Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banjir dan Longsor Masih Mengintai Kita, Ini Salah Siapa?

18 September 2021   20:20 Diperbarui: 18 September 2021   22:18 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung menjadi gundul, dan beralih fungsi menjadi lahan pertanian | ilustrasi : merdeka.com

"Gunung sebagai salah satu cagar alam yang semestinya masih menghijau, kini sudah mulai menguning, sebab tanahnya tersinari mentari dikala pagi dan siang hari"

Ketika gunung sudah beralih fungsi menjadi area pertanian, pohon-pohon besar pun dengan sengaja ditumbangkan dan rantingnya dibakar tanpa ampun, membuat asap dan polusi udara menyengat hingga sesak nafas menyerang.

Burung-burung pun terbang berlarian mencari dahan dan ranting untuk berlindung dari sengatan mentari, angin dan hujan.

Mungkin saja mereka melakukan sumpah serapah akibat dari perbuatan dan keserakahan manusia telah merobohkan rumah-rumah mereka tanpa berbelas kasihan sedikitpun.

Dunia terus berubah, siklus alampun seperti sudah mulai ada ketidakseimbangan, gempa, banjir, longsor, kebakaran kerap terjadi dimana-mana.

Ini semua salah siapa?

Rasanya sudah terlambat untuk mengkambing hitamkan siapapun, rakyat atau pemerintah, pemerintah atau rakyat, kedunya memiliki siklus yang terikat.

Mudahnya perizinan untuk membangun istana industri sampai menghabiskan puluhan bahkan sampai ratusan hektar untuk membuat gedung-gedung bertingkat dan mengusir petani dengan cara menjual tanah dengan mahar yang mahal, sehingga menyebabkan pergeseran dan migrasi penduduk yang semakin terjepit ke area pegunungan.

Baca Juga : Akankah Lahan pertanian kita akan semakin jauh ke lereng gunung ? 

Jadi tidak heran karena ada banyak faktor yang menyebabkan mereka bergeser dan mengharuskan menebang pohon-pohon besar yang tubuhnya di jual, sementara rantingnya di bakar untuk dijadikan lahan pertanian.

Gunung menjadi gundul, dan beralih fungsi menjadi lahan pertanian | ilustrasi : merdeka.com
Gunung menjadi gundul, dan beralih fungsi menjadi lahan pertanian | ilustrasi : merdeka.com

Api pun kerap berkobar, cerobong asap menjadi polusi dan menghambat pernapasan, bocah-bocah ayu nan tampan pun harus merasakan rasa sesak yang mendalam, hingga bunyi sirene kerap menjadi tanda tanya, siapa yang sakit..?

Ini pun salah siapa? Lagi-lagi tak ada kambing hitam sebagai pelampiasan pembodohan, tidak ada yang harus di hakimi dan dipersalahkan, sebagai manusia semua memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memelihara lingkungan untuk kenyamanan dan keamanan bersama.

Gunung-gunung tak lagi menghijau 

Negeri kita sangat rawan longsor dan banjir, cagar alam yang terkikis oleh hawa nafsu keserakahan, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan.

Gunung sudah berubah warna menjadi hitam dan kuning,,sesuai dengan kondisi yang ada, tatkala hujan dan gerimis menghampiri, gunung pun berubah menjadi hitam, bak batu yang terhampar, namun dikala panas mentari menyengat dan membuat tanah menjadi kering, warnanya pun berubah menguning, bak padi yang sudah hampir dipanen.

Gunung dan hutan pun seperti telah dicukur habis, dan dibakar dengan begitu ganasnya menyebabkan polusi menyeruak ke pemukiman, hingga sesak nafas pun menjadi arena senam jantung yang melemah.

Bagaimana kita bisa menghirup udara yang sejuk nan bersih, ketika asupan oksigennya sudah tumbang bergelimpangan? Bahkan H20 nya sudah mulai tercemar di semua ruangan tak berbatas.

Mari mulai disadari dan bertindak untuk kembali menghijaukan lingkungan kita, dengan bersedekah pohon untuk kembali menanam sebagai ekosistem yang menyeimbangkan dan berharap banjir, longsor, kebakaran, dan musibah lainnya tidak menghampiri kita.

Sehingga alam ini pun tidak mengamuk dengan banjir bandangnya, tidak mengamuk dengan puting beliungnya, dan tidak mengamuk dengan kobaran api dan asap yang mengepul membentuk gumpalan seperti gunung dan membuat kabut asap menyelimuti kita, hingga nafas pun tersedak, sesak dan jantung pun melemah dengan sendirinya.

Akankah kita saling menyalahkan, ketika terjadi suatu bencana ?

Rasanya sudah terlambat yang begitu hebat, ketika saling menyalahkan setelah bencana itu melanda, sebab tangan-tangan jahil dan serakah bin rakus sudah meracuni otak dan pikiran kita, hingga alam pun kehilangan ekosistem dan keseimbangannya.

Hanya akan membuang energi yang besar, ketika saling menyalahkan satu sama lain dikala bencana itu sudah melanda, sebab hal itu sudah tiada guna, ibarat nasi sudah menjadi bubur, terlambat sudah untuk saling menyalahkan.

Apa yang seharusnya kita lakukan, sebelum bencana besar itu datang menghampiri kita?

Manusia sebagai pemimpin dimuka bumi yang dipasrahi oleh Tuhan yang maha kuasa untuk mengelola kehidupan ini dengan baik, termasuk alam dan lingkungan yang kita miliki.

Alam ini marilah dihijaukan kembali, ditengah pemanasan global yang terjadi, sebab manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga keduanya terjadi simbiosis mutualisme bagi hidup dan kehidupan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun