Undang-uandang Perimbangan Keuangan dimaksudkan agar pemerintah daerah mampu mengelola keuangan daerahnya secara efektif dan efesien, sehingga pelayanan kepada masyarakat semakin baik.Â
Meskipun pemerintah telah mengatur sedemikian rupa, namun dalam pelaksanaannya masih dijumpai permasalahan-permasalahan perimbangan keuangan daerah.Â
Sejalan dengan berjalannya waktu dan munculnya permasalahan dalam perimbangan keuangan maka pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan undang-undang baru tentang perimbangan keuangan untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1999, yaitu Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004.Â
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 ini dibuat untuk memberikan dasar perimbangan keuangan yang lebih baik sehingga pelaksanaan desentralisasi fiskal menjadi efektif, efisien, akuntabel, dan transparan sehingga pemerintah daerah mampu untuk mengelola keuangan daerahnya dengan lebih baik.
Pengelolaan keuangan daerah pasca UU No.33 Tahun 2004 secara umum menjadi lebih baik, namun ternyata masih meninggalkan beberapa tantangan dalam pengelolaan keuangan daerah.Â
Sampai dengan tahun 2021 tantangan dalam pengelolaan keuangan daerah yang menjadi fokus untuk diperbaiki antara lain: (a) Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima oleh pemerintah daerah sebagaian besar masih digunakan untuk belanja pegawai yaitu berkisar 30%-65%, (b) pemerintah  daerah masih banyak yang bergantung pada Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai sumber belanja modal, dan alokasi belanja infrastruktur yang masih rendah dengan kisaran 11%, (c) kemampuan pemerintah daerah dalam memungut pajak masih rendah hal ini ditunjukkan dari masih rendahnya tax ratio di tingkat lokal, dan (d) masih banyak pemda yang belum memanfaat pembiayaan kreatif.Â
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pemerintah daerah belum optimal dalam melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana, sebagaian besar belanja pemerintah daerah masih terfokus pada belanja pegawai sehingga masih sangat sedikit yang digunakan untuk belanja modal atau pembangunan. Sudah barang tentu kondisi ini membuat pemerintah daerah menjadi sulit untuk berkembang. Dengan demikian tujuan desentralisasi menjadi belum tercapai.
Untuk menjawab tantangan tersebut pemerintah Indonesia mengeluarakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).Â
UU HKPD ini dikeluarkan untuk menjawan tantangan tersebut melalui 4 (empat) pilar, yakni ketimpangan fiskal yang menurun, penguatan local taxing power, belanja daerah yang berkualitas, dan sinergi fiskal nasional.Â
UU HKPD merupakan upaya pemerintah dalam memperkuat desentralisasi fiskal dengan mendorong pengalokasian sumber daya secara efektif dan efisien.Â
Melalui penciptaan hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan UU HKPD diharapkan mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan menjadi bagian dari agenda reformasi di bidang fiskal dan struktural untuk mencapai Indonesia Maju 2045.Â