Mohon tunggu...
Akhmad Maulana
Akhmad Maulana Mohon Tunggu... Guru - Freelancer

Pembelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Harga Mati Kedaulatan Indonesia di Tengah Ancaman Konflik Laut China Selatan

21 Mei 2024   08:41 Diperbarui: 21 Mei 2024   08:42 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut China Selatan (LCS) selalu menjadi perhatian negara di dunia. Kawasan perairan dan gugusan pulau tersebut banyak menyimpan potensi sumber daya alam (SDA). Mulai dari gas alam hingga minyak bumi. Bahkan, China melalui risetnya meyakini bahwa terdapat cadangan minyak hingga lebih dari 213 miliar barel atau 10 kali lipat dari cadangan milik Amerika Serikat (Roza, Nainggolan & Muhammad, 2013). Ditambah lagi Energy Information Administration (EIA) milik Amerika Serikat menegaskan bahwa cadangan terbesar dalam kawasan tersebut berasal dari gas alam yang sama dengan cadangan minyak milik Qatar dengan perhitungan sekitar 900 triliun kaki kubik. Melalui fakta tersebut, menjadi bukti bahwa Laut China Selatan memang menjadi primadona tersendiri bagi negara kawasan di sekelilingnya. Selain kekayaan alamnya, Laut China Selatan kini menjadi kawasan strategis dalam jalur laut pelayaran dan perdagangan antar negara. Hal tersebut membuat peningkatan ekonomi berkembang secara dinamis di wilayah tersebut. Setidaknya, ada tiga hal yang membuat Laut China Selatan dan kepulauan yang ada di dalamnya menjadi sebuah kawasan yang strategis.

Pertama, penguasaan terhadap pulau-pulau tersebut dan batas-batas wilayah yang ada dapat menentukan garis batas negara yang menguasainya. Dengan demikian, laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tentu akan semakin luas.

Kedua, wilayah Laut China Selatan menjadi sektor jalur laut Internasional yang penting bagi kapal dagang dan militer negara kawasan. Bahkan, wilayah itu disebut dengan "Maritime Superhighway". Yang berarti menjadi salah satu jalur tersibuk di dunia. Bahkan hampir sepertiga kapal di dunia melintasi kawasan tersebut.

Ketiga, Laut China Selatan sebagaimana disebutkan diatas menyimpan cadangan minyak dan gas bumi yang kaya. Selain itu, Laut tersebut merupakan daerah yang sangat penting bagi ekosistem dan keanekaragaman hayati.

Dengan potensi yang sangat besar tersebut, maka tidak diherankan jika Klaim atas kepemilikan Laut China Selatan inilah yang menimbulkan konflik antar negara terjadi. Bagi negara-negara yang letak geografisnya berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, tentu sangat penting bagi mereka untuk menjadikan sebagian kawasan di Laut China Selatan sebagai wilayah teritorial negaranya.

Klaim dan Kepentingan Tiongkok

Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan melalui apa yang dikenal sebagai "Nine-Dash Line" (Garis Sembilan Garis Putus). Klaim ini mencakup wilayah laut yang juga diklaim oleh negara-negara lain seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Tiongkok telah meningkatkan kehadiran militernya di kawasan tersebut dengan pembangunan pulau buatan dan penempatan fasilitas militer, yang memicu kekhawatiran akan potensi konflik.

Ancaman Terhadap Kedaulatan Indonesia

Ada berbagai potensi ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diantaranya yaitu: Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Salah satu area yang menjadi perhatian utama Indonesia adalah wilayah Natuna, yang terletak di tepi selatan Laut China Selatan. Tiongkok mengklaim hak historis atas wilayah perairan yang memasuki ZEE Indonesia, khususnya di sekitar Kepulauan Natuna. Ini menimbulkan risiko bagi kedaulatan Indonesia atas sumber daya alam di wilayah tersebut.

Selanjutnya, keamanan laut (Maritim). Peningkatan aktivitas militer dan patroli oleh kapal-kapal Tiongkok di sekitar perairan Natuna menimbulkan tantangan bagi TNI Angkatan Laut dalam menjaga keamanan maritim. Insiden antara kapal penangkap ikan Tiongkok dan kapal patroli Indonesia telah terjadi, menunjukkan betapa rapuhnya stabilitas di wilayah tersebut.

Terakhir yaitu diplomasi dan hubungan Internasional. Konflik di Laut China Selatan memaksa Indonesia untuk memainkan peran diplomatik yang lebih aktif. Di satu sisi, Indonesia harus memperkuat hubungan dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk mencari solusi damai dan mendukung hukum internasional, seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Di sisi lain, Indonesia harus mengelola hubungan ekonomi yang signifikan dengan Tiongkok, salah satu mitra dagang terbesar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun