Mohon tunggu...
Ari AJ
Ari AJ Mohon Tunggu... Freelancer - Kritikus Sastra

Founder Gerakan #SastraInAja | Sastra, Bahasa, Budaya | Sastra Inggris UIN SGD Bandung | Pusing? #SastraInAja | Yuhuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karya Sastra Apa yang Pertama Kali Muncul?

20 Juni 2020   16:35 Diperbarui: 20 Juni 2020   16:33 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak dari revolusi industri adalah mobilitas tinggi dari masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari. Hal ini melahirkan karya sastra yang lebih sederhana dan lebih ringan dibaca. Karya sastra yang lahir adalah Cerpen atau Short Story. Ini adalah hasil dari tuntutan masyarakat industri yang bergerak cepat sehingga hanya membutuhkan bacaan yang dapat dihabiskan sekali duduk. Tentu tetap terdapat peran dari surat kabar dalam menyebarkan cerpen-cerpen tersebut hingga sampai ke tangan pembaca.

Pertanyaan selanjutnya adalah dimana letak Non Fiction setelah memahami rangkaian kronologi terciptanya karya sastra di atas? Mata kuliah Non Fiction menjungkirbalikkan konsep yang sudah terbangun di awal yang menyatakan bahwa Poetry adalah karya sastra tertua.

Seperti inilah skema kelahiran Non Fiction: sejak usia SMP, jika tidak salah, kita sering "didongengi" oleh guru mata pelajaran Sejarah. Beliau menyatakan bahwa manusia purba di zaman prasejarah gemar menggambar sesuatu di dinding gua tempat tinggal mereka. Apa yang mereka gambar adalah apa yang mereka lakukan baik itu bertani, beraktivitas, berburu, dan sebagainya. Gambar-gambar tersebut bukan hanya ada pada gua, tetapi juga pada piramida, candi, dan beragam peninggalan lainnya.

Dari hal tersebut, kita bisa memastikan bahwa karya sastra yang pertama hadir bukanlah Poetry, melainkan Non Fiction, sebuah karya yang memiliki tingkat fiksionalitas lebih rendah dari Fiction namun memiliki kadar faktualitas yang lebih rendah pula dari teks sejarah. Ya, Fiction sendiri memiliki tingkat fiksionalitas lebih tinggi dengan kadar faktualitas yang lebih rendah.

Lalu bagaimana dengan film sebagai sebuah karya, konten, atau kreasi yang lahir berkat sebuah naskah sebagaimana Drama? Sebagai seseorang yang meyakini adanya karakteristik kesastraan dalam film, karya tersebut dapat bersifat sebagai pementasan layaknya drama. Khusus mengenai karakteristik kesastraan yang dimiliki film, saya akan ulas di artikel lain.

Berkembangnya fotografi dan film di awal abad ke-20 turut mengembangkan pula genre Drama hingga kini. Bisa dikatakan genre ini seolah-olah mengalami reinkarnasi hingga dapat dengan pesat mengalami perkembangan menjadi salah satu di antara karya yang paling banyak dibaca (ditonton) oleh khalayak ramai.

Sekian

ARI AJ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun