama, isi berita menyangkut tentang dua pendapat atau dua kubu yang berbeda. Hal ini berkaitan langsung dengan identitas kedua kelompok. Pertempurannya adalah berkaitan dengan mempertahankan identitas kelompok. 

Cara berpikirnya begini, jika kita kalah, maka kelompok kita akan menjadi hina dan pecuncang. Kedua konten berita berisi tentang pembenaran atau penyalahan kepada salah satu kubu/kelompok. Ketiga, hal tersebut dianggap penting oleh kedua kubu tersebut, biasanya berkaitan langsung dengan identitas dan keberlangsungan kedua kelompok tersebut.

Gambar diambil dari https://www.shutterstock.com/image-vector/communication-between-people-two-male-expressive-481549648?src=A11RkLxGBoRKmITZxqmoSg-1-17
Gambar diambil dari https://www.shutterstock.com/image-vector/communication-between-people-two-male-expressive-481549648?src=A11RkLxGBoRKmITZxqmoSg-1-17
Tinajauan psikologi

Psikologi, khususnya psikologi kognitif telah lama meneliti mengapa manusia mengarahkan atensinya kepada sesuatu. Selain karena terbatasnya kapasitas kita dalam menerima dan mengolah informasi (model Broadbent), kita memilih memperhatikan sesuatu karena merasa sesuatu tersebut "bermakna" bagi kita (model Treisman). 

Model Broadbent menguak bahwa kapasitas fisiologis manusia memiliki batasan, meskipun belum final, namun kita semua mafhum bahwa kita adalah makhluk yang terbatas. Lebih menarik jika kita memperdalam pemahaman tentang "makna" dalam model Treisman. Saya sendiri seringkali bereksperimen di kelas saat perkuliahan, untuk membuktikan atensi dan pemaknaan dalam model Treisman. 

Hasilnya saat mahasiswa saya tunjukkan dalam dua detik 12 logo organisasi, hampir semua mahasiswa saya menangkap logo kampus kami. Ini membuktikan bahwa motiv kita mendorong kita untuk mengarahkan kita pada sesuatu yang dekat dengan kita. Karena hal yang bermakna biasanya adalah hal-hal yang kita anggap sebagai hal yang dekat dengan kita.

Sebuah studi dalam Journal of Consumer Research, Zoey Chen dan Jonah Berger (2013) meneliti tentang jenis topik pembicaraan yang menarik seseorang untuk membicarakannya secara terbuka. Penelitian ini ingin melihat seberapa jauh keinginan seseorag untuk terlibat polemik atau dalam bahasa keseharian kita sebut sebagai pergunjingan.

Menurut studi tersebut, kontroversi memiliki dua efek kepada seseorang. Pada satu sisi kontroversi menimbulkan gairah seseorang untuk mau membicarakannya, namun pada sisi lainnya ketika sebuah topik menjadi sangat kontroversial (highly controversial), maka akan menimbulkan hal-hal yang membuat tidak nyaman dan membuat sebauh percakapan akan terlihat lebih sulit (difficult conversation).

Hasil penelitian tersebut menjawab pertanyaan pada awal tulisan ini. Data objektif telah menjawab bahwa sejatinya kita memang suka untuk menjaga identitas kita. Terutama saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berseberangan dengan diri kita atau kelompok kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun