Dana yang diperuntukkan bagi desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanaja Negara (APBN) yang ditransfer melalui Anggara Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat.
Penggunaan Dana Desa (DD) diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang terbit setiap tahun sebelum tahun anggaran berikutnya berjalan.
Besarnya Dana Desa yang turun pada setiap desa sesuai dengan kebutuhan masing-masing desa, yakni dengan melihat pada letak geografis dan banyaknya penduduk.
Maka tidak heran jika kemudian Dana Desa dijadikan ladang untuk mensejahterakan diri dan kelompoknya saja, sehingga ketidaktransparan pemerintah desa dalam pengelolaan dana desa, seakan menjadi pobiah tersendiri.
Namun perlu di garisbawahi bahwa pemerintah desa tidaklah semua demikian, masih banyak pemerintah desa yang bersih dan transparan terhadap pengelolaan dana desa ini.
Kedua Alokasi Dana Desa (ADD), yang bersumber dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) juga di peruntukkan bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Alokasi Dana Desa di atur oleh pemerintah Nomor 43 tahun 2014 pasal satu ayat 9 yang berbunyi :Â
Alokasi Dana Desa adalah dana perimbangan yang di terima oleh Kabupaten atau kota dalam APBD Setelah di kurangi Dana Alokasi Khusus (DAK), Sumber : updesa.com
Besarnya anggaran yang turun ke desa dari dua sumber tersebut baik dari DD maupun ADD, kerap disalah gunakan oleh pemerintah desa, sehingga tidak sedikit kepala desa atau lurah yang terjebak pada putaran korupsi dalam pemerintahannya.
Semisal di kabupaten Jember yang terdiri dari 248 Desa plus kelurahan, sudah banyak desa yang saat ini sudah di ganti dengan PJ kepala desa, karena kepala desa definitif terjebak pada kasus korupsi dana desa tersebut.
Besarnya anggaran desa baik yang bersumber dari APBN maupun yang bersumber dari APBD, menjadi sebuah jebakan yang manis di awal, ketika nafsu memperkaya diri dan kelompok menjadi sebuah ambisi.