Mohon tunggu...
Akhmad Solikhin
Akhmad Solikhin Mohon Tunggu... Lainnya - Biotechnologist

Ayo Melek Sains

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Orang Awam Paham BHD

18 Juni 2024   23:30 Diperbarui: 19 Juni 2024   02:25 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang masih ingat kejadian meninggalnya Markis Kido tahun 2021? 

Markis Kido adalah mantan pemain pelatnas bulutangkis yang pernah menjuarai olimpiade 2008. Kido yang sedang bermain bulutangkis di Gor Candra Wijaya tiba-tiba terjatuh dan pingsan. 

Kido segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Namun sayang, sampai di rumah sakit Kido dinyatakan telah meninggal karena mengalami henti jantung dan henti napas.

Ada banyak kejadian henti jantung dan henti napas yang sebenarnya berpotensi terjadi di sekitar kita. Kejadian terbaru adalah menimpa Andi Pallawagau Galigo, peserta lari Half Maraton di Makasar yang meninggal pada Juni 2024. Andi sempat mendapat BHD di ambulans saat menuju rumah sakit. Namun Andi dinyatakan meninggal karena henti jantung.

Lalu, apa itu BHD? BHD atau Bantuan Hidup Dasar merupakan suatu upaya untuk memberikan pertolongan pada seseorang yang mengalami henti jantung dan henti napas untuk dapat mempertahankan kehidupannya. BHD dikenal pula dengan istilah RJP atau Resusitasi Jantung Paru.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lazzarin dan koleganya pada 2022, tindakan BHD dapat meningkatkan peluang hidup hingga 16,2% pada orang dengan usia di bawah 70 tahun dan 12,4% pada orang dengan usia di atas 70 tahun. 

Selain itu, dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Clinical Medicine tersebut, diketahui bahwa persentase kejadian henti jantung di dalam rumah sakit adalah 22%. Sedangkan 15% peristiwa henti jantung terjadi di luar rumah sakit.

Baca juga: Tentang Lapar

Tujuan BHD

Pada umumnya, seseorang yang mengalami henti jantung secara otomatis akan mengalami henti napas. Napas yang berhenti membuat suplai oksigen di dalam tubuh berkurang. Selama jantung berhenti maka tidak akan ada darah yang dipompa ke otak. Sehingga tidak akan ada pula suplai oksigen ke otak.

Semakin dini BHD dilakukan maka kemungkinan terjadinya kerusakan pada sel otak akan semakin kecil. Sel otak akan mengalami kematian jika dalam waktu lebih dari 4 menit dalam kondisi kekurangan oksigen.

Jika korban henti jantung tidak segera diberikan BHD, maka kemungkinan korban selamat akan semakin kecil. Beberapa tujuan dari pemberian BHD pada korban henti jantung dan henti napas dinataranya yaitu (1) mempertahankan kehidupan, (2) memulihkan kesehatan, (3) meringankan penderitaan, (4) mengurangi kecacatan, dan (5) menghormati keputusan individu tentang hak dan privasinya.

Pemberian BHD pada korban henti jantung diharapkan dapat memberikan waktu yang cukup bagi korban untuk sampai dibawa ke rumah sakit ataupun sampai bantuan tenaga medis datang.

Langkah-langkah melakukan BHD bagi orang awam

Loh emang boleh ya, orang awam memberikan tindakan BHD? Bukannya orang awam "tidak kompeten" dan tidak tahu cara melakukannya.

BHD dapat dilakukan oleh orang awam sekalipun tidak setiap waktu terdapat akses cepat untuk mendapatkan bantuan medis. Oleh karena itu, penting agar orang di sekitar korban dapat melakukan BHD dengan segera. 

Melalui tulisan ini, harapanya orang awam dan bukan tenaga medis bisa paham dan mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan saat menemui korban henti jantung dan henti napas.

Berikut adalah 5 langkah tindakan BHD bagi korban henti jantung dan henti napas:

1. Pastikan keamanan

Langkah awal dalam memberikan BHD adalah memastikan keamanan dari penolong, korban dan lingkungan. Penolong harus dalam kondisi aman ini berarti jangan sampai penolong memaksakan diri untuk melakukan BHD padahal sebenarnya tidak mampu atau dapat membahayakan bagi si penolong.

Ada cerita seorang dokter yang dimintai tolong oleh tetangga yang  keluarganya mengalami henti jantung saat awal pandemi Covid-19. Karena minimnya alat pelindung diri yang dimiliki maka dokter tersebut menyatakan tidak bisa segara membantu dan hanya membantu dengan memanggil petugas puskesmas setempat. Dan akhirnya tetangga tersebut dinyatakan meninggal karena infeksi SARS-CoV2.

Aman bagi korban dan lingkungan bisa terjadi misalnya ketika terjadi korban henti jantung di tengah jalan raya. Langkah yang tepat adalah dengan memindahkan terlebih dahulu korban ke pinggir jalan atau tempat yang aman. Jika pertolongan dipaksakan di tengah jalan, hal itu dapat menimbulkan bahaya bagi pengguna jalan, korban bahkan si penolong sendiri.

2. Berikan respon

Ketika sudah berada di tempat aman, maka penolong harus segera melakukan pengecekan respon kepada korban. Bisa dilakukan dengan berteriak,"Bangun Pak/Bu!" sambil menepuk bahu dari korban.

Jika teriakan dan tepukkan bahu tidak ditanggapi, langkah berikutnya berikan stimulus berupa rangsangan nyeri seperti mencubit puting dari korban jika laki-laki. Jika korban perempuan maka disesuaikan dengan lokasi tubuh lain yang dapat memberikan rasa nyeri.

Penolong diharapkan berhati-hati jika korban yang ditolong kemungkinan sedang mengalami trauma atau cedera leher.

3. Minta tolong

Ketika penolong seorang diri maka lekas berteriak minta tolong dengan tetap tenang dan berada di dekat korban. Jika ada orang yang mendengar permintaan tolong maka sampaikan padanya untuk segera menghubungi 119 untuk panggilan darurat ambulans atau rumah sakit terdekat.

Tujuan dari berteriak meminta tolong juga untuk menghindari kesalahpahaman agar penolong tidak dikira melakukan hal jahat terhadap korban.

Jika penolong 2 orang atau lebih, satu orang diminta untuk segera memanggil pertolongan medis sedangkan salah satunya fokus memberikan pertolongan pada korban.

4. Cek napas dan nadi

Sambil menunggu bantuan datang, penolong bergegas mengecek napas dan nadi dari korban henti jantung. Pengecekkan nadi dapat dilakukan dengan meraba nadi karotis yan terletak pada sekitar 2 cm di samping trakea. Sedangkan pengecekkan napas dapat diamati langsung dengan mendekatkan telinga pada area hidung korban sambil mengamati pergerakan dada dari korban.

Jika denyut nadi ada, maka dilakukan pemberian ventilasi atau napas buatan. Pemberian napas buatan ini hanya disarankan bagi korban yang merupakan anggota keluarga. 

Sedangkan pada korban yang bukan anggota keluarga tidak disarankan karena ada potensi penularan penyakit yang tidak diinginkan. Jika denyut nadi korban tidak ada maka dilanjutkan ke langkah ke-5.

5. Berikan kompresi, buka jalan napas dan beri napas

Kompresi merupakan aktivitas menekan yang diberikan dengan meletakkan kedua lengan tangan dari penolong dalam posisi tegak lurus di atas dada korban. Kompresi diberikan 30 kali selama 5 kali dalam satu siklus dan tidak disarankan dengan pemberian napas buatan.

Jika masih belum ada perubahan dari korban maka tetap lakukan kompresi untuk siklus berikutnya. Lalu, kapan BHD kita hentikan? Berikut adalah tiga kondisi penolong harus menghentikan tindakan BHD:

  • bantuan dari yang lebih ahli datang atau mengambil alih
  • korban mulai menunjukkan tanda-tanda kembali sadar, seperti batuk, membuka mata, bergerak dan bernapas normal.
  • bila penolong kelelahan

Jika korban henti jantung adalah keluarga sendiri maka buka jalan napas dari korban sebelum memberikan bantuan napas setelah 30 kali kompresi.

BHD tidak hanya diperuntukan untuk kalangan petugas medis. BHD juga penting diketahui dan dikuasai oleh orang awam. Namun ada suatu kondisi di mana penolong tidak perlu melakukan BHD, diantaranya yaitu:

1. Situasi ketika upaya BHD dapat membuat penolong berisiko terhadap cedera yang serius.

2. Tanda klinis nyata menunjukkan kematian irreversibel (kaku mayat, lebam mayat, dekapitasi, transeksi, dekomposisi).

3. Ada bukti DNR/Do Not Resuscitate (keputusan tidak melakukan BHD) tertulis dan valid dari korban.

Untuk orang yang memutuskan memilih DNR namun mengalami henti jantung di luar rumah sakit, penolong tetap harus melakukan tindakan BHD. Tanda DNR berupa tato atau gelang biasa yang bertuliskan DNR tidak bisa dijadikan bukti kuat untuk tidak melakukan tindakan BHD.  

Uniknya, di beberapa negara Eropa memiliki undang-undang yang mewajibkan setiap orang yang berada di negara tersebut harus memberikan tindakan BHD jika melihat korban henti jantung dan henti napas. Jika didapati bukti seseorang yang melihat korban tersebut namun membiarkannya, maka akan dikenai hukuman.

Di Indonesia sendiri BHD belum diatur secara khusus dalam sebuah undang-undang. Perlu dilakukan pelatihan dan edukasi tindakan BHD yang masif dan berkelanjutan bagi orang awam atau kalangan non medis. Hal ini guna mengantisipasi kejadian henti jantung dan henti napas yang tidak bisa segera ditolong oleh petugas medis.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun