Disinilah kemudian memunculkan debatable berkaitan dengan penghapusan karya ilmiah Skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana.
Lantas apa mutu pendidikan di perguruan tinggi yang hendak menjadi target dari mendikbudristek ?Â
Apakah lulusan sarjana, atau Pascasarjana dan program doktoral hanya sebagai label saja, yang semuanya hanya dipersiapkan sebagai SDM-SDM yang siap untuk bekerja ?
Terobosan-terobosan inilah yang mungkin hendak di capai oleh mendikbudristek, melihat situasi dan kondisi, serta tantangan zaman ke depan.
Mempertanyakan Mutu dan Kualitas Pendidikan Tinggi era Mendikbudristek Nadiem Makarim ?
Harapannya dengan kebijakan sarjana Tanpa Skripsi, tentu harus di topang dengan program yang berbeda dan arahnya lebih unggul untuk menjamin kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
Tanpa syarat membuat skripsi dan bisa menjadi Sarjana mungkin sebagian akan menerima dengan sumringah nan bahagia.
Akan tetapi akan diarahkan kemana lulusan sarjana tanpa harus membuat karya ilmiah berupa skripsi yang menjadi sebuah persyaratan kelulusan?
Apakah hal tersebut ada jaminan yang komprehensif mengenai terobosan baru Mendikbudristek sarjana tanpa skripsi..?
Maka dari itu hal yang berkaitan dengan terobosan baru sekaligus kebijakan dari Mendikbudristek mengenai lulusan sarjana tanpa skripsi, Pascasarjana tanpa tesis dan program doktor tanpa disertasi itu menjadi tanda tanya mengenai kualitas dari pendidikan tinggi tersebut.
Maka dari itu perlu untuk diuji coba terlebih dahulu untuk menjamin kualitas pendidikan di perguruan tinggi, sebab pada ranah pendidikan itu sendiri Sumber daya Berkualitas menjadi tumpuan bagi masyarakat.