Mohon tunggu...
Akhmad Febriansyah
Akhmad Febriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Tergabung sebagai anggota UKMF Teater Langkah dan UKMF Labor Penulisan Kreatif.

Lagi belajar nulis. Sukanya fotografi, videografi, kadang-kadang baca, kadang-kadang belajar drama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Rahasia Tanggal Pengumuman Ganjar dan Kecerdikan Megawati

26 April 2023   10:30 Diperbarui: 26 April 2023   10:31 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya rasa penasaran masyarakat Indonesia mengenai siapa calon presiden yang akan diusung oleh PDIP (Partai Demokrasi Indonesia perjuangan) terjawab sudah. Megawati Soekarno Putri sebagai ketua umum dari PDIP yang memiliki hak preogratif dalam pemilihan calon presiden yang akan diusung telah mengutus Ganjar Pranowo untuk menjalani tugas sebagai calon presiden.

Pengumuman ini dilaksanakan di Istana Batu Tulis, pada tanggal 21 April, pukul 13.45 WIB. Meskipun lebih lambat dalam menunjukan sikap jika dibandingkan dengan partai-partai lain yang bahkan telah membentuk koalisi, namun dapat dikatakan taktik politik yang dilakukan PDIP adalah strategi yang sangat cerdik. Hal ini menunjukan bahwa Megawati sebagai Nahkoda dari PDIP tida diragukan ketajaman dan  pengalamannya dalam kancah politik nasional, mengapa demikian?.

Dalam pidatonya, Megawati mengatakan sengaja memilih tanggal 21 April sebagai hari untuk mengumumkan calon presiden yang akan diusung PDI-P. Disinilah letak kecerdikan dari Megawati dan PDIP, karena tanggal 21 April memiliki dua momentum penting  yang sedang berlangsung di Indonesia.

Pertama, 21 April merupakan peringatan hari Kartini yang merupakan simbol dari perempuan dan perjuangan emansipasi. Hal ini membuat para pendengar akan menebak-nebak apakah benar Puan Maharani yang akan ditunjuk sebagai calon presiden. Apalagi Megawati juga menyinggung tentang peranan perempuan dalam perjuangan. Disini Megawati sengaja memberikan teka-teki kepada masyarakat, sehingga orang yang sedang mendengar pidatonya akan memperhatikan dengan fokus apa yang disampaikan Megawati dalam pidatonya.

Kedua, tanggal 21 April juga berbarengan dengan Hari Raya Idul Fitri atau H-1 jika menurut versi NU (Nahdatul Ulama). Namun, apapun versinya satu hal yang pasti adalah bahwa momen ini adalah hari yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pulang ke kampung halaman. Baik yang mendengar di perjalan mudik maupun ketika sudah sampai di kampung halaman, pengumuman calon presiden oleh PDIP  pasti akan menjadi satu topik perbincangan yang hangat untuk dibicarakan.

Lebaran yang identik dengan kumpul-kumpul keluarga besar tentu sedikit banyaknya akan membahas Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Orang-orang yang merantau dan pulang kampung pastinya membawa berita ini, sehingga mereka menjadi iklan berjalan yang menyebar luaskan informasi. Branding  semacam ini tentu akan sangat efektif dalam menjamah suara masyarakat yang tidak terlalu banyak menerima informasi, seperti orang tua dan masyarakat kalangan bawah atau mereka yang disebut ‘wong cilik’.

Istilah PDIP sebagai ‘partai wong cilik’ bukan bualan semata, karena basis terbesar dari PDIP adalah memang berada di desa-desa dan kampung-kampung khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka yang berasal dari golongan menengah kebawah, orang tua yang tidak main HP dan tidak pernah tahu hujatan-hujatan masyarakat terhadap PDIP, mereka tetap memilih PDIP.

Selain itu, istilah ‘wong cilik’ tidak hanya dapat dimaknai dari perpektif ekonomi saja. Akan tetapi, juga bisa merujuk pada masyarakat minoritas terutama dalam konteks agama. Masyarakat minoritas yang kedudukannya lemah dalam bersuara memilki kekhawatiran tidak terakomodasinya hak dan aspirasi  mereka karena dominasi dari golongan mayoritas. Hadirnya PDIP sebagai partai nasionalis sekuler dianggap paling mungkin menjadi tempat dari golongan minoritas untuk bergabung atau setidaknya mempercayakan suara mereka.

Bukti nyata dari hal ini misalnya banyak orang-orang keturunan PKI dan non muslim yang bergabung dengan PDIP. Kemudian contoh kasus lainnya adalah Provinsi bali yang mayoritas beragama Hindu menjadi salah satu lumbung suara dari PDIP. Dengan kata lain PDIP memiliki suara-suara yang akan konsisten memilih mereka, apalagi sentimen agama yang sangat kuat ditahun 2019 semakin meningkatkan ketakutan orang-orang minoritas.

Jadi, meskipun PDIP sering dihujat habis-habisan di media sosial, kader-kadernya banyak yang korup, komunikasi politik Bu Mega sering blunder, namun hal tersebut tidak mengubah status PDIP sebagai partai ‘wong cilik’. Walaupun belakangan istilah tersebut sering diplesetkan oleh lawan politiknya menjadi partai ‘wong licik.

Lalu sekarang setelah PDIP telah mengumumkan capresnya, apa yang langkah politik yang akan ditempuh PDIP selanjutnya? Siapakah yang akan menjadi cawapresnya? Lalu dengan adanya aturan presidential thereshold sehingga menjadikan PDIP mempunyai modal politik yang besar membuat partai ini percaya diri untuk maju tanpa koalisi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun