Data tersebut adalah yang kasus yang berhasil dilaporkan. Sedangkan kasus yang tidak dilaporkan seperti yang terjadi pada tetangga saya, diprediksi tidaklah sedikit di Indonesia. Apalagi penanganannya juga masih salah kaprah.
Sayangnya, ketersediaan antibisa masih terbatas di Indonesia. Meski sudah bisa memproduksi sendiri melalui Biofarma, Indonesia tetap harus mengimpor antibisa dari Australia dan Thailand.
Biofarma menjual antibisa dengan harga sekitar 975 ribu rupiah per vial. Antibisa produksi Thailand dijual dengan harga 3-5 juta rupiah per vial. Sedangkan antibisa produksi Australia dijual dengan harga 15-30 juta rupiah per vial.
Bayangkan saja, untuk sekali treatment (hingga sembuh) gigitan ular berbisa di Indonesia dibutuhkan 2-8 vial antibisa. Jika jenis gigitan ularnya cocok dengan antibisa yang harganya lebih murah mungkin bisa sedikit lebih ringan biayanya.
Namun jika gigitan ularnya membutuhkan antibisa import yang harganya puluhan juta, tentu orang bakal pusing memikirkan biayanya. Apalagi semua biaya itu tidak dicover oleh BPJS.
Seperti yang kita tahu, 1 antibisa tidak bisa digunakan untuk semua gigitan ular. Satu antibisa ada yang bersifat spesifik terhadap 1 jenis gigitan ular, ada pula yang digunakan untuk beberapa jenis gigitan ular berbisa.
Ketidaktepatan dalam pemberian antibisa juga dapat menimbulkan efek samping berupa kecacatan hingga kematian. Oleh karena itu penting kiranya seluruh petugas kesehatan memahami tatalaksana penanganan kasus gigitan/sengatan hewan berbisa.
Jadi gimana nih, kalau misal kita digigit ular berbisa namun di faskes tidak memiliki stok antibisa? Lakukan pertolongan pertama dengan tepat lalu mintalah perawatan intensif petugas kesehatan.
Biasanya faskes akan menghubungi faskes lain untuk menanyakan ketersediaan antibisa sesuai dengan jenis ularnya.
Jika gigitan ularnya mengakibatkan efek fase sistemik, segera beri antibisa sesuai dengan jenis ularnya. Hal ini membuat peluang hidup kita lebih besar.Â
Cara ampuh lainnya adalah mari kita cegah dan hindari gigitan ular berbisa.
Demikian dan salam ayo melek sains.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H