Mohon tunggu...
Akhmad Jenggis
Akhmad Jenggis Mohon Tunggu... -

Kesadaran diri akan ilmu yang dimiliki tidak ada apa-apanya, maka tak patutlah diri ini menyombongkan diri karena semua hanyalah titipan semata.\r\nBlog: http://eljinjizy.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

WikiLeaks, RED, dan Take Down

6 Desember 2010   23:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:57 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini, dunia sepertinya digemparkan oleh sebuah website WikiLeaks yang telah membocorkan banyak dokumen yang seakan-akan memang seharusnya tidak boleh diketahui oleh publik. Banyak pihak merasa berang dengan tingkah laku grup WikiLeaks ini. Maka daya upaya pun dilakukan oleh mereka yang tidak suka dengan WikiLeaks, yang pada intinya bagaimana supaya dokumen-dokumen itu tidak bocor lagi. Namun apakah langkah-langkah pencegahan semuanya itu nanti akan berhasil? Kemudian apakah fenomena Wikileaks ini dapat dihentikan begitu saja?

Era ‘world wide web’ telah mempermudah dan memberikan kebebasan banyak orang untuk mengabarkan apa yang diinginkan. Ketika dahulu hanya ada satu pihak yang dapat memberikan berita, terutama pemilik modal besar atau pemerintah, saat ini semua orang tiap individu dapat menyatakan sikapnya bahkan menyampaikan berita. Tentu saja sebuah fenomena yang wajar ketika ada sebagian pihak yang menganggap merasa dirugikan dan kemudian ada yang diuntungkan, atau bahkan merasa biasa-biasa saja akan apa yang tengah terjadi di dunia. Berbagai berita dan pendapat pribadi ini juga timbul sebagai respon dari masalah dunia yang bersumber dari ketidakadilan yang menjadikan ketimpangan dan penentangan akan rasa ketertindasan.

Kira-kira bulan oktober yang lalu saya sempat menonton film yang berjudul RED (Retired Extremely Dangerous). Film yang berdasarkan novel grafis DC Comics karangan dari Warren Ellis dan Cully Hamner ini, dibintangi oleh Bruce Willis, Morgan Freeman, John Malkovich dan Helen Mirren. Dalam film itu diceritakan bagaimana para mantan atau pensiunan agen top CIA yang menjadi target pembunuhan CIA sendiri. Sebenarnya film ini juga mengingatkan saya akan trilogi Bourne. Frank Mooses yang diperankan oleh Bruce Willis ini bersama teman-temannya Joe dan Marvin dianggap mengetahui rahasia yang sewaktu-waktu dapat merugikan dan membongkar kenyataan yang terjadi sebenarnya, dimana mereka menemukan salah satu konspirasi terbesar yang tidak pernah terungkap dalam sejarah pemerintahan. Yaitu kejahatan genoside atau pemusnahan orang-orang desa di Guatemala.

Kasus yang dianggap ‘ultra top secret’ itu terjadi pada tahun 1981, dan rupanya sang pembantainya adalah seorang letnan muda bernama Robert Stanton yang mana merupakan anak dari almarhum senator James Stanton. Dalam film ini pun Robert Stanton akhirnya telah menjadi seorang wakil Presiden Amerika Serikat. Maka untuk menghapus rahasia tersebut, percobaan pembunuhan terhadap para pensiunan CIA ini pun dilakukan, dengan maksud menghapus kenyataan buruk yang mungkin saja sewaktu-waktu akan terungkap. Bahkan seorang wartawan The New York Times yang memiliki daftar orang-orang yang harus dibunuh itu telah terbunuh terlebih dahulu.

Tentu saja alur cerita dalam film tersebut mengingatkan saya akan beberapa dokumen yang dibocorkan WikiLeaks. Apakah kita pernah mendengar dari banyak media yang menceritakan akan pembunuhan yang dianggap ketidaksengajaan? Seperti misal tewasnya fotografer kantor berita Reuters dan beberapa orang jalanan di Baghdad ditembaki oleh helikopter Apache Amerika Serikat? Atau penyiksaan keji tahanan-tahanan di Guantanamo? Atau argumen alasan penyerangan kapal Mavi Marmara Turki dengan dalih karena telah diserang oleh para sukarelawan kemanusiaan untuk rakyat Gaza di Palestina?

Kemudian masih ingatkah kita juga dengan gempuran pasukan dan mesin perang Israel terhadap Palestina yang mana malah menjadikan Palestina sebagai laboratorium uji coba senjata canggih, salah satu contohnya saja jet-jet tempur Israel yang dipersenjatai ‘cluster bomb’ dan ‘sulfur bomb’? Tahukah senjata itu telah dilarang untuk dipergunakan? Sepertinya hampir kebanyakan media Barat saat itu telah bersiap-siap akan menjadikan berita mereka penuh dengan bukti kecanggihan dan hebatnya senjata perang Israel dan Amerika Serikat. Namun tidak disangka ternyata media Al-Jazeera malah memberitakan pembunuhan dan akibat fatal bahkan cacat seumur hidup dari kehidupan warga sipil Palestina dan Irak yang merupakan korban salah serangan (atau kesengajaan), yang mana oleh media Barat kurang banyak diliput atau bahkan mungkin tidak menarik untuk diliput.

Bisa jadi mungkin berita-berita tersebut yang menjadikan kejengkelan akan banyak pemerintahan Barat, namun kebalikannya malah menimbulkan rasa simpati dan solidaritas masyarakat dunia terhadap para korban perang warga sipil Irak, Afghanistan dan Palestina. Itu hanya sebagian saja dari penyeimbang akan berita-berita yang menjadikan mata dunia lebih terbuka akibat ketidakberdayaan akan sikap  penguasa hegemoni dunia. Ada kalanya juga, kita pun harus pandai dalam menganalisa ‘framing’ suatu berita. Disamping itu yang patut diingat adalah selama cara menguasai dunia itu dengan tindakan semena-mena bahkan mengesampingkan keadilan dan kemanusiaan, pastilah akan mendapatkan pertentangan dari banyak pihak, yang istilah kitanya itu dari ‘orang-orang yang dizalimi’.

Situs WikiLeaks pun dibuat oleh seorang Julian Assange yang merasa perlu untuk menyampaikan dokumen-dokumen itu, hanyalah semata-mata mengungkapkan kebenaran atau menampilkan sebuah realitas yang buruk. Tentu saja dibutuhkan kemampuan yang mumpuni dan kepiawaian bahkan donasi serta dukungan yang luar biasa dalam mengelola situs WikiLeaks ini.

By the way, saya pun jadi teringat pula akan film Take Down yang menceritakan seorang hacker bernama Kevin Mitnick. Ia menjadi buronan karena telah dianggap telah meng-crack password milik Tsutomu Shimomura (Hacker Pemerintahan), yang mana berisi file-file penting negara. Dalam sepak terjangnya ini Kevin menggunakan SAS (Switched Access System) untuk membantu dia melarikan diri dari kejaran FBI selama 1,5 tahun lebih. Apa itu SAS? Itu adalah sebuah software yang memiliki fungsi untuk menyadap semua dial-up dan incoming call Pemerintah, Agen FBI, semua Departemen Kenegaraan dan berbagai Intelijen-Intelijen. Sehingga, Kevin akhirnya pun bisa menyadap semua pembicaraan pemerintah Amerika tentang rencana penangkapannya dan untuk bisa segera melarikan diri. Selain itu, Kevin juga telah berhasil meng-crack semua password email milik para agen negara. Hal itu menjadikan Kevin mendapatkan keleluasaan dalam mengawasi pemerintah melalui email mereka masing-masing.

‘Become a symbol of the insecurities of the information age’, itulah Kevin Mitnick. Bagi banyak orang yang mengaku dirinya hacker paling tidak pastilah mengenal tokoh ini. Belum lagi sederetan nama hacker seperti Richard Stallman, Fyodor, Vladimir Levin, Linus Torvalds, Adrian Lamo, Loyd Blankenship, Robert Tappan Morris, Kevin Poulsen, Joe Engressian dan John Draper, bahkan hacker Indonesia seperti Ray Abduh (nama samarannya) yang heboh dengan kasus KlikBCA, kemudian pada hari Sabtu tanggal 17 April 2004 yang sempat heboh juga yaitu Dani Firmansyah yang telah mengacak-acak situs KPU.

Kita pun tahu bahwa pendiri WikiLeaks yaitu Julian Assange, juga merupakan seorang hacker. Tentu saja dia tidak bekerja sendirian, ada banyak orang yang bergerak dibelakangnya. Bahkan sampai saat ini pun sekitar 800 sukarelawan dan puluhan ribu simpatisan telah ikut mendukung. Anehnya lima besar media di dunia seperti The New York Times, Der Spiegel, The Guardian, El Pais dan Le Monde juga ikut mendukung apa yang dilakukan WikiLeaks. Lebih dari itu, tindakan dari Julian Assange ini juga telah menjadi inspirasi banyak pihak untuk bertindak minimal sama dengan apa yang diperbuat WikiLeaks.

Akhirnya kita melihat penyelesaian semena-mena dan lagi-lagi mengesampingkan ketidakadilan terhadap para pelaku yang dianggap menentang pemerintah ini, bukannya akan menyelesaikan suatu masalah namun malah akan menimbulkan bibit-bibit masalah baru. Misalnya saja kasus terorisme yang menimbulkan banyak problem definisi dan pemahaman yang berbeda-beda. Suatu permisalan yang diungkapkan St. Augustine, seperti apa yang dikutip Noam Chomsky untuk melihat bagaimanakah fenomena terorisme internasional dengan menganalogikannya dari percakapan cerita antara seorang bajak laut yang tertangkap oleh Kaisar Alexander Agung.

“Mengapa kamu berani sekali mengacau lautan?”, tanya Alexander Agung kepada si pembajak. Maka dibalaslah pertanyaan itu oleh pembajak, “Nah mengapa juga kamu berani mengacau di seluruh dunia? Apa hanya karena aku melakukannya dengan sebuah perahu kecil, terus aku disebut pembajak, sedang kalian melakukannya dengan kapal besar terus kalian lebih pantas disebut Kaisar.”

Baiklah, fenomena WikiLeaks ini juga tak akan selesai begitu saja jika penyelesaiannya sendiri tidak diiringi oleh keinginan untuk menciptakan keadilan dan perdamaian dalam tata pemerintahan dunia. Mentang-mentang superior, negara besar, ekonomi kapitalis kuat, persenjataan militer hebat, merasa paling adidaya kemudian sambil diiringi bertindak sewenang-wenang tanpa mau peduli hak asasi manusia lainnya, pastilah akan terus mendapatkan perlawanan dari pihak-pihak yang itu tadi, yang menurut istilah kitanya yaitu ‘orang-orang yang terzalimi’.

Dalam hal ini tak ada salahnya juga kita mengetahui akan sebuah manifesto hacker yang berjudul “The Conscience of a Hacker” yang ditulis oleh Loyd Blankenship yang seringkali dikalangan ‘underground’ lebih dikenal dengan nama “The Mentor”. Dalam manifesto itu Loyd menulis,

“Kalian menyebut kami penjahat.. karena kami menggunakan layanan yang sudah ada tanpa membayar, padahal layanan itu seharusnya sangat murah jika tidak dikuasai oleh orang-orang rakus. Kami kalian sebut penjahat.. karena kami gemar menjelajah. Kami kalian sebut penjahat.. karena kami mengejar ilmu pengetahuan. Kami ada tanpa warna kulit, tanpa kebangsaan, tanpa bias agama.. tapi bagi kalian kami penjahat. Kami adalah penjahat.. sedangkan kalianlah yang membuat bom nuklir, mengobarkan peperangan, membunuh, berbuat curang, berbohong, dan berusaha membuat kami percaya bahwa itu semua demi kebaikan kami.”

“Ya, aku adalah penjahat. Kejahatanku adalah keingintahuanku. Kejahatanku adalah menilai orang berdasarkan perkataan dan pikiran mereka, dan bukan berdasarkan penampilan mereka. Kejahatanku adalah menjadi lebih pintar dari kalian, sebuat dosa yang tak akan bisa kalian ampuni.”

“Aku adalah hacker, dan inilah manifestoku. Kau bisa menghentikan satu, tapi kau tak bisa menghentikan semuanya… bagaimanapun juga, kami semua sama.” (The Mentor, 1986)

Sebagaimana yang dikatakan oleh Kevin Mitnick, “The world has a right to know.” Paling tidak fenomena WikiLeaks ini timbul dari semangat dan kegeraman sekaligus kegemesan akan berbagai permasalahan global yang tak pernah selesai seperti hak asasi manusia, korupsi pemerintah dan korporasi, perang, konflik, hubungan politik eksternal, ekonomi yang semakin liberal dan kapitalis, ketimpangan sosial, terorisme yang merebak dimana-mana, perlombaan senjata, dan lain sebagainya.

Yah, fenomena WikiLeaks menjadikan banyak pihak berang karena borok-borok mereka terungkap, namun sekali lagi kita dituntut pula untuk menyikapinya secara bijak dengan niatan yang baik. Kita tahu WikiLeaks baru saja ditendang dari Amerika Serikat, beberapa jam kemudian sudah berada di Swiss, Jerman, Belanda dan Swedia. Bagi mereka yang ketakutan nantinya akan terbongkar ketahuan kenyataan perbuatan buruknya, pastilah akan berusaha sedemikian rupa untuk melakukan segala tindakan dalam upaya pembungkaman.

Marilah coba kita mencermati ungkapan kekesalan Kevin Mitnick yang pada akhirnya dijawab dengan ketiadaan kata-kata alias kebisuan dari Tsutomu Shimomura. Mitnick bertanya, “Why am I in here (penjara) and you're not? What did I do that was bad? What did you do that was good?”

Terus kira-kira kesimpulannya apa nih antara film RED, Take Down dengan WikiLeaks? Apa fenomena WikiLeaks bisa dikatakan akan berakhir? Apa pembocoran dokumen-dokumen rahasia itu benar-benar sangat merugikan kita? Terus kiranya apa perlu ditutup tuh situs semacam WikiLeaks ini? Yah mungkin pertanyaan Frank Mooses kepada William Cooper dalam film RED lebih tepat untuk mengakhiri tulisan fenomena WikiLeaks ini, “It’s gonna be a problem?”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun