Mohon tunggu...
Akhmad BumiSH
Akhmad BumiSH Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer

Lawyer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Si Nyonya Soe yang Dingin"

29 Februari 2020   21:09 Diperbarui: 29 Februari 2020   21:15 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petang itu Kamis, 16 Januari 2020, si mungil Ignis melintasi jalan poros Timor Raya Kupang -- Soe sekira 110 kilo meter.

Si Nyonya Ignis yang mungil, terlihat tim Firma Hukum ABP, beriringan Avansa putih dengan tim LKBH Fakultas Hukum Undana melintasi malam yang gelap ditikungan bukit yang terjal.

Tim hukum berjibaku menuju "The Freezing City" atau Kota yang beku, Soe, karena suhu yang dingin.

Selain urusan kerja, tim juga menikmati suasana yang indah sepanjang jalan dan selama berada di kota Soe.

Memang, destinasi wisata kota ini masih menjadi salah satu pilihan untuk menikmati nuansa alam yang segar dan mempesona.

Kebanyakan warga memilih Soe untuk menghabiskan waktu berliburnya. Karena Soe memiliki suhu relatif dingin (cold city) dan membentang alam nan hijau. Kota Soe dengan luas kurang lebih 28 km2 ini dijadikan kota untuk Timor Tengah Selatan sekira tahun 1920. Sebelumnya, kota itu berada di lembah "Kapan" yang berjarak puluhan kilometer dari Soe.

Soe, mempunyai panorama bentangan alam yang menakjubkan. Berbagai tempat wisata Soe selalu menjadi salah satu destinasi wisata pilihan. Banyak orang dari berbagai daerah sekitar TTS merencanakan liburannya ke Soe, menikmati berbagai destinasi wisata yang tersedia.

Perjalanan dengan urusan kerja seperti berlibur. Menikmati suasana perjalanan yang indah disepanjang jalan. Jalan perlahan ketika menapaki tanjakan selepas bukit Takari, suasana alam ditutupi kabut tebal diiringi rintik hujan.

Si mungil Ignis dan Avansa mendaki puncak berbelok-belok dengan tikungan maut sebelum memasuki kota Soe. Lereng-lereng sekitar tampak hening, seolah para dewa sedang turun ziarah.

Sesetia angin mengirim debur, gunung menawarkan kesejukan dan keheningan puncak.

Pukul 19.30 wita Ignis melintas mulus dan memasuki Hotel Bahagia II tempat kami memilih istrahat.

Selang beberapa menit, mobil Avansa putih rombongan tim LKBH Fakultas Hukum Undana memasuki area parkir Bahagia II.

Tampak raut wajah yang lelah, Husni Kusuma Dinata, lelaki hoby fitnes ini sesekali merapikan jaket kulitnya. dingin yang seolah membeku.

Sang Driver mobil avansa yang juga warga Soe ini berkata, dingin ini tak seberapa.

Kalau bulan Juni hingga September suhu dinginnya lebih dari malam ini.

Inilah Soe, unik dan mempesona karena kelebihan panorama alam dan suhunya yang dingin.

Semakin malam, semakin dingin. Rintik hujan dan angin sesekali berdesir bak seorang pertapa sedang meramu bait-bait doa.

Bisri Fansyuri dan Ahmad Azis Ismail tampak bolak balik keluar masuk kamar hotel, menyiapkan segala sesuatu untuk besok ke punggung bukit Konbaki, Polen.

Melihat punggung sang lelaki tua Neno Mella, dengan "lukanya" yang belum hilang, berbalut rasa sakit Srigunung dan kali Temef, tempat berlabu Raja Neno Mella ratusan tahun silam.

Srigunung dan kali Temef, tak ada yang lebih sederhana dari ketulusan. Walau lelah, tak menggugurkan semangat mengunjungi lelaki tua itu di Temef, Konbaki besok paginya.

Malam gelap, rasa debar. Seolah langit hendak melahirkan bulan dan matahari di lereng-lereng bukit kota Soe.

Bersiaplah Zis, menjadi manusia cakap yang membaca hidup, mencatat segala rahasia yang kau temui pada batu-batu, tebing-tebing, reranting, kabut, dan gelap, juga matahari yang kadang rabun menatap kita, kata Bisri.

Kita, telah tumbuh sebagaimana dulu rembulan menitipkan cahayanya, tuturnya.

Kini, rembulan akan gerhana, segala cahaya akan redup.

Lelaki tua dari Bijeli itu, yang konon berjasa memindahkan kota dari "Kapan" ke Soe ini seolah beraroma laut.

Dengan pedang dan segala kesaktian, sedang menawar dengan segala keasingan yang tak pernah di fahami.

Mungkin lelaki tua itu menawarkan kita seperti kesatria di medan laga, tapi nyatanya tidak.

Mungkin, lelaki tua itu sedang berbisik, ikhlaskan punggung ini digali, tapi ciptakan laut di tanah ini ketika langit gelap.

Dipunggung itu sedang digali, bukit-bukit menjadi lembah, dengan batok mesin ditangan.

Malam sudah larut, kamipun bergegas tidur. Pagi-pagi buta Jumat (17/1) ada ketukan pintu kamar.

Detak jam menunjukan pukul 6.00 pagi. Ada suara teriakan dari luar kamar. Bangun, bangun, matahari telah beranjak naik.

Setelah bangun bersiap-lah kami untuk sarapan pagi. Tampak awan enggan pergi dari hotel tempat kami berdiam.

Selesai sarapan, mobil berjejer, siap mengantar kami ke Pengadilan Negeri Soe.

Bergabung dengan kawan-kawan lain. Pkl. 7.30 wita, kami meluncur ke Pengadilan.

Rombongan siap ke Temef, tempat punggung lelaki tua digali.

Tampak Bisri Fansyuri dan Ahmad Azis Ismail dengan mengenakan celana jeans, kaca mata hitam dan topi kuboi siap turun lokasi, antara panasnya terik dan hujan berlumpur campur jadi satu.

Berjuang untuk keadilan memang mahal tiada kira. Jam berdetak cepat, Ketua PN Soe tampak keluar dan bersiap berangkat ke Temef, Konbaki.

Berjejer mobil-mobil, berirngan menuju Temef, tempat bendungan itu di gali dan di bor.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun