"Krisis moralitas masih menjadi tontonan yang memilukan bagi Negeri ini, sederet pejabat yang tertangkap melakukan korupsi dan berbaju Orange sudah banyak yang dijebloskan kedalam sel tahanan, terbaru Gubernur Papua Lukas Enembe juga diduga melakukan korupsi dan suka bermain judi"
Korupsi dan judi adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya masuk dalam kategori perbuatan tercela, apalagi bagi seorang pejabat yang seharusnya mampu memimpin dan memberikan contoh yang baik justru malah sebaliknya.
Kasus korupsi masih kerap menjadi tontonan mulai dari akademisi yang menjerat Rektor Universitas Lampung (UNILA) sampai pada pejabat pemerintahan sepertinya sudah cukup mengakar.
Bagaimana pemerintah melawan pelanggaran dan tindak pidana korupsi yang kerap dilakukan oleh para pejabat kita, hingga membuat negara mengalami kerugian yang begitu besar, tidak hanya miliaran rupiah bahkan sampai bernilai triliun rupiah.
Pejabat kita masih suka dengan suap dan bermain di bawah meja, tidak hanya gubernur dsn akademisi saja, bahkan seorang hakim pun sudah banyak yang terjerat kasus suap sehingga membuat rakyat semakin tidak simpatik dengan perilaku pejabat kita yang kerap keluar dari rel yang sebenarnya.
Keserakahan dan ketamakan pejabat kita untuk memperkaya diri dan golongannya dengan menghalalkan segala cara menjadi hal yang tidak biasa dengan karakter bangsa kita, revolusi mental yang menjadi salah satu misi presiden Jokowi akhirnya hanya menjadi isapan jempol semata.
Dalam konstek ini penulis bukan hendak menjustifikasi para pejabat yang sudah keluar dari rel semestinya, tetapi sepertinya perlu dievaluasi secara menyeluruh baik sistem maupun pejabatnya yang gemar melakukan diluar tupoksinya, sehingga memunculkan banyak persoalan yang terus mengakar.
Pejabat Korup, apa yang kurang dari mereka ?
Ketika kekuasaan dan sistem sudah dalam genggaman, menjadi berkah atau ujian ? Inilah tantangan bagi setiap manusia ketika sudah dipercaya dan diamanahi sebuah kekuasaan.
Apa yang kemudian keliru, sistemkah atau orang yang menjalankan sistem itu sendiri ? Hingga perbuatan yang menyimpang akhirnya menjadi tontonan yang tidak sedap dipandang mata.
Kasus Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi catatan penting bagi kita semua bahwa mental korupsi dan judi bisa berlaku pada siapa saja, sebab tidak hanya sistem saja yang perlu di benahi, namun mental dan pembentukan karakter, sehingga ketika dipasrahi amanah menjadi tokoh publik, benar-benar menjalankan tugasnya sesuai dengan tupoksinya.
Mental korup ini, juga tidak lepas dengan sistem, dimana untuk menjadi pejabat publik suap menyuap masih kerap terjadi, tidak hanya pejabat kelas kakap, bahkan pejabat paling rendah sekalipun untuk mendapatkan jabatan masih ada ruang suap dan sogok, dan hal itu masih "menjadi hal lumrah" yang bisa terjadi disekitar kita.
Disamping ambisius terhadap jabatan sebagai salah satu jalan untuk memperkaya diri, rasa syukur akan nikmat yang diberikan Tuhan, kerap diabaikan, sehingga menjadi laknat dan menjadi malapetaka yang pastinya merugikan diri dan keluarga.
Mental untuk memperkaya diri dengan menghalalkan segala cara sudah menjadi kebiasaan untuk memenuhi ambisi dan eksistensi
Ujian menjadi seorang penguasa itu memang cukup berat, godaan, tantangan, ujian, dan sederet masalah lainnya, menjadi hal yang tak bisa dihindari.
Begitu pula dengan hal yang berbau politik, kawan dan lawan tidaklah abadi, karena yang abadi adalah kepentingan semata.
Mental Korupsi dan penjudi yang saat ini sedang diusut dan menguap kepermukaan adalah Gubernur Papua Lukas Enembe.Â
Dikutip dari lamam tempo.co, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia menyatakan Gubernur Papua Lukas Enembe diduga bermain judi di 3 negara, yaitu Singapura, Malaysia, dan Filipina. MAKI menduga permainan judi ini tidak sembarangan, tetapi bermain di kasino dengan kelas VIP.
Gubernur Papua satu orang yang tertangkap, sementara tidak menutup kemungkinan pejabat lainnya juga ada yang gemar melakukan korupsi untuk bermain judi, sehingga kasus Lukas Enembe ini menjadi pelajaran sekaligus evaluasi bagi pemerintah, sebab perbuatan tercela tersebut tidak hanya merugikan negara secara umum, namun juga merugikan rakyat yang saat ini sedang didera kesulitan ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H