Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Petani di Era Industri 4.0, Sanggupkah Petani Kita Menghadapi Cepatnya Perubahan?

8 Juli 2022   19:49 Diperbarui: 8 Juli 2022   19:54 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Era Industri 4.0, tenaga manusia sudah mulai berkurang, Petani sudah beralih pada alat berbasis tekhnologi dan digitalisasi, sumber: Pertanian.go.id

"Indonesia sebagai negara Agraris, pertanian masih menjadi hal yang mendasar untuk memproduksi dan menghasilkan pangan terbaik, sehingga pemerintah terus mendorong petani kita untuk tidak gagap dengan tekhnologi di era Industri 4.0"

Potensi pertanian di Indonesia masih menjadi hal yang utama untuk menciptakan menghasilkan  swasembada pangan, apalagi memasuki era industri 4.0, dimana industri pertanian di negeri ini masih memiliki potensi yang besar.

Perubahan sekaligus pergeseran dalam hal pertanian dan industri pertanian ini masih bisa dikatakan menjadi poros utama untuk kemandirian pangan yang ada di dalam negeri, bahkan harapannya negara kita tidak hanya mengimpor bahan pokok makanan seperti beras, jagung maupun daging, tetapi dengan melesatnya industri pertanian itu sendiri, negara kita mampu untuk mengekspor bahan makanan ke negara tetangga.

Bicara soal industri pertanian di era di gitalisasi ini, acapkali kita melihat seperti tidak nyambung, padahal pertanian, industri pertanian, dan digitalitasi pertanian itu sendiri bisa menjadi satu-kesatuan yang saling menopang.

Mengapa penulis mengatakan bahwa pertanian, industri tani, dan tekhnologi pertanian merupakan satu kesatuan yang terpisahkan ?

Karena memang faktanya memasuki era Industri 4.0 ini Sumber Daya Kita, terutama yang bergerak di bidang pertanian mampu mengupgrade diri, supaya tidak gagap, karena tekhnologi pertanian dan digitalisasi pertanian sudah terkoneksi dengan baik, tinggal bagaimana Sumber Daya Manusia (SDM) nya, mampu mengaplikasikan teknologi pertanian itu berbasis digitalisasi.

Sebagai contoh sederhana dinegara-negara maju, sepeti Jepang, Korea, Malaysia, Pertanian dan industri pertanian sudah saling menguatkan satu sama lain, sehingga terbentuk korporasi antara petani, hasil tani, dan produk yang dihasilkan dari pertanian itu sendiri.

Tekhnologi pertanian dan digitalisasi pertanian sudah banyak kita temukan, dimana tenaga manusia sudah mulai dirampingkan, karena sudah ada mesin yang mengerjakan, sehingga para petani dengan modal yang cukup, sudah mulai beralih menggunakan digitalisasi yang dipadukan dengan alat pertanian itu sendiri.

Ada dua hal yang perlu kita cermati dalam konstek petani dan sistem pertanian kita.

Pertama : Tekhnologi Pertanian dan Digitalisasi 

Era Industri 4.0, mengalami pergerakan yang cepat, sehingga petani kita sudah tidak lagi asing dengan alat tekhnologi yang sudah bertebaran dimana-mana.

Tekhnologi pertanian dan digitalisasi pertanian itu sudah tidak terpisahkan lagi, mulai dari persoalan dihilir sampai problem hulu soal pertanian.

Begitu pula dorongan pemerintah terhadap petani untuk menghasilkan produksi pertanian saat ini terus digencarkan, sambil lalu mempersiapkan SDM petani untuk bisa mengaplikasikan tekhnologi pertanian berbasis tekhnologi 

Maka disinilah para petani dituntut berpikir se efektif mungkin, terutama berkaitan dengan modal pertanian, sehingga konsep petani kita sudah harus mengarah pada konsep "Biaya Minimalis, dan menghasilkan produk tani yang maksimalis".

Karena sudah eranya petani itu sudah harus jaya, mampu bersaing, dan tidak tertinggal oleh cepatnya perubahan zaman.

Kedua : Semakin canggihnya tekhnologi pertanian yang didorong dengan digitalisasi, tentu saja akan merampingkan tenaga manusia

Salah satu hal yang akan menjadi konsekuensi, terutama bagi buruh tani yang pastinya akan banyak kehilangan pekerjaan, karena era industri 4.0, tenaga manusia sudah mulai tergantikan dengan tekhnologi, bahkan alat tekhnologi pun mampu di gerakkan dari jarak jauh, dengan dorongan dan sistem Digitalisasi.

Bahkan hasil dan produk pertanian saat ini pun, juga cukup bersaing, karena dengan kecanggihan tekhnologi produk pertanian itu sendiri bisa dipasarkan melalui kecanggihan tekhnologi berbasis digitalisasi.

Memasuki era industri 4.0, bukan berarti tidak memunculkan persoalan, Dimana semakin merebaknya tekhnologi pertanian menyebabkan buruh tani kehilangan pekerjaan.

Disamping itu pula konsekuensi yang harus diterima, semakin meningkatnya angka pengangguran, jika petani atau pun buruh tani, tidak memaksimalkan kemampuannya, karena daya saing sudah semakin kuat.

Disamping  adanya berbagai problem pertanian di era industri 4.0, petani kita juga dihadapkan dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, akibat terjadinya kapitalisasi lahan pertanian oleh sejumlah cukong dengan orientasi produksi dibidang selain pertankan itu sendiri.

Dengan demikian, tekhnologi pertanian yang ditopang dengan kemampuan digitalisasi ini, bagi petani yang memiliki modal cukup sangat meungkin mengeluarkan modal minimalis, dengan hasil yang maksimalis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun