Pada bulan puasa ramadhan ini hendaknya debat antara Islam, Nusantara dan Nasionalisme sejatinya tidak harus dipertentangkan. Secara rasional, dianjurkan untuk bersikap toleran terhadap Islam yang tidak memusuhi ataupun memberangus budaya yang ada justru diakomodir dan dilestarikan selama tidak bertentangan dengan syariat atau ajaran Islam yang ada. Tidak ada yang perlu dipertentangkan pula terkait perbedaan jumlah rakaat sholat tarawih di dalam bulan puasa ramadhan ataupun ada atau tidaknya doa Qunut. Secara hakiki, hormat - menghormati antar sesama umat Islam demi menjaga keutuhan NKRI adalah yang paling benar.
Tantangan dalam hal bernegara semakin kompleks berikut ancamannya. Diantaranya adalah gerakan terorisme dan gerakan radikalisme yang seakan menjadi bom waktu di negara Indonesia. Bulan puasa bisa dijadikan refleksi bagaimana ajaran Islam yang sesungguhnya. Bukankah Islam mengajarkan untuk tidak berbuat kerusakan dan melarang keras pembunuhan massal seperti teroris lakukan.
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya…” (QS. Al-Maidah: 32)
Dalam khazanah fikih, perbuatan terorisme dan radikalisme merupakan tindakan kejahatan dan telah memenuhi unsur pidana. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), tindakan erorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat trans-nasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif).
Bulan puasa ramadhan bisa dijadikan sebagai implementasi bela negara. Mencegah tindakan-tindakan terorisme dan radikalisme. Kultum sebelum berbuka puasa ramadhan yang gencar disiarkan di semua media baik itu internet, media cetak dan elektronik hendaknya diberikan pemahaman mengenai keterkaitan antara ajaran Islam dan Bela Negara.
Generasi muda khususnya kalangan muda Islam yang cenderung gampang direcoki paham tidak jelas seperti terorisme dan radikalisme maupun komunisme bisa dididik melalui ajaran agama Islam yang benar dan tidak menyimpang. Memulainya dari bulan puasa ramadhan, ceramah dan pendekatan dari sisi keluarga (family touch) yang mencontohkan sikap toleransi seperti yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Dengan begitu maka keutuhan NKRI bisa terus terjaga dan nilai - nilai Bela Negara bisa tertanam bersama akhlak dan akidah yang baik seperti yang diajarkan dalam agama Islam.
Oleh:
Akhmad Hanan, S.kel
Universitas Pertahanan Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H