Jika KPU memperbolehkan kampanye di kampus, Bawaslu justru sebaliknya, dengan menggunanakan pasal yang sama, bahwa ada larangan menggunakan fasilitas pemerintah, lembaga pendidikan maupun tempat ibadah.
Dikutip dari laman Republika.co.id, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Puadi mengatakan, peserta pemilu yang melakukan kegiatan kampanye pemilu di tempat ibadah atau di tempat pendidikan terancam pidana paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Puadi menambahkan, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022, peserta pemilu partai politik baru akan ditetapkan pada 14 Desember 2022. Sementara peserta pemilu anggota DPD dan paslon presiden dan wakil presiden akan ditetapkan pada 25 November 2023.
Perbedaan pandangan inilah yang kemudian. Membuat rancu, dan pastinya akan merugikan para kandidat yang memiliki hajat untuk mencalonkan diri.
bahkan menurut Bawaslu melakukan Kampanye di kampus, bisa di Pidana paling lama 2 tahun dan denda 24 juta, tentu hal debatable tersebut harus diselesaikan baik oleh KPU maupun Bawaslu, sehingga penerapan dan interpretasi terhadap UU pemilu tidak menjadi rancu.
Lantas aturan yang mana kemudian hendak diterapkan, apakah sesuai dengan pernyataan KPU yang membolehkan kampanye di kampus, atau mengikuti larangan Bawaslu karena menggunakan fasilitas pemerintah.
Karena lembaga pendidikan, masuk dalam kategori fasilitas milik pemerintah, sama halnya dengan tempat ibadah.
Sinyal KPU memberikan ruang bagi kandidat untuk berkampanye di kampus
Pernyataan ketua KPU sebagai penyelenggara pemilu, soal kampanye dikampus, senyampang tidak membawa atribut partai politik, dan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dikampus, tentu itu sah-sah saja.
Ruang terbuka untuk menarik simpati dan empati mahasiswa atau mahasiswi sebagai pemilih milenial, dan memberikan edukasi politik, pastinya sah-sah saja.