"Jodoh, Rejeki, Maut, Memang sudah di gariskan oleh yang maha kuasa, tidak heran jika perjodohan merupakan sarana ibadah dan menjadi kebutuhan dalam melestarikan budaya untuk bersuku-suku dan berbangsa-bangsa".(Faisol)
Kebiasaan yang di biasakan akan menjadi suatu adat istiadat, dan adat yang di istiadatkan akan menjadi budaya. Budaya yang merupakan hasil budi dan daya manusia yang sudah di anggap baik, serta dilestarikan secara turun temurun, menjadi perilaku yang melekat dalam sekelompok masyarakat.
Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.168 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk hampir 4 juta jiwa.(Wikipedia)
Secara umum masyarakat Madura berkeyakinan Islam sebagai Agama Rahmatan Lil Alamin. Islam sebagai agama yang di yakini keberannya, menjadi pedoman yang kuat bagi masyarakat Madura, begitu pula dengan konstek perjodohan, yang sudah menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat pulau garam ini, sejak zaman dahulu dengan menikahkan putra-putri mereka dengan sanak famili atau kerabat dekat.
Mengintip perjodohan ala pulau garam ini, beberapa fakta unik, yang perlu kita tahu:
1. Perjodohan ketika anak masih dibawah umur
Pulau garam yang terdiri dari 4 kabupaten tersebut, secara umum memiliki kesamaan dalam hal perjodohan. Anak yang masih di bawah umur rata-rata sudah di ikat tali pertunangan, yang rata-rata perjodohan itu adalah kerabat paling dekat.
Meskipun adanya perubahan dan majunya zaman, tetapi mengenai perjodohan masih melekat, terlepas apakah hal itu faktor untuk merekatkan tali persaudaraan, atau karena memang ada hutang Budi, yang kemudian mengikat anak mereka dengan tali perjodohan.
Setiap tindakan ataupun perbuatan, pasti memiliki konsekuensi bagi yang menjalaninya, dan konsekuensi tersebut akan dipikirkan dikemudian hari, dan hal itu bukanlah persoalan bagi masyarakat Madura, tetapi jika anak tidak mendapatkan jodoh apalagi sudah umur 20 tahun keatas, terutama bagi perempuan, tentu hal tersebut menjadi hukum sosial yang akan menjadi bahan pergunjingan.
2. Perjodohan untuk memperkuat tali persaudaraan.
Kerukunan, hidup gotong royong masih menjadi magnet yang kuat bagi masyarakat Madura, tidak bisa dielakkan lagi, perjodohan yang dimulai sedini mungkin, tidak lain dalam rangka mempererat tali persaudaraan.
Secara umum perjodohan di Madura biasanya saudara kandung bisa menjadi besan, artinya putra ataupun putri mereka hanya sepupu saja. Fakta tersebut yang satu nenek atau satu kakek, bisa menjadi suami istri.