Indonesia, negara dengan sejarah budaya yang kaya, keragaman etnis, dan agama yang beragam, saat ini menghadapi tantangan serius dalam bentuk terorisme. Seiring dengan perubahan dinamika global dan perkembangan teknologi yang cepat, terorisme di Indonesia telah menjadi perhatian utama pemerintah, masyarakat, dan komunitas internasional. Beragam cara dilakukan untuk meredam isu radikalisme dan perpecahan di tanah air, salah satunya dengan memberikan pemahaman akan pentingnnya persatuan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, mari kita mendalami pemahaman tentang terorisme di Indonesia, sebuah isu yang tidak hanya penting bagi negara ini, tetapi juga bagi dunia internasional yang semakin terinterkoneksi. Dengan informasi yang lebih baik dan pemahaman yang lebih dalam, kita dapat bergerak menuju solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk menghadapi tantangan ini.
Pemaparan tren terorisme saat ini yang ada di Indonesia, yang diliput pada sebuah Forum Terbuka di akun YouTube "The U.S.-Indonesia Society (USINDO)" dengan pembicara utama Dr. Julie Chernov Hwang, Associate Professor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional Goucher Collage. Beliau sebelumnya menjadi pembicara di jusindo tentang isu-isu yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme di Indonesia serta program deradikalisasi di Indonesia.
Dimana dalam forum tersebut Dr. Hwang akan memaparkan situasi-situasi yang memiliki risiko terjadi lagi pada saat ini, selain itu juga menjelaskan proses dan jalur yang mendasari yang memotivasi Muslim Indonesia untuk bergabung dengan kelompok-kelompok yang mengatakan sebuah kelompok Jihad hingga berkomitmen kepada mereka dan mengapa orang-orang tertentu dipilih untuk berpartisipasi dalam Aksi Bela Islam juga memiliki temuan tentang bagaimana dan mengapa mereka yang sebelumnya terlibat dalam terorisme dapat melepaskan diri dari kekerasan dan berintegrasi kembali ke dalam masyarakat, apa yang telah berhasil dan apa yang tidak berhasil dalam program-program untuk melakukan hal tersebut, dalam kaitan dengan hal yang terjadi tersebut.
Melalui forum terbukanya, Dr. Hwang menyampaikan bahwasanya kita harus berhati-hati sebelum berasumsi bahwa hanya karena tidak ada serangan teroris besar di Indonesia akhir-akhir ini, maka ekstremisme Islam adalah sesuatu yang sudah berlalu, ada beberapa keberhasilan yang luar biasa, yaitu berdasarkan Global Terorisme Indeks di Indonesia, terlihat bahwasanya indeks serangan terorisme di tahun 2023 ini terjadi penurunan sebesar 56 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, akan tetapi hal tersebut juga harus kita waspadai harena tidak berarti bahwa ancaman ini tidak ada lagi.
Meskipun sudah lima tahun berlalu sejak serangan teroris besar terakhir mengguncang Indonesia, ancaman terorisme tetap signifikan. Dalam upaya menghadapinya, pemerintah Indonesia telah melancarkan kampanye penangkapan yang ditujukan kepada ekstremis Islam di dalam negeri. Sementara itu, dalam konteks keluarga warga Indonesia yang masih tinggal di kamp-kamp Suriah yang terafiliasi dengan ISIS, kebijakan pemerintah adalah membiarkan mereka tinggal di sana, dengan pengecualian anak yatim piatu yang berusia di bawah sepuluh tahun.
Namun, langkah-langkah ini memiliki dampak yang signifikan. Akibat dari penangkapan besar-besaran terhadap militan jihad di dalam negeri, anggota biasa kini cenderung terhubung dengan kelompok garis keras yang bahkan lebih ekstrem. Meskipun hanya sedikit laki-laki Indonesia yang masih bertahan di Suriah terkait dengan ISIS, lebih dari 500 warga Indonesia, terutama perempuan dan remaja, tetap berada di kamp-kamp Suriah. Kehadiran mereka di sana menimbulkan keprihatinan karena rentan terhadap upaya rekrutmen oleh ISIS, sehingga menjadi ancaman potensial dalam jangka panjang. Inilah sebabnya penting untuk memahami motivasi di balik partisipasi umat Islam Indonesia dalam kelompok jihad serta pemilihan individu tertentu untuk terlibat dalam tindakan terorisme. Selain itu, perlu dipahami juga proses dan jalur yang dapat digunakan untuk melepaskan diri dari kekerasan dan kembali berintegrasi ke dalam masyarakat.
Dalam buku baru yang ditulis oleh Dr. Hwang, yang berjudul "Becoming Jihadis: Redicalization and Commitment in Southeast Asia", yang baru saja diterbitkan oleh Oxford University Press. Dr. Hwang memberikan penjelasan tentang situasi terkini dan tren radikalisme di Indonesia dan Asia Tenggara, serta gagasan terbaru mengenai kebijakan pemerintah yang telah terbukti berhasil dalam menghadapi tantangan ini, hingga mengeksplorasi empat pertanyaan yang saling terkait, yaitu mengapa seseorang bergabung, apa motivasinya, apa saja jalur yang digunakan untuk bergabung, bagaimana seseorang menunjukkan komitmennya, dan mengapa seseorang melanjutkan untuk berpartisipasi dalam aksi terorisme, serta mengapa orang-orang tertentu dipilih dan yang lainnya tidak.Â
Buku ini didasarkan pada 97 wawancara dengan 97 anggota dan mantan anggota kelompok ekstremis Islam di Indonesia dan 25 di Filipina antara tahun 2010 hingga 2019, karena audiens yang banyak diambil adalah orang Indonesia, maka beliau hanya akan fokus pada lingkup Indonesia. Buku ini mengajukan argumen bahwa ikatan sosial memainkan peran penting di setiap titik dalam proses bergabung mulai dari keterlibatan awal hingga komitmen untuk berpartisipasi dalam pengalaman jihad, pelatihan paramiliter, dan terorisme, buku ini membongkar proses di mana para anggota membangun rasa hubungan komunitas dan solidaritas serta persaudaraan, bagaimana mereka menjadi saling percaya dan mencintai satu sama lain.
Dan bagaimana ideologi berfungsi sebagai agen pengikat tetapi tidak sebagai penyebab, dibahas juga mengenai apa yang memotivasi penulis menemukan bahwa orang termotivasi oleh interaksi dari faktor-faktor yang sebenarnya yang mereka ketahui dan apa yang mereka cari bergabung dengan kelompok ekstremis Islam sangat mirip dengan bergabung dengan pekerjaan sosial arus utama, yaitu gerakan sosial, seseorang akan lebih mungkin untuk bergabung jika mereka mengenal seseorang di dalam kelompok tersebut.
Forum terbuka mengenai terorisme di Indonesia benar-benar menggambarkan kerumitan masalah ini. Diskusi tersebut telah mengungkapkan berbagai faktor yang memotivasi individu untuk bergabung dengan kelompok ekstremis, mulai dari motivasi pribadi hingga konteks sosial dan ekonomi yang memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan. Namun, diskusi juga membuka jendela ke arah solusi yang potensial. Pertama, faktor personal seperti hubungan keluarga, teman, dan guru memiliki pengaruh besar dalam rekrutmen individu. Ini menunjukkan pentingnya memperkuat peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam memberikan alternatif yang positif bagi individu yang rentan. Pendidikan yang inklusif dan edukasi yang mendalam tentang Islam juga dapat mengurangi potensi radikalisasi.
Kedua, pemahaman tentang motivasi beragam untuk bergabung dengan kelompok ekstremis membuka peluang untuk pendekatan yang lebih canggih. Ini termasuk program rehabilitasi dan reintegrasi yang disesuaikan dengan kebutuhan individu, dengan perhatian khusus terhadap dinamika gender yang berbeda. Ini juga mencakup upaya untuk mengidentifikasi tanda-tanda peringatan dini dan memberikan dukungan psikologis kepada individu yang membutuhkannya. Ketiga, penekanan pada pentingnya lokalisasi dalam penanganan ekstremisme menunjukkan perlunya kerja sama yang erat antara pemerintah, masyarakat sipil, dan organisasi lokal.
Ini memerlukan strategi yang terkoordinasi untuk mengidentifikasi dan mendukung individu yang terlibat dalam radikalisasi serta memberikan bantuan yang sesuai untuk reintegrasi mereka ke dalam masyarakat. Keempat, penyorotan terhadap jalur rekrutmen yang berbeda menekankan perlunya pemantauan dan intervensi yang cermat di berbagai tempat, termasuk sekolah dan media sosial. Membentuk mitra dan menggalang dukungan dalam komunitas untuk mencegah rekrutmen juga menjadi sangat penting.
Analisis atas faktor-faktor yang mendorong individu bergabung dengan kelompok ekstremis di Indonesia memunculkan pemahaman yang mendalam tentang kompleksitas masalah ini. Faktor personal seperti koneksi pribadi dan pengaruh lingkungan merupakan alasan yang kuat untuk bergabung. Hal ini memicu pertanyaan tentang bagaimana memperkuat peran keluarga dan komunitas dalam memberikan alternatif positif. Di sisi lain, beragam motivasi seperti pencarian pengetahuan agama, kebutuhan untuk membalas dendam, atau insentif finansial mencerminkan kompleksitas dan keragaman individu yang terlibat dalam ekstremisme.
Oleh karena itu, pendekatan yang satu ukuran untuk semua tidak akan efektif. Kebutuhan akan program rehabilitasi dan reintegrasi yang disesuaikan sangat penting. Konteks geografis juga penting, menggarisbawahi perlunya pendekatan yang berbeda di daerah yang berbeda. Dalam rangka mengatasi masalah ini secara efektif, pemerintah Indonesia perlu melakukan koordinasi yang lebih baik antara berbagai lembaga dan pemangku kepentingan serta mengambil pendekatan yang holistik dan berkelanjutan untuk pencegahan dan reintegrasi. Terutama, fokus harus diberikan pada upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat sipil, dan organisasi lokal untuk mencapai hasil yang positif dalam menghadapi tantangan terorisme dan radikalisme.
Ini adalah masalah yang kompleks dan perlu kerjasama antara pemerintah, masyarakat sipil, dan organisasi lokal untuk mencapai hasil yang baik dalam pencegahan dan reintegrasi. Semoga ada langkah-langkah lebih lanjut yang diambil untuk memperkuat dan mengkoordinasikan upaya ini, pemahaman lebih dalam tentang peran pemerintah dalam menangani masalah ini, dari tindakan ofensif hingga program rehabilitasi, menggarisbawahi pentingnya koordinasi yang lebih baik di tingkat nasional. Ini juga menyoroti perlunya tindak lanjut yang tepat terhadap individu yang telah mengikuti program rehabilitasi.Â
Dengan memahami kerumitan masalah ini dan menerapkan pendekatan yang komprehensif, Indonesia dapat membuat langkah-langkah positif dalam mengatasi tantangan terorisme. Kemitraan antara berbagai pemangku kepentingan dan komitmen untuk berkolaborasi adalah kunci untuk mencapai kesuksesan dalam upaya ini. Semoga hasil forum terbuka tersebut dapat menjadi titik awal bagi perubahan positif dalam menghadapi masalah radikalisme di Indonesia.
Sumber:
The U.S.-Indonesia Society (USINDO). (2023, July 22). Understanding Indonesian Terrorism: Current Trends, Causes, Policy Implications [Video]. YouTube. https://youtu.be/Noc44T8EH0I?si=Z96p0tBA8GYNx93p
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H