“Kita pernah menghadapi paceklik pada dua tahun yang lalu karena kemarau berkepanjangan. Kita tidak ingin terulang lagi,” seseorang yang selama ini sering diam turut angkat bicara.
Lalu, kebencian kepada abah mulai menyebar dan semakin menguat. Memang tidak semua orang, karena masih ada beberapa orang yang tidak ikut-ikutan untuk membenci abah. Tetapi, jumlah orang yang tidak membenci abah teramat sedikit dibanding dengan yang membenci. Sehingga, entah siapa yang mengomando, pada shubuh itu orang-orang sudah bergerak, berteriak-teriak, menggedor-gedor, dan… api pun menyala-nyala.
(Bersambung)
* Sejak subuh rumahmu ditunggui orang-orang yang marah-marah itu, tapi abah, ibu, dan adikmu tidak keluar-keluar rumah. Orang-orang bertambah marahnya setelah menunggu sampai siang dengan menggedor-nggedor rumahmu, keluargamu tidak mau keluar. Lalu, entah siapa yang memulai, rumahmu tahu-tahu sudah dibakar.
** Masya Allah…, apa salahnya keluarga saya, Mak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H