Mohon tunggu...
Akhmad Maulana
Akhmad Maulana Mohon Tunggu... Guru - Freelancer

Pembelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keterbukaan Informasi Publik: Nihil!

21 Maret 2017   00:50 Diperbarui: 21 Maret 2017   10:00 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Good Governance adalah tuntutan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dengan syarat adanya transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik. Satu istilah tersebut mewakili makna reformasi menyeluruh baik secara administrasi maupun pembangunan fisik atau non fisik yang dilakukan oleh masing-masing pemerintahan di daerah baik itu Provinsi maupun Kabupaten di Negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi seperti Indonesia ini. Namun faktanya kata ‘Good Governance’ hanya dijadikan sebagai alat dalam agenda pesta demokrasi bahkan jika kita boleh membuat analogi (perbandingan) istilah tersebut menjadi modal besar dalam mempengaruhi masyarakat agar nilai jual suara dalam pemilihan umum atau kepala daerah dapat mendulang keuntungan. Sekali lagi pesta demokrasi tak ubahnya sistem pasar bebas. Saat ini bukan menjadi rahasia umum ketika akses teknologi yang sangat canggih memungkinkan setiap orang dapat mengetahui kejadian dibelahan dunia yang jauh dalam hitungan detik. Sebagai suatu contoh keramaian pemilihan kepala daerah (PILKADA) di DKI Jakarta yang mempertemukan antara tiga pasang calon untuk memperebutkan posisi penting pemegang kebijakan di Ibu Kota Negara Indonesia saja sudah menjadi pusat perhatian seluruh masyarakat diluar daerah DKI Jakarta. Padahal jika dilihat dari hak suara, setiap orang yang tidak tercatat sebagai warga DKI Jakarta tentu tidak bisa menyumbangkan suaranya dalam pesta demokrasi tersebut. Namun akibat pengaruh informasi yang luas, memungkinkan setiap orang dapat berkomentar dengan adanya PILKADA tersebut.

Sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) maka pemerintah diamanatkan untuk membuka informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat. Sangat disayangkan, keterbukaan informasi ini hanya dimaknai sebagai sebuah aturan yang digunakan hanya untuk menggugurkan kewajiban untuk mematuhi aturan. Misalnya, pelaksanaan PILKADA terkadang yang menjadi sorotan hanya tentang isu program pembangunan dan janji-janji politik saja. Sehingga cukup di beritakan melalui media cetak, online dan televisi terkait debat kandidat maka pelaksanaan PILKADA sudah dianggap terbuka untuk umum.  sehingga anggaran pelaksanaan yang menyangkut keuangan  terhadap  pelaksanaan PILKADA itu sendiri seolah terlupakan. Padahal nilai anggaran pelaksanaan pesta demokrasi semacam itu patut untuk di informasikan kepada publik agar masyarakat tersadarkan akan nilai-nilai demokrasi bangsa Indonesia bukan hal yang sembarangan. Begitu pula yang terjadi dengan pelaksanaan pembangunan di daerah. Kita melihat masih banyak saja daerah yang belum memanfaatkan akses internet untuk mempublikasikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) nya masing-masing. Banyak masyarakat yang menginginkan keterbukaan tentang APBD agar mampu mengawasi secara langsung pembangunan yang dilakukan, namun dokumen APBD menjadi barang ‘ghaib’ yang sulit untuk diketahui. Dokumen APBD merupakan suatu barang yang sangat penting karen disana memuat daftar pembangunan daerah yang menjadi prioritas sebagai ciri khas suatu wilayah.

Setiap daerah memiliki website khusus terkait informasi daerah masing-masing. Sebenarnya pemerintah daerah bisa menggunakan website tersebut untuk mengunggah dokumen APBD. Namun sangat jarang sekali kita menemukan daerah yang dengan bijaksana berani melakukan hal tersebut. Hanya pencitraan tertentu saja yang diberitakan namun bukan itu yang sejatinya dibutuhkan mayarakat.  Padahal sudah ada tim tertentu yang diberi tanggung jawab untuk melakukan publikasi yaitu oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Pejabat PPID bertanggung jawab pada penyimpanan, pendokumentasian, penyedian, dan/atau pelayanan informasi. Akhirnya Keterbukaan Informasi Publik menjadi tidak ada artinya bagi masyarakat, peran dan pengawasan yang seharusnya dilakukan menjadi tidak ada sama sekali. Bahkan tak jarang di daerah tertentu masyarakat seolah bermain tebak-tebakan tentang pembangunan yang terjadi dan berapa anggaran yang dihabiskan untuk menyelesaikan sebuah proyek pembangunan tertentu. Keterbukaan Informasi Publik seharusnya menjadi semangat demokrasi yang menyadarkan namun kenyataannya adalah nihil (baca: kosong).

Penulis: Ketua II Bidang Eksternal PC. PMII Kutai Kartanegara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun