Mohon tunggu...
Akhmad Fawzi
Akhmad Fawzi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Pascasarjana Filsafat Islam

Membaca, Menulis, Merenung, dan Melamun

Selanjutnya

Tutup

Diary

Refleksi Kegelisahan Terhadap Ulama yang Diketahui Homoseksual

30 Juli 2024   23:13 Diperbarui: 30 Juli 2024   23:17 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Saat saya ikut kelas obrolan interaktif yang diselenggarakan oleh Paramadina Center For Religion and Philosophy (PCRP), di penghujung obrolan ada sebuah tanggapan dari audiens yang bercerita kalau dirinya seorang Gay lalu Mun'im Sirry menanggapinya dengan menyinggung ada beberapa ulama yang diketahui seorang homoseksual. Saya terkejut dan langsung mencari tahu atas apa yang Mun'im katakan. Tulisan yang diterbitkan pada Geotimes.id, Judulnya "Ulama-Ulama Homoseksual" oleh Mun'im Sirry (Link Artikel: https://geotimes.id/kolom/agama/ulama-ulama-homoseksual/), ada dua tokoh yaitu Ibnu Bajjah dan Abu Nawas yang diketahui homo berdasarkan sumber-sumber mengenainya. Yang terlintas dalam pikiran saya, kalau ulama saja ada yang homo bagaimana dengan umat atau pengikutnya? Atas kegelisahan itulah saya menulis topik ini.

Kegelisahan Menyelimuti, Pemahaman mesti dikonstruksi

Selama dua hari saya gelisah sebab terkejut soal diatas. Selama ini, definisi ulama yang saya pegang ialah mereka yang berpengetahuan luas dan mendalam serta mampu mengaktualisasikannya. Al-Qur'an dalam penafsiran mufassir pelbagai ayatnya menyebutkan homoseksual sebagai kemungkaran, perbuatan yang merusak, orangnya tidak suci hingga mengecam pada kaum homoseksual. Homoseksual, sebuah istilah yang menggambarkan identitas seksual seseorang yang tertarik pada jenis kelamin yang sama dengannya. Homoseksual yang kebanyakan dipahami oleh masyarakat terjadi pada zaman Nabi Luth yang umatnya menyukai sesama jenis.

Kaum Shodom namanya, karena ulah mereka lah Allah menurunkan azab. Tetapi, ada satu pandangan yang menyebut azab Allah turun kepada mereka bukan karena perilaku homoseksual tetapi karena kecenderungannya yang tertarik sesama jenis. Saya merefleksikan ulang pemahaman atas homoseksual ini, selain banyak yang menyebut penyimpangan seksual di sisi lain ada sisi kemanusiaan yang mesti kita hargai keutamaannya, bagaimana pun mereka juga manusia yang tidak sepantasnya dikucilkan hingga diasingi seakan-akan mereka (kelompok homoseksual) sudah tidak lagi menjadi bagian entitas kolektif manusia.

Franz Magnis Suseno dalam bukunya "Iman dalam Tantangan" menguraikan bahwa sekalipun mereka dikenal homoseksual, kita tetap hormati dan muliakan martabat kemanusiaanya. Yang kita tidak setujui ialah kecenderungannya yang menyukai sesame jenis, bukan pada individunya walaupun kecenderungan itu ada pada individunya. Maksudnya, mereka (homoseksual) tidak boleh kita jauhi bahkan sampai kita laknat/kutuk melainkan harus kita rangkul guna menyelesaikan permasalahan seksualitasnya. Terkadang, mereka (kelompok homoseksual) mengingkan ada segelintir orang yang ingin mendengarkan ceritanya, memahami persoalan dirinya dan menemaninya tanpa memandang identitas seksualitasnya. Bisa jadi, mereka yang merasa dirinya hina dan rendah di hadapan Tuhan sebab perilaku homoseksualnya lebih Tuhan perhatikan dibanding mereka (kelompok heteroseksual) yang merasa dirinya suci dan pasti masuk surga.

Mengapa Kita Seperti ini?

Mengapa diri kita yang bukan homoseksual merasa lebih suci dan mulia dari mereka yang homoseksual hingga menghakiminya? Sebegitu rendahnya homoseksual itu? Ya saya tahu anda mungkin tetap berpandangan mereka yang homoseksual sumber penyakit sosial. Tapi mengapa kita malah menghakimi personalnya, mengapa tidak pada kecenderungannya? Mereka masih bisa berubah asal kita mau merangkulnya. Mereka bukan hewan, barang tidak berguna dan entitas rendah. Mereka (kelompok homoseksual) sama seperti kita, iya kita, manusia. Manusia sebagaimana firman Tuhan merupakan makhluk yang paripurna. Artinya, sekalipun mungkin perilakunya menyimpang, entitas kemanusiaannya harus tetap kita hargai dan hormati bukan malah di rendahkan.

Penyebab terjadinya fenomena seperti itu diantaranya eksklusifitas pemahaman. Pandangan kita berat sebelah, hanya melihat satu sisi tanpa melihat sisi yang lain. Atas dasar itu juga tulisan ini berupaya membangun ulang pemahaman atas kelompok homoseksual terkait ulama-ulama homoseksual itu. Yang saya ketahui berdasarkan pengungkapan kelompok homoseksual ialah mereka juga tidak ingin seperti ini (homoseksual), tapi mau bagaimana lagi sudah menyatu dengan diri mereka. Mereka mengaitkan ini ke persoalan teologis dengan beralasan sudah kodrat yang Tuhan berikan kepada mereka. Apakah betul homoseksual merupakan kodrat dari Tuhan yang tidak bisa digugat?

Mengenai takdir atau kodrat dari Tuhan terhadap homoseksual tak sepenuhnya mutlak benar, sebab pandangan tersebut mengimplikasikan jika Tuhan mengizinkan adanya laku homoseksual. Rumi menyebut takdir sebagai hukum kehidupan yang rumusnya adalah apa yang kita lakukan memiliki konsekuensi. Pilihan keragaman orientasi seksual mempunyai konsekuensi tersendiri, dirinya lah yang menentukan pilihan arah seksualitasnya bukan Tuhan. Kalau begitu, setiap manusia memiliki pilihan atas orientasi seksualitasnya tinggal dirinya lah yang memilih dengan akal budinya. Namun, bukan berarti Al-Qur'an diam saja tetapi mendorong pemahaman manusia atas entitas makhluk yang Tuhan ada-kan yaitu sepasang dengan kelamin yang berbeda agar bersatu yang darinya menimbulkan keturunan.

Al-Qur'an menyebut jenis entitas manusia itu dua: Laki-Laki dan Perempuan. Keduanya diciptakan untuk saling mengenal, dari perkenalan ini timbul sikap menyukai hingga pada terjadi pernikahan yang akan melahirkan keturunan, keturunan inilah yang akan membentuk peradaban yang baik sebab masyarakat yang baik timbul dari keluarga yang baik. Artinya, dengan menyukai lawan jenis hingga menikah akan memberi sumbangsih pembentukan peradaban yang baik. Lalu bagaimana dengan kelompok homoseksual? Menurut pandangan kedokteran, manusia sedari lahir tidak memiliki DNA sebagai homoseksual. Homoseksual terbentuk secara eksternal, diantaranya seperti faktor lingkungan yang terlalu sering bersama-sama dengan sesama jenis. Homoseksual tidak menciptakan peradaban yang baik sebab darinya mustahil melahirkan anak keturunan yang nantinya dapat memberi sumbangsih bagi peradaban yang baik. Sekalipun seperti itu, mereka tetap tidak boleh merasa teralienasi secara kemanusiaan, ini bagian tugas memanusiakan manusia. Kita tetap menjadi sahabat mereka yang merangkul demi adanya perubahan pada diri seorang homoseksual. Kesucian dan kemuliaan manusia hadir saat dirinya mau berubah menjadi individu yang baik bukan yang merasa baik lalu menyalahkan yang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun