Butuh waktu yang lama dan proses panjang untuk meraih kursi yang sedang diduduki oleh Ferdi Sambo.
Semuanya menjadi kandas, sebab perilaku tidak manusiawi yang dilakukan oleh Ferdi Sambo Cs.Â
Interogasi dan penyiksaan jelas sudah dilakukan, pasalnya waktu Ekhumasi terdapat luka sayatan, dan penganiayaan lainnya terhadap Brigadir J, sebelum ia ditembak kepalanya.
Karir Irjen Ferdi Sambo terbilang cukup cemerlang, sebab Ferdi sambo sudah memiliki jaringan dan kedekatan dengan pejabat publik yang bisa mengkatrol dirinya.
FS, RR, dan KM dijatuhi pasal 340 subsider 338 juncto dan pasal 55-56 KUHP, sementara Barada E hanya di jatuhi pasal 338 junto, 55-56 KUHP, yakni pasal pembunuhan.
Menjadi cukup menarik untuk ditelisik, sebab terkuaknya kasus kematian Brigadir J yang dilakukan oleh oknum polisi pangkat teri, sampai pangkat buaya, tidak hanya soal pelecehan seksual, dan kasus skandal lainnya yang dianggap hanya conten dewasa, dan hanya penyidik saja yang boleh tahu.
Akankah masyarakat Indonesia secara umum dianggap seperti anak dibawah umur, sehingga tidak boleh tahu yang sebenarnya atas motif kematian Brigadir J, lantas bagaimana dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menginstruksikan atau memerintahkan untuk mengusut kasus tersebut sampai pada akar-akarnya dan dibuka ke publik dengan jujur dan transparan, dan jangan di tutup-tutupi.
Jika Kapolri Listyo Sigit Prabowo tidak membuka motif pembunuhan Brigadir J secara terang benderang, sama saja "Kapolri melawan perintah Presiden".
Ada Unsur Kemanusiaan yang harus dipertanggung jawabkanÂ
Kematian Brigadir Joshua, bukan lagi soal agama, suku, ras, etnis, atau apapun namanya, tapi hal tersebut menyangkut humanisme atau kemanusiaan.
Teka teki silang terus berkembang, 4 tersangka pelaku pembunuhan Brigadir J sudah ditetapkan, namun motif belum juga disiarkan, Menkopolhukam Mahfud MD memasrahkan Konstruksi motif pada Kapolri dan jajarannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.