Kita, telah tumbuh sebagaimana dulu rembulan menitipkan cahayanya, tuturnya.
Kini, rembulan akan gerhana, segala cahaya akan redup.
Lelaki tua dari Bijeli itu, yang konon berjasa memindahkan kota dari "Kapan" ke Soe ini seolah beraroma laut.
Dengan pedang dan segala kesaktian, sedang menawar dengan segala keasingan yang tak pernah di fahami.
Mungkin lelaki tua itu menawarkan kita seperti kesatria di medan laga, tapi nyatanya tidak.
Mungkin, lelaki tua itu sedang berbisik, ikhlaskan punggung ini digali, tapi ciptakan laut di tanah ini ketika langit gelap.
Dipunggung itu sedang digali, bukit-bukit menjadi lembah, dengan batok mesin ditangan.
Malam sudah larut, kamipun bergegas tidur. Pagi-pagi buta Jumat (17/1) ada ketukan pintu kamar.
Detak jam menunjukan pukul 6.00 pagi. Ada suara teriakan dari luar kamar. Bangun, bangun, matahari telah beranjak naik.
Setelah bangun bersiap-lah kami untuk sarapan pagi. Tampak awan enggan pergi dari hotel tempat kami berdiam.
Selesai sarapan, mobil berjejer, siap mengantar kami ke Pengadilan Negeri Soe.