"Pemilu tahun 2024 terus bergerak, persiapan dan strategi sudah mulai diracik sedemikian rupa, para elit dan tokoh politik sudah nampak bermanuver, serta mencitrakan dirinya dengan sedemikian rupa supaya mendapatkan simpatik rakyat"
Adegan demi adegan sudah mulai dilakoni, para elite politik mulai bersafari mencari simpati publik, gaya berpakaian dan berbicara pun di atur sedemikian rupa untuk menampilkan diri mereka sebagai sosok yang merakyat, humble, humanis, dan lain sebagainya.
Dua model politik pencitraan dan politik identitas, apa masih laku pada pemilu 2024 ? Terlepas laku atau pun tidak, semuanya adalah bagian yang sedang berkembang dan cukup sulit untuk dihindari, sebab bersifat melekat dengan rancangan skenario yang sudah mulai disusun untuk terus melakukan propaganda dalam rangka menaikkan elektabilitasnya.
Kondisi percaturan politik Nasional kian menghangat, tiga tokoh elite sudah menyatakan kesiapannya untuk menjadi RI 1, dimulai dari Prabowo Subianto dengan partai Gerindra, disusul oleh Anies Baswedan yang diusung oleh partai NasDem, dan yang ketiga disampaikan oleh Ganjar Pranowo menyatakan kesiapannya yang di duga memberi sinyal pada koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP.
Ganjar Pranowo sebelum menyatakan kesiapannya untuk menjadi RI 1, memang sudah direkomendasikan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai Capres, dan Yenny Wahid sebagai Cawapres pada pemilu 2024.
Dinamika politik yang kian menghangat sejumlah pengamat sudah mulai menilai dan memaparkan akan bangunan strategi politik yang hendak diterpakan oleh masing-masing elite partai politik, dan tidak menutup kemungkinan politik pencitraan dan politik identitas menjadi bagian tak terpisahkan untuk meraih kemenangan.
Apa itu politik pencitraan ?
Secara sederhana pencitraan merupakan proses penggambaran diri yang dirancang dengan baik untuk mendapatkan simpatik.
Proses pencitraan ini kerap dipakai oleh para elite untuk menggambarkan diri mereka sebagai sosok yang dekat dengan rakyat, ramah, humble, sehingga membuat simpatik masyarakat untuk memilih.
Membangun rasa suka dan disukai oleh rakyat adalah bagian yang sah-sah saja dalam konstek perkembangan politik di alam demokrasi Indonesia, senyampang hal tersebut tidak berlebihan atau bahasa gaulnya senyampang tidak lebay-lebay amat.