"Kematian Brigadir Nofriasnyah Joshua Hutabarat alias Brigadir "J" masih menyita perhatian publik, pasalnya kematian Brigadir J yang sudah ditetapkan sebagai pembunuhan berencana, ditengarai ada proses penyiksaan dan interogasi terlebih dahulu sebelum BJ di tembak mati"
Mengutip pernyataan Menkopolhukam, Mahfud MD "peristiwa kematian Brigadir J, bukanlah kasus biasa, karena bukan dilakukan oleh orang biasa atau warga sipil".Â
Peristiwa kematian Brigadir J Versi mantan Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo, karena adanya laporan pelecehan dari Putri Candrawati yang membuat sang jenderal marah dan geram, sehingga memanggil dan memerintahkan anak buahnya untuk mengeksekusi Joshua.
Sederhana itukah motifnya ? Sementara timsus polri yang melakukan penyidikan dan pengusutan sudah menetapkan 3 tersangka dengan pasal 340 Subsider 338 junto dan pasal 55-56 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Sementara Barada Richard Eliezer dijatuhi pasal 338 juncto dan pasal 54-56 KUHP, tentang pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang yang di Akui Eliezer karena paruh terhadap perintah atasan.
Karena peristiwa tersebut ada di tubuh polri, sehingga kasus tersebut tidaklah biasa, dan Menkopolhukam Mahfud MD, menyatakan ada banyak ranjau ditubuh Polri atas tewasnya Brigadir J, sehingga bisa menyebabkan kasus tersebut akan berbuntut panjang dan penuh dengan drama yang mengejutkan.
Jika unsur kebohongan yang ditutupi dengan kebohongan lainnya, akan membuat FS menjalani hukuman yang semakin berat.
Sebagai penegak hukum bahkan di sebut polisinya polisi, Irjen Ferdi Sambo harus lebih kooperatif dan sampaikan sejujurnya, motif dibalik kasus tewasnya Brigadir "J", karena jika memakai nalar "Jangan-jangan Ferdi Sambo sendiri yang telah menembak kepala Brigadir " J" hingga tersungkur mati, sebab hasil Ekshumasi yang kedua kalinya, ada indikasi peluru yang menembus tubuh Brigadir J, bukan peluru milik bawahan, bahkan ditengarai senjata yang di pakai yang memang dipakek oleh para jenderal.
Dalam kasus kematian Brigadir J, nama AKP Rita Yuliana, yang memiliki nama lengkap Rita Sorcha Yuliana, di sebut-sebut masuk dalam pusaran kasus tersebut, terlepas ada indikasi perselingkuhan atau pun menjadi istri yang kedua, kepastiannya kita semua belum tahu, tentu hal tersebut merupakan kewenangan penyidik untuk mengungkapkannya.
Memang tidak bisa dipungkiri ada banyak ranjau di pusaran pejabat Polri yang bisa diinjak oleh siapa saja, dan masuk dalam area yang mematikan.
Skenario Sang jenderal gagal total, setelah penyidik dari timsus, yang menggandeng Komnas HAM, LPSK melakukan penyelidikan dan menemukan banyak fakta yang berbeda dari laporan sebelumnya, sehingga kebohongan sang Jenderal sangat jauh dari fakta yang sebenarnya.
Apa saja kebohongan Irjen Ferdi Sambo dalam kasus kematian Brigadir J, berikut 5 fakta kebohongan sang Jendral yang telah menghabisi ajudannya.
1. Kepulangan dari Magelang Ke JakartaÂ
Seperti laporan di awal Irjen Ferdi Sambo yang lebih dulu sampai dirumah Dinasnya, yang kemudian disusul oleh rombongan Putri Candrawati, Brigadir J dan Barada E, serta yang lainnya.
Tetapi fakta tersebut tidaklah demikian, sebab ada temuan baru yang disampaikan oleh Komnas HAM, bahwa Sambo lebih dulu sampai di Jakarta sebelum tragedi Naas tersebut terjadi.
Dikutip dari laman kompas.com, "Awalnya kan kita kira sama harinya. Tapi ternyata setelah kita telusuri, kita dapat bukti yang lebih baru. Bukti terbaru itu menunjukkan pulangnya (Sambo) satu hari sebelumnya dengan pesawat," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat ditemui di kantornya, Kamis (4/8/2022).
Menurut Komnas HAM temuan itu didapatkan pada (7/7) sehari sebelum terjadinya eksekusi terhadap Brigadir J.
Tidak seperti yang diskenariokan, seolah - olah rombongan itu bersama dari Magelang ke Jakarta, namun fakta lain menunjukkan bahwa Ferdi Sambo pulang lebih dahulu, sehari sebelumnya.
2. Adanya Baku TembakÂ
Skenario Baku tembak antara Barada E dan Brigadir J, juga tidak bisa dibuktikan, pasalnya Barada E yang menjadi tersangka eksekusi Brigadir J, tidak mengalami luka atau lecet sedikitpun.
Namun, fakta sebenarnya, tidak terjadi baku tembak di rumah Sambo. Peristiwa sesungguhnya ialah penembakan Bharada E terhadap Brigadir J atas perintah jenderal bintang dua itu.
Inilah fakta kebohongan kedua yang menewaskan Brigadir J, bahwa baku tembak tidak terjadi di rumah dinas Sambo, yang ada Barada E sebagai eksekutor atas perintah sang Jenderal untuk membunuh Joshua.
Terlepas benar atau tidaknya, kronologinya demikian, karena bisa saja, penembaknya malah bukan Barada E, tapi Ferdi Sambo sendiri, dan Barada E hanya masuk dalam pusaran Skenario dengan iming-iming uang atau ancaman terhadap keluarganya, hal tersebut bisa saja terjadi.
3. Saat peristiwa eksekusi tidak ada dilokasi karena sedang melakukan tes PCRÂ
Fakta kebohongan yang ketiga, skenario untuk mencuci tangan, pada akhirnya terbongkar pula, karena saat peristiwa terjadi sang Jenderal dikatakan tidak ada dirumah dinasnya, malah sedang bepergian untuk melakukan tes PCR.
Masih di kutip dari sumber yang sama "Ketika peristiwa terjadi, Sambo mengaku tak berada di tempat kejadian perkara (TKP) karena sedang melakukan tes PCR sepulang perjalanan dari Magelang"
Fakta yang sebenarnya Ferdi Sambo ada di TKP dan di duga memerintahkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk mengeksekusi sang ajudan.
Sudah tak bisa disangkal lagi, bahwa skenario sang jenderal menghabisi anak buahnya sendiri gagal total, hingga publik seantero Nusantara memahami peristiwa tersebut.
4. Soal pengambilan Decoder CCTV yang rusakÂ
Kebohongan lainnya atas skenario Ferdi Sambo, mengenai CCTV yang rusak dirumah dinasnya, sehingga tidak bisa merekam aktivitas apapun.
Bahkan saat terjadinya eksekusi jelas, tidak menemukan rekaman apapun, dan code senyap di berlakukan pada saat itu.
Masih dikutip dari sumber yang sama "bahwa Di awal, disebutkan CCTV di rumah dinas Sambo mati karena dekodernya rusak.Tetapi, dalam perkembangannya, polisi menyebut bahwa Sambo berperan dalam mengambil CCTV di sekitar TKP penembakan"
Itulah fakta kebohongan Ferdi Sambo lainnya, soal tewasnya Brigadir Joshua yang mengenaskan.
5. Adanya pelecehan Seksual terhadap Putri Candrawati Sambo
Bareskrim Polri sudah menghentikan laporan soal pelecehan seksual yang dilakukan oleh Alm. Brigadir Joshua, karena memang faktanya tidak ada pelecehan dalam kasus kematian Brigadir J.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Joshua melakukan penodongan dan pelecehan terhadap Istri Ferdi Sambo, Putri Candrawati, yang membuat sang putri berteriak histeris, dan membuat Barada E langsung turun dari lantai dua dan terjadi baku tembak.
Fakta tersebut kembali tidak mampu dibuktikan, skenario yang kelima ini gagal total pula untuk mengelabui tewasnya Brigadir J.
Skenario kebohongan yang ditampakkan ke publik, menjadi tensi masyarakat, sehingga pemerintah yakni Presiden Jokowi dan Menkopolhukan Mahfud MD, menginstruksikan untuk membuka kasus tersebut secara terang benderang, karena menyangkut Marwah Institusi Polri.
Bahkan Mahfud MD, menyatakan "Jika kasus tersebut tidak diungkap ke publik secara terang benderang, negara ini bisa hancur". Tentu karena tingginya tensi masyarakat terhadap peristiwa yang terjadi ditubuh Polri, sehingga harus dituntaskan sampai ke akar-akarnya.
Itulah 5 fakta kebohongan Sang Jenderal yang sedikit demi sedikit mulai terkuak, semoga peristiwa naas di tubuh Polri segera terselesaikan dengan baik, dan kepercayaan publi pada institusi polri sebagai penegak hukum, pengayom, pelindung, dan penjaga ketertiban segera pulih kembali.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI