"Seiring perjalanan waktu, nama-nama yang meninggal dunia dalam tragedi yang mematikan di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu malam (01/10/22) hanya akan terkenang, namun peristiwa yang mematikan itu akan membuat para orang tua yang kehilangan anggota keluarganya, bisa jadi akan membenci permainan sepakbola hingga harus merenggut nyawa"
Air mata itu masih belum kering, saat anak, atau kerabat mereka berpamitan hendak menonton sepakbola untuk mendukung tim kesayangannya, justru pulang tanpa nyawa, sungguh tragedi yang amat sangat memilukan.
Permainan sepakbola tidaklah seberharga nyawa, kalimat itu kian menambah sesak pada orang tua maupun kerabat melihat anggota keluarga mereka harus terbujur kaku gegara. Menonton sepakbola.
Lantas siapa yang hendak dipersalahkan, Nasi sudah menjadi bubur, tragedi yang mengerikan telah terjadi, tinggal sisa kenangan akan kematian anggota keluarga mereka mati dalam kondisi mengenaskan akibat gas air mata dan desakan di Tribune membuat mereka kehilangan nyawa.
Ada 125 keluarga yang kehilangan anggota keluarganya ompasca tragedi Kanjuruhan, hal tersebut menjadi tragedi yang paling memilukan dalam sejarah sepakbola tanah air.
Kasus kematian para suporter Aremania ini bukanlah kasus biasa, dan harus diusut dengan tuntas, tidaklah cukup panitia pelaksana, polisi, dan para pihak lainnya jika pun harus menyerahkan nyawa mereka pada orang tua korban, sebab para pihak itu tidak bisa mengembalikan nyawa manusia yang lebih dari 100 jiwa itu.
Keprihatinan kita semua atas duka Kanjuruhan, yang telah membuat paranorang tua dan kerabat mereka (korban) harus kehilangan untuk selama-lamanya. Tidak ada yang menyangka peristiwa tragis itu masih menyisakan Air mata yang mendalam.
Indonesia Berduka, Dunia Ikut Berbela SungkawaÂ
Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu malam (01/10) menjadi tragedi yang paling memilukan bagi bangsa Indonesia, sebab para suporter yang menamakan diri sebagai Aremania, harus menyerahkan nyawanya saat usai laga Arema FC vs Persebaya.