Setelah mengaduk kopi, kabiasaan saya adalah membersihkan sendok dan meletakkannya di atas gelas kopi. Malam itu tidak sengaja, mataku tertuju pada sendok dengan tulisan di ujung sendok, tertulis nama --seperti yang terlihat dalam foto.
Sembari bercanda saya memanggil teman-teman pemilik kedai dan bertanya "sendokmu kok unik?".
"Biasa aja mas, mana ada uniknya?" sambil mendekat pemilik kedai seperti ingin memastikan bahwa sendok tersebut sendok dapur biasa yang bisa didapatkan dimanapun juga. Jadi, menurut dia hal tersebut tidaklah unik.
"Lo ya unik ini, tahun 2017 sendok masih ada capnya kayak gini" saya tertawa menunjukkan tulisan dalam sendok tersebut, karena saya tahu nama yang tertera dalam sendok tersebut bukanlah nama teman pemilik kedai tersebut. Dia hanya tertawa terbahak dan tidak menjawab lagi dengan perkataaan.
Pekerjaan-pekerjaan dalam ingatan
Saya ingat betul sewaktu kecil dulu seringkali melihat pekerjaan-pekerjaan yang sekarang sudah sangat jarang sekali (kalau tidak mau dikatakan punah) ditemukan sekarang. Salah satunya adalah pekerjaan yang ditempat saya disebut tukang tok sendok. Tok sendokmerupakan penjaja jasa keliling yang menawarkan dari rumah ke rumah untuk memberikan petanda khusus untuk perangkat dapur, terutama sendok dan piring. Biasanya tukang tok sendok berkeliling dengan berjalan kaki dan membawa tas besar berisikan perlengkapan untuk beraksi memberikan ukiran tipis sampai cat pada perangkat dapur. Entah kapan tepatnya terakhir saya melihat seseorang keliling sambil berteriak "took sendok took piring" sambil berjalan gontai di gang-gang rumah.
Selain tok sendok,mungkin telah banyak sekali jenis pekerjaan yang sekarang jarang atau tidak lagi menampakkan diri. Penjaja jasa perbaikan payung, perbaikan perlengkapan dapur yang terbuat dari tembaga, perbaikan dan pembuatan kasur dari buah pohon kapuk, perbaikan atau sol sepatu, penjaja minyak tanah, tukang isi korek api dan banyak yang lainnya. Rata-rata pekerjaan tersebut menawarkan sebuah jasa. Pertanyaannya mengapa mereka sekarang jarang terlihat? Apakah memang jasa mereka tidak dibutuhkan lagi? Atau?
Tok sendok sebagai sebuah pekerjaan pemberian jasa
Jasa dibutuhkan manusia untuk menunjang kehidupannya sehari-hari, sehingga dalam pengertiannya jasa disebut sebagai sebuah aktivitas ekonomi. Jasa jelas tidak kasat mata, namun produksinya bisa saja berkaitan atau menghasilkan sebuah barang ataupun sama sekali tidak berkaitan dengan barang. Jasa juga seringkali berkaitan dengan barang-barang milik, namun jasa dibutuhkan atau diberikan bukan untuk kepentingan pengambilalihan sebuah kepemilikan.
Terkait jasa tok sendok, kita bisa melihat bahwa pekerjaan tersebut memenuhi kriteria apa yang disebut jasa/layanan diatas. Lebih khusus, tok sendokmerupakan sebuah jasa yang diberikan oleh seseorang kepada konsumen yang melibatkan barang milik konsumen (piring, sendok dan lainnya) namun tidak untuk dijual atau dibeli. Hasil dari perkerjaan tok sendokmemang kasat mata, yaitu sebuah bentuk tanda untuk membedakan kepemilikan barang (piring, sendok dan lainnya) konsumen jasa dengan orang lain, agar tidak tertukar. Biasanya tanda yang diberikan pada piring atau sendok berupa inisial nama atau jenis usaha (untuk warung atau catering).
Mengapa tok sendok menghilang?
Jujur, saat kecil saya dan teman-teman di kampung seringkali saling mengejek menggunakan istilah-istilah pekerjaan yang sudah mulai tidak populer saat itu --tok sendokadalah salah satunya. Saat bermain atau saat bertengkar, ejekan seringkali digunakan oleh anak-anak di kampung saya untuk menghibur dan terkadang bersifat agresif. Semisal seorang anak mengejek temennya: ancine koe tukang tok sendok (dasar memang kamu tukang tok sendok) untuk menunjukkan superioritasnya, maka kemungkinan besar anak lain akan membalas daripada koe, tukang pijet gak payu(daripada kamu, tukang pijet gak laku). Hal tersebut semata-mata digunakan anak zaman saya untuk hiburan, maklum zaman itu belum ada tekhnologi seperti sekarang. Meskipun terkadang juga terjadi dueluntuk menyelesaikannya. Namun wajar saja, anak-anak hehe.
Cerita tersebut juga menyimbolkan hal yang lain. Pada zaman itu, sekitar tahun 90-an, beberapa pekerjaan telah berada di ujung hayatnya. Itulah mengapa anak-anak berani menggunakannya untuk bahan ejek-ejekan. Coba bayangkan saja, seorang anak tidak akan mengejek menggunakan profesi kerah putih macam dokter, menteri, guru atau pegawai kantor. Semisal "dasar kamu dokter", kan jadi wagu alias gak enak. Hal tersebut menandakan bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut di atas merupakan pekerjaan yang memiliki kompensasi ekonomi tingkat bawah, atau pekerjaan-pekerjaan yang mengisi sisi sekunder masyarakat. Karena "tanda" pada piring dan sendok akan selalu menjadi sisi sekunder dari piring atau sendok-nya sendiri. Kegunaannya juga untuk proteksi atau jaga-jaga agar perangkat tidak tertukar dengan milik tetangga. Jika ada pertanyaan mengapa takut untuk tertukar? Jawabannya adalah banyaknya ritual di Jawa yang memungkinkan perangkat dapur menjadi satu di tempat-tempat umum seperti langgar/musolla, balai desa, padepokan atau lainnya. Acara-acara budaya seperti perayaan hari besar, ritual terkait kehidupan (kelahiran dan kematian), hari jadi desa, hari keramat dan lainnya memungkinkan masyarakat saling bertukar masakan secara massal. Ini mengapa tanda di perangkat dapur menjadi kebutuhan.
Pada zaman dimana piring yang terbuat dari kaca dan sendok dari tembaga merupakan sebuah perangkat dapur yang bisa dibilang "berharga", pekerjaan tok sendok juga bisa dikategorikan sebagai sebuah hal primer bagi kelas sosial sebuah keluarga. Di kampung-kampung pada era 90-an, memanggil tukang tok sendokuntuk mampir ke teras rumah dan mempekerjakannya adalah sebuah hal yang dapat dibanggakan. Keberadaan dan lamanya tukang tok sendok bekerja pada suatu rumah menandakan secara tidak langsung status dan kelas sosial pemilik rumahnya. Iya jelas, pemilik rumah bukan hanya memiliki perangkat dapur macam piring kaca dan sendok alumunium, tetapi juga kuantitas kepemilikannya banyak. Itulah mengapa tukang tok sendok merupakan sebuah pekerjaan yang waktu itu dianggap sebagai sebuah penanda tinggi-rendahnya kelas sosial seseorang.
Beriring waktu, piring yang terbuat dari kaca dan sendok yang terbuat dari tembaga bukanlah hal yang dianggap wahlagi. Setiap rumah memiliki perangkat tersebut. Bukan berarti menjadi hal yang melimpah bagi jasa tok sendok, melimpahnya piring, sendok dan perangkat dapur lain justru menjadi kuburan jenis pekerjaan ini. Jika dilihat dari logika sederhana hal tersebut terkesan paradoks, namun begitulah manusia. Pekerjaan yang ada sebagai dampak kebutuhan agar sebuah barang memiliki tanda dan tidak tertukar justru malah menghembuskan nafas terakhir saat "seharusnya" banyak yang harus dikerjakan. Hal tersebut tak lain karena cara pandang masyarakat telah bergeser, gaya hidup telah berubah. Sebagai sebuah perangkat yang telah dianggap "biasa", piring dan sendok tidak lagi menjadi kekhawatiran berlebih dari pemiliknya saat terdapat kesempatan untuk tertukar.
Selain pandangan bahwa piring dan sendok bukan hal mewah lagi, intensitas masyarakat melakukan ritual massal tidak seperti dulu lagi. Kemajemukan masyarakat sudah meresap sampai pada tataran desa, atau bahkan konsepsi desa dan kota tidak lagi dapat dibedakan dengan tegas jika dilihat dari elemen masyarakatnya.
Belajar dari tok sendok
Sebuah pekerjan akan selalu terikat dengan bentuk masyarakat dan budayanya. Terkadang saya ingin bernostalgia melihat orang berkumpul disalah satu teras rumah tetangga dan melihat seseorang mahir melakukan sebuah pekerjaan diiringi pembicaraan-pembicaraan ibu-ibu khas pedesaan. Gelak tawa mengiringi tukang tok sendok (yang biasanya laki-laki) di kerubungi ibu-ibu desa. Hilangnya tukang tok sendok juga merupakan rantai historis dimana (mungkin) kesejahteraan masyarakat sekarang telah bergeser, gaya hidup telah berubah. Kepemilikan barang dapur bukan lagi sebuah kebanggaan, karena memasak juga mulai dianggap bukan lagi rutinitas (bagi sebagian) rumah tangga yang sibuk dengan karirnya. Kepemilikan barang-barang dapur dalam jumlah banyak jarang kita jumpai dalam model rumah tangga hari ini.
Kita juga dapat belajar, bahwa pekerjaan yang menawarkan jasa bisa saja datang dan pergi silih berganti. Semua bergantung dengan paradigma masyarakat tentang apa yang disebut "kebutuhan" dan apa yang disebut dengan (gaya) "hidup".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI