"Tragedi di stadion Kanjuruhan atas hilangnya banyak nyawa hingga mencapai 131 orang, membuat tangis dan duka yang teramat dalam terutama bagi para sanak famili dan orang tua yang telah mereka tinggalkan untuk selama-lamanya"
Awal bulan Oktober lalu dunia di kejutkan dengan tragedi yang sangat memilukan, terutama para pecinta sepakbola yang harus mengantarkan nyawanya akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan saat usai laga Arema FC vs Persebaya.
Para suporter Aremania harus kehilangan nyawa dalam tragedi tersebut. Tercatat 131 orang yang dinyatakan meninggal dunia akibat kerusuhan dan tembakan gas air mata sehingga menyebabkan kepanikan, dan kematian.
Sudah ada tersangka dalam tragedi tersebut yang ditetapkan oleh polri, tersangka itu adalah Akhmad Hadian Lukita (Dirut LIB), Abdul Harris (Ketua Panpel), Suko Sutrisno (Security Officer), Wahyu SS (Kabag Ops Polres Malang), H (Brimob Polda Jatim), BSA (Kasat Samapta Polres Malang).
Penetapan para tersangka itu diduga karena ada kelalaian hingga menyebabkan ratusan orang harus kehilangan nyawa.
Dikutip dari laman kompas.com, Para Polisi melakukan aksi Sujud Sebagai wujud permintaan maaf dan aksi spontanitas, Kapolresta Malang Kota, Kombes Budi Hermanto, bersujud bersama para anggota kepolisian lainnya pada kegiatan apel pagi di halaman Mapolresta Malang Kota, Senin (10/10/2022).
Aksi Sujud Polresta Malang yang di pimpin Oleh Kombes Budi Hermanto itu sebagai bentuk penyesalan dan permintaan maaf atas tragedi Kanjuruhan yang menelan banyak korban.
Tetapi aksi Sujud sebagai bentuk permintaan maaf tidak lantas membuat nyawa yang melayang itu datang kembali, sebab semua sudah terjadi.
Tidak ada penyesalan yang datang Sebelum Peristiwa terjadiÂ
Belum lagi kasus Mantan Kadiv Propam Ferdi Sambo usai, peristiwa Di Stadion Kanjuruhan kembali menjadi pertaruhan citra polisi di mata masyarakat, disini polisi yang bertugas melindungi, mengayomi dan melakukan penertiban justru bertindak Arogansi hingga menjadi sebab jatuhnya banyak korban.
Tetapi dalam konstek ini tidak bisa kemudian menjadikan aparat satu-satunya sebagai kambing hitam yang terus dipersoalkan, sebab ada banyak variabel dalam tragedi Kanjuruhan tersebut.
Tembakan gas air mata memang menjadi pemicu kepanikan, dan sesaknya para suporter hingga berakibat kematia, namun pada sisi yang lain pihak aparat menembakkan Gas Air mata dengan tujuan untuk meredam para suporter, namun naas tembakan Gas Air mata itu justru berbuah ratusan nyawa melayang.
Tak ada penyesalan sebelum peristiwa itu terjadi, memang menjadi pepatah yang kerap kita dengar ditengah masyarakat, dan hal itu terjadi pada polisi yang menangani kekisruhan di Stadion Kanjuruhan Malang.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi, semoga yang kehilangan putra/putrinya diberi ketabahan, dan yang meninggal dunia diampuni dosanya, dan diterima amalnya.
Sudah menjadi takdir yang sudah digariskan oleh yang maha kuasa, tidak ada yang menyangka peristiwa mencekam dan mematikan itu terjadi pada awal bulan Oktober, menjadi sejarah kelam bagi bangsa Indonesia, dan khususnya bagi sepakbola Indonesia.
Polri dan Jajarannya harus terus berbenah diri
Seperti apa yang kerap disampaikan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo bahwa polisi jangan antri kritik, karena kritik yang konstruktif untuk perbaikan institusi polri.
Begitu pun dengan para polisi jangan selalu mencari kambing hitam untuk saling dipersalahkan, sebab menjadi pertaruhan polisi ditengah masyarakat, dan jangan sampai polisi kehilangan marwahnya dintengah masyarakat.
Kasus Ferdi Sambo sudah menjadi catatan hitam yang mengerikan, masih ditambah lagi dengan Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban hingga ratusan orang, membuat polisi semakin terhimpit dan trustnya bagi masyarakat semakin terjepit.
Tentu ada banyak hikmah dan pelajaran atas setiap perisitiwa yang terjadi, dan Polri beserta jajarannya, harus benar-benar melakukan perubahan secara menyeluruh hingga pada tingkat akarnya, sebab nama institusi Polri saat ini sedang menjadi pertaruhan akan citranya.
Didepan hukum semuanya sama, menjadi berbeda ketika ada proses-proses rekayasa dan ketidakjujuran yang kerap dipertontonkan. Masyarakat kita saat ini sudah mulai cerdas, dan akses informasi tekhnologi sudah semakin cepatnya, sehingga masyarakat sudah mulai pintar menganalisa dan mencermati sebuah peristiwa.
Lantas jangan ada dusta diantara para pemangku kebijakan atas tragedi Kanjuruhan yang telah menelan ratusan nyawa melayang, karena permainan tak sebanding dengan nyawa yang menghilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H