"Tak ada uang, Roda politik tak bisa jalan"
Komisi Pemberantasan Korupsi masih terus menyoroti adanya potensi politik uang (money politic), sebab situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak ketimpangan dan jauh dari kesejahteraan.
Kekuatan kapital saat ini cukup besar pengaruhnya, terutama dalam konstek yang bersinggungan dengan politik yang saat ini terus berkembang dan berubah.
Money politik menjadi hal yang secara umum sudah mulai bergerak secara terang-terangan dengan berbagai variabel yang gerakkan oleh para politisi.
Konsep dengan bazar murah yang kemudian di selipkan uang, atau pun secara langsung memberikan uang dengan cara bershodakoh dengan harapan suara rakyat bisa di kantongi, sudah bukan rahasia lagi.
Fakta yang terjadi di lapangan "politik sudah sama dengan uang", tanpa uang Roda politik tentu tak bisa berjalan. Potensi money politik inilah yang menjadi sorotan sejumlah pihak, baik itu oleh KPK, Bawaslu maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dilansir dari laman kompas.com, menurut wakil ketua KPK, Alexander Marwata menyataka "Kenapa money politics masih berjalan? Ya saya harus sampaikan 50 persen masyarakat kita itu masih belum sejahtera,” ujar Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2023).
Menurut Alex lebih dari 50% masyarakat yang masih belum sejahtera yang juga sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikan masyarakat yang masih cukup rendah, sehingga terbangunnya demokrasi yang kurang sehat masih terus terjadi.
Bangunan Demokrasi dengan Kapitalisasi
Kapital menjadi bagian yang terpenting dalam proses pesta demokrasi, seperti yang penulis katakan di awal, "tanpa uang Roda politik tak akan jalan".
Kapital memang suatu kebutuhan yang harus menjadi amunisi, tentu saja hal tersebut menjadi syarat mutlak untuk menggerakkan sebuah sistem, begitu pun dengan partai politik dan para kandidat mulai dari Pilihan presiden dan wakil presiden, Calon legislatif, wali kota, bupati dan wakil bupati, bahkan sampai pada tingkatan yang paling bawah yakni pilihan kepala desa.
Money politik atau kerap di kenal dengan serangan fajar, sudah menjadi tontonan yang tidak asing lagi dalam percaturan politik.
Meskipun uang bukanlah segala-galanya dalam sebuah percaturan, tapi uang bisa menentukan dalam langkah menuju kemenangan, dan pastinya harus di kuatkan dengan strategi politik yang jitu.
Dalam konstek saat ini apakah bangunan Demokrasi harus dengan kapitalisasi ? Maka jawabannya sangat mungkin kapitalisasi akan mendominasi dalam kontek pemilihan umum tahun 2024 yang akan datang.
Kontestasi, Demokrasi, dan Kapitalisasi
Tanpa memiliki kecukupan modal yang kuat, maka akan melemahkan proses kontestasi.
Kompetisi yang akan dilaksanakan pada Rabu 14 April 2024, mulai dari pemilihan presiden dan wakil presiden, Bakal calon legislatif mulai dari tingkah daerah, Propinsi dan tingkah pusat, serta pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pastinya semua kompetitor akan berkoar-koar tentang demokrasi.
Karena memang faktanya kekuatan rakyat yang harus terbeli dan teragitasi oleh kekuatan kapitalisasi.
Demokrasi seperti apa yang harus dibangun ? Sementara kekuatan kapital ditengah tingkat kesejahteraan masyarakat yang cukup melemah ?
Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, hanya menjadi pemanis dalam kontestasi, karena faktanya tidaklah demikian.
Rakyat hanya menjadi objek yang dibutuhkan setiap pemilihan umum akan dilaksanakan, semua kandidat hampir menyatakan diri bahwa kita bersaudara, harus bersatu, dan ujung-ujungnya pun minta di pilih, itulah fakta yang terjadi saat ini.
Apapun konsep dan strateginya, potensi money politic masih menjadi kekuatan yang tidak terbantahkan, sebab demokrasi kita masih belum selaras dengan tingkat kesejahteraan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H